Terjebak Dalam Tubuh Istri Yang Dibenci

Eric dengan langkah cepat mendekati Amber, "Amber, ini aku Eric. Tidak! Jangan berbalik, cepat keluar dari sini. Aku akan mengikutimu dari belakang, berjalanlah seperti biasa."

Tubuh Amber tegang, Eric mengelus pinggang wanita itu, "Rileks, jangan memperlihatkan raut wajah apapun. Kamu pintar bersandiwara, buat wajahmu sedatar mungkin. Jalan perlahan, sayang. Percaya padaku."

Amber mengikuti intruksi Eric, dengan bersikap biasa ia berjalan ke arah pintu luar. Jantungnya bergemuruh, meskipun tak mengerti apa yang sedang terjadi tapi insting-nya mengatakan untuk mengikuti perintah Eric.

Setelah masuk ke dalam mobil, seketika Eric memeluknya erat. "Ah, sayang... aku ketakutan sekali."

Amber masih terbengong, selain melihat wajah Eric yang berbeda ia juga tak mengerti akan ketakutan Eric. "Jadi ini benar kamu, yang aku ikuti tadi. Ada apa Eric? Kenapa kamu ketakutan?"

Eric melepaskan pelukannya pada tubuh Amber, "Kamu ingat aku bilang sedang mengawasi, ini lah tempat mereka berkumpul. Kenapa kamu bisa ada disini?"

"Tapi ini hanya perkumpulan para pembisnis, Fania mempunyai undangan-nya. Aku tidak tau darimana dia mendapatkan undangan itu," Amber menggeleng, " Eric, aku tak bisa menemukan Fania."

"Jangan cemas, para anggotaku sedang mencarinya."

"Firasatku tak enak, Eric."

"Capt, aku menemukan mobil yang sepertinya membawa Nona Fania ke arah barat. Cctv di gedung sekitar memperlihatkan pakaian yang dipakai Nona Fania malam ini." Robbin melapor.

"Harris, Agnes! Kalian dengar, cepat ikuti jalur ke arah barat."

"Yes, Capt."

Amber menatap Eric, tangannya gemetar. "Eric, katakan ada apa? Dimana Fania?"

"Aku harus menyusul mereka, kamu ikut denganku. Jangan jauh-jauh dariku, mengerti!"

Amber mengangguk, "Aku mengerti."

Eric membawa mobil pergi dari sana, menuju ke arah barat.

Sekitar 3 kilometer jauhnya Eric menghentikan mobilnya. Di depan sana Ia melihat Harris, Robbin dan Agnes sedang bertarung dengan beberapa orang yang kepalanya tertutup kain hitam. Untung saja para anggotanya juga memakai penyamaran sepertinya.

"Amber, ikuti aku." Eric menarik Amber keluar dari dalam mobil, melangkah dengan mengendap ke arah sebuah bangunan.

"Tidaaaakkkkk!!! Lepaskan aku! Tolong!!!!"

"Eric, suara Fania!"

"Stttt, pelankan suaramu. Terus berada di belakangku," Eric maju mendekati pintu sebuah rumah tua.

Brakkkkk! Eric menendang pintu hingga terbuka.

"Kakakkkk!" teriak Fania yang sudah terbaring lemah di lantai, wajahnya sudah lebam karena dipukul.

"Beraninya kalian menyakiti adikku!" Eric maju menendang dan memukul dengan tinjunya 3 pria di dalam sana. Satu pria berhasil dilumpuhkan, satu pria menahan serangannya, mereka berdua berkelahi. Satu pria merengsek maju mendekati Amber ke arah pintu ingin menyanderanya.

Dugh!

Saat Pria penjahat itu menyerang Amber, pria itu terkena tinju Amber, "Kau salah memilih lawan, meskipun gue seorang wanita, gue tidak lemah!" Tangannya mengangkat gaun ke atas untuk memudahkan kakinya, Amber memutar tubuhnya kemudian menendang pria itu sampai terjerembab.

Eric juga sudah mengalahkan penjahat yang bertarung dengannya, ia tersenyum bangga menatap Amber. Ia lalu berbalik menghampiri adiknya, "Fania, tidak apa-apa. Ayo pulang."

"Huhu... kakak... mereka akan memperkosaku. A-aku huhu..."

Eric mengelus rambut adiknya, "Tidak apa-apa, ayo pergi."

Eric memangku tubuh lemah adiknya, saat baru saja akan melangkah pergi dari sana, si pria yang dihajarnya tadi memegang kakinya menghentikan langkahnya. "Aku mempunyai pesan dari Bos besar, dia bilang jangan melangkah lebih jauh. Kali ini Bos hanya menggertakmu, lain kali Bos akan langsung membunuh orang-orang yang kau cintai!"

Dugh! Amber maju menendang rahang penjahat itu, membuatnya seketika pingsan.

"Beraninya mengancam suamiku! Akan kuhabisi kalian semua! Bajingan!" teriaknya.

Harris, Robbin dan Agnes baru saja masuk, melihat istri sang Kapten menendang sampai membuat penjahat itu pingsan seketika mereka saling menatap.

"Harris, ikat mereka semua bawa ke ruang interogasi!"

"Siap!"

"Ayo, sayang. Kita harus membawa Fania ke rumah sakit." Eric menatap Amber.

Amber mengangguk tapi sebelum keluar ruangan, dia menginjak betis si penjahat dengan ujung tajam high heels-nya kemudian berbalik pergi dengan tersenyum puas.