Memiliki saudara kembar nyatanya membuat Kinara tetap mendapat perlakuan berbeda. Kedua orang tuanya hanya memprioritaskan Kinanti, sang kakak saja. Menuruti semua keinginan Kinanti. Berbeda dengan dirinya yang harus menuruti keinginan kedua orang tuanya. Termasuk menikah dengan seorang pria kaya raya.
Kinara sangat membenci semua yang terjadi. Namun, rasa bakti terhadap kedua orang tuanya membuat Kinara tidak mampu membenci mereka.
Setelah pernikahan paksa itu terjadi. Hidup Kinara berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Kinanti merem*s ujung selimut dengan kuat ketika mendengar bentakan Danu yang menyakitkan itu. Tidak menyangka bahwa pria di depannya membentak dengan sekencang. Seharusnya ia sadar bahwa Danu adalah sahabat baik Kinara yang sudah pasti akan membela adiknya sampai kapan pun. Apa pun yang terjadi.
"Sudahlah, lebih baik kamu tidur saja. Bukankah wanita hamil itu butuh banyak istirahat." Danu beranjak bangkit lalu berpindah ke sofa. Meninggalkan Kinanti yang hanya terdiam di tempat.
Hati Danu memanas. Merasa geram mendengar ucapan Kinanti. Jika saja bukan seorang wanita, sudah pasti Danu akan menghabisi siapa pun yang berani membicarakan Kinara. Ketika hendak memejamkan mata, sebuah pesan masuk. Dengan cepat ia membukanya.
Ara : Danu, aku mohon. Tolong jaga Kak Kinan, ya. Kamu harus mengabariku kalau ada apa-apa.
Danu menghela napas panjang membaca pesan itu. Tidak habis pikir dengan Kinara yang terus saja memikirkan Kinanti padahal keluarganya tidak pernah peduli padanya.
Ya. Jangan memikirkan Kinanti. Lebih baik kamu fokus saja pada kesehatanmu.
Setelah membalas pesan itu, Danu langsung berusaha memejamkan mata meski bayangan Kinara terus saja menari dalam pikirannya.
Suasana di kamar itu mendadak hening. Tidak ada suara. Danu sudah terlelap dalam tidurnya, sedangkan Kinanti hanya diam membisu. Pikirannya kalut. Seperti orang yang tidak tahu ke mana arah dan tujuan. Tangan wanita itu mengusap perut dengan lembut. Tidak menyangka jika ada janin yang tumbuh di rahimnya. Bisakah ia melahirkan bayi tersebut sementara dirinya masih harus menyelesaikan kuliah yang tinggal setahun lagi.
Ya Tuhan ... apa yang harus aku lakukan?
***
Berdamai dengan keadaan apa pun yang terjadi adalah hal yang baik. Kinara masih merasa trauma akan percintaan paksa yang dilakukan oleh suaminya. Walaupun itu bukanlah hal yang sepenuhnya sengaja. Namun, ia tidak membenci suaminya. Menilik bagaimana Rico sekarang memperlakukan dirinya.
Ia merasa dihargai. Merasa dianggap dan diberi kasih sayang penuh. Rico benar-benar memperlakukan dirinya seperti seorang istri pada umumnya. Penuh perhatian dan ketulusan.
"Jaga dirimu baik-baik. Jangan melakukan apa pun apalagi yang membahayakan. Kalau butuh apa-apa, ada Mbok Nah. Minta dia untuk melakukannya," kata Rico saat sudah berdiri di samping mobil hendak berangkat ke kantor.
Kinara mengangguk pelan. "Ya. Anda tenang saja."
Mulut wanita itu terbungkam ketika sebuah kecupan mendarat di kening. Rico sudah menciumnya dengan lembut. Mengalirkan sebuah perasaan yang membuat hati berdesir.
Rico pun masuk mobil dan melajukannya. Setelah mobil sang suami sudah tidak lagi terlihat, Kinara dengan gegas kembali ke dalam. Masuk ke kamar utama mereka.
Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan selain merebahkan diri dan bermain ponsel. Ingin sekali bertukar pesan dengan Danu, tetapi takut mengganggu pria tersebut.
Pintu kamar diketuk. Kinara pun bergegas turun ranjang dan membuka pintu. Nampak Mbok Nah mengangguk sopan.
"Kenapa, Mbok? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Kinara lembut.
"Ada orang tua Nyonya di bawah. Mereka ingin bertemu Nyonya," ujarnya sopan.
"Loh, papa sama mama di sini? Bukankah mereka masih di luar negeri." Kinara merasa heran. Dengan langkah lebar menuruni tangga dan langsung menuju ke ruang tamu.
Benar saja, ada Papa Soni dan Mama Yayuk yang sedang duduk tidak tenang. Keduanya tampak gelisah. Ketika melihat Kinara, mereka pun segera bangkit dan memeluk putrinya. Bukannya bahagia, Kinara justru merasa canggung.
"Ada apa kalian ke sini? Lalu Kak Kinan dengan siapa?" tanya Kinara masih saja mencemaskan saudara kembarnya.
"Danu yang menunggu. Kami hanya meninggalkan sebentar karena ada perlu denganmu," kata Papa Soni. Tanpa melepaskan pandangan dari putri bungsunya.
Mendengar hal itu, mendadak hati Kinara menjadi tidak nyaman. Merasa ada hal yang tidak baik karena jarang sekali orang tuanya bersikap seperti itu.
"Katakan saja."
"Ara, sebelumnya papa minta maaf sama kamu karena selalu merepotkan, tapi jika bukan denganmu, lalu dengan siapa lagi. Hanya Kinanti dan kamu yang kami punya sekarang." Papa Soni berbicara lembut.
"Kalian butuh berapa juta?" tanya Kinara tanpa basa basi. Ia langsung paham maksud kedua orang tuanya.
"Ara ...."
"Aku tahu, Pa, Ma. Kalian mau meminta uang untuk biaya rumah sakit Kak Kinan, 'kan?" tebak Kinara. Tidak ada sahutan. Kedua orang itu hanya diam membisu. Seolah mengiyakan ucapan Kinara. "Aku kirimkan ke nomor rekening Papa. Tunggu di sini."
Kinara bangkit dan berjalan menuju ke kamar untuk mengambil ponsel. Hatinya meragu ketika melihat benda pipih itu. Merasa bimbang. Apa yang harus dilakukan. Haruskah meminta izin pada Rico kalau ingin mengirim uang kepada orang tuanya. Namun, ia yakin kalau Rico belum tentu setuju. Sementara dirinya tidak tega melihat orang tuanya.
Setelah merasa bimbang cukup lama, Kinara pun memilih untuk turun. Menemui orang tuanya tanpa meminta izin pada sang suami.
"Maaf, Pa. Aku tidak bisa memberi banyak." Kinara berbicara lirih.
"Tidak apa. Kalau kurang nanti papa akan mencari pinjaman lain," kata Papa Soni.
Kinara mengangguk. Lalu membuka kunci layar ponsel. Namun, ketika baru terbuka, tiba-tiba ada panggilan masuk dari Rico. Seketika Kinara merasa sangat gugup. Ia membiarkan panggilan itu sampai terhenti. Tanpa menerima. Khawatir Rico akan marah kalau tahu Papa Soni dan Mama Yayuk ada di sini.
"Kenapa tidak diangkat?" tanya Mama Yayuk. Kinara hanya menggeleng. Lalu kembali hendak mengirim uang, tetapi belum juga applikasi terbuka. Mbok Nah datang dengan langkah tergopoh-gopoh.
"Nyonya, Tuan Rico telepon."
Kali ini, Kinara tidak bisa menghindar lagi. Ia mengambil ponsel Mbok Nah dan melihat panggilan yang sudah terhubung setengah menit.
"Ha-hallo." Kinara menyapa gugup. Merasa bahwa ini tidak baik.
"Kenapa kamu sengaja tidak menerima panggilanku? Apa kamu takut kalau sedang ada orang tuamu di rumah kita?" tanya Rico penuh penekanan.
"Da-darimana Anda tahu?" Kinanti bingung. Ia menatap Mbok Nah. Namun, yang ditatap justru menunjuk cctv yang terpasang di sudut ruangan. Seolah paham maksud tatapan wanita itu. "Ma-maaf."
"Ada perlu apa mereka datang?"
"Em ...." Kinara bingung hendak menjawab bagaimana. Ia menatap kedua orang tuanya yang terlihat gelisah. "Papa meminta bantuan untuk membayar perawatan Kak Kinan."
"Lalu kamu mau memberikan?"
Kinara tidak menyahut. Hanya mengangguk lemah seolah mengiyakan. Terdengar helaan napas berat dari seberang telepon.
"Aku tidak akan memaksa kamu untuk tidak membantu mereka. Tapi, jangan terlalu baik. Aku tidak ingin mereka hanya memanfaatkan mu. Tidak peduli walaupun mereka adalah orang tuamu sendiri."
"Iya, saya paham."
"Ya sudah, aku matikan dulu. Jaga dirimu baik-baik."
Panggilan itu pun terputus. Setelahnya, Kinara mengirimkan uang lima puluh juta ke rekening papanya. Hal itu tentu membuat kedua orang itu merasa sangat bahagia.
"Ara, terima kasih banyak. Tapi, bisakah kamu membantu kami sekali lagi?"
jangan² nanti minta anak kakaknya diurus oleh ara kalau iya otw bakar rumahnya
kinara masih bisa sabar dan berbaik hati jangan kalian ngelunjak dan memanfaatkan kebaikan kinara jika gk bertaubat takut nya bom waktu kinara meledak dan itu akan hancurkan kalian berkeping" 😏😂