Dia hanya harus menjadi istri boneka.
Bagaimana jika Merilin, gadis yang sudah memendam cintanya pada seseorang selama bertahun-tahun mendapatkan tawaran pernikahan? Dari seseorang yang diam-diam ia cintai.
Hatinya yang awalnya berbunga menjadi porak-poranda saat tahu, siapa laki-laki yang akan menikahinya.
Dia adalah bos dari laki-laki yang ia sukai dalam kesunyian, yang menawarinya pernikahan itu.
Rionald, seorang CEO berhati dingin, yang telah dikhianati dan ditingal menikah oleh kekasihnya, mencari wanita untuk ia nikahi, namun bukan menjadi istri yang ia cintai, karena yang ia butuhkan hanya sebatas boneka yang bisa melakukan apa pun yang ia inginkan.
Akankah Merilin menerima tawaran itu, sebuah kontrak pernikahan yang bisa membantunya melunasi hutang warisan ayahnya, yang bisa membantu pengobatan jangka panjang ibunya, dan memastikan adik laki-lakinya mendapatkan pendidikan terbaik sampai ke universitas.
Bisakah gadis itu mengubur cintanya dan menjadi istri boneka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Pembicaraan Rahasia
Masih diacara pesta, disebuah sudut, agak terlindungi dari pandangan orang karena tiang pemisah dan dekorasi bunga. Musik masih berdendang, lagu-lagu silih berganti dinyanyikan orang yang berbeda. Tawa kebahagiaan masih memenuhi udara.
Merilin sedang bicara dengan Serge. Ini adalah percakapan sembunyi-sembunyi yang dilakukan kedua orang itu. Menghindari mata Rion yang sedang bersama ayahnya bicara dengan para orangtua. Keduanya takut membuat orang salah paham, jadi harus melakukan ini.
"Kak Ge, Kak Rion menyeramkan sekali." Merilin setengah berbisik.
Serge langsung menjadi panik dan tegang, memikirkan apa yang sudah dilakukan Rion pada Mei. Sampai Mei memakai kata menyeramkan untuk mewakilinya.
Sibodoh itu, apa yang sudah kau lakukan pada Mei! Yang membuat Serge semakin khawatir adalah, dia tidak tahu bagaimana caranya menolong Mei.
"Mei, apa Rion memukulmu? dia berkata kasar padamu?" Takut-takut Serge bertanya.
Malah sebaliknya kak! Mungkin begitulah jeritan hati Merilin dari tadi. Kalau Tuan Rion bersikap seperti orang yang membenci perempuan, layaknya yang gadis itu dengar dari Serge, mungkin dia tidak akan merasa seaneh ini.
"Bukan Kak, bukan begitu."
Ini jauh lebih menyeramkan dari diperlakukan dengan ketus!
Serge menarik nafas lega, karena Rion masih waras gumamnya. Lantas hal menyeramkan apa yang dibicarakan Mei tadi. Laki-laki itu masih berkubang dengan praduga.
"Kak Rion sudah mengambil ciuman pertamaku tanpa berkedip." Murung Merilin bicara sambil meremas jemarinya. Padahal dia menyimpan itu hanya untuk suaminya. Ya, memang Kak Rion suamimu Mei, mau bagaimana lagi, akal waras Merilin menyadarkan. Namun hatinya tetap menolak. Kalian kan melakukannya untuk menyempurnakan akting sebagai pasangan yang saling mencintai. Begitulah akalnya mengingatkan Merilin lagi.
Walaupun begitu, aku kan menyimpan ciuman pertamaku untuk Kak Serge kalau dia jadi suamiku nanti!
Wajah sedih Merilin tertangkap pandangan Serge.
"Mei, kau terluka ya karena Rion melakukannya hanya untuk bersandiwara?"
Hah!
"Bukan Kak, bukan begitu."
Serge malah tersenyum sambil menyentuh kepala Merilin, laki-laki itu masih berfikir kalau Merilin memiliki sedikit perasaan pada Rion. Hingga dia merasa prihatin pada nasib Mei sekarang. Dia berfikir kalau cinta Mei bertepuk sebelah tangan pada Rion.
Hah! Sudahlah, Kak Ge memang menyebalkan Mei kalau urusan begini. Sampai hari ini saja dia tidak tahu isi hatimu, memang apalagi yang kau harapkan Mei.
Serge tersenyum mencoba menenangkan Merilin.
"Tuan Rion mudah sekali melakukan skinship Kak, dia bisa tiba-tiba menyentuh dan menciumku. Tadi dia menciumku di sini." Merilin menunjuk lehernya. "Saat di depan Kinara dan Malika. Aku tahu itu hanya akting, dia juga berkali-kali bilang itu akting, tapi kan menyeramkan kalau dia dengan mudahnya melakukan itu." Merilin meraba lehernya lagi, pada bekas kecupan Rion tadi. "Aku tahu dia cuma akting, tapi kan."
Aku saja tidak berani menyentuh tangannya.
Wajah gadis itu memerah karena kesal, tapi lagi-lagi ditangkap Serge sebagai simbol gadis yang bersemu malu dan senang karen diperhatikan laki-laki yang dia sukai.
Ah, dasar gila, bocah itu kan bucin gila dulu dengan Amerla, physical touch adalah love language Rion pada Amerla. Apa tanpa sadar dia melakukannya pada Merilin. Serge mencoba menelaah lebih dalam info yang diberikan Mei.
Rion dulu kan paling senang pamer kemesraan. Mencium punggung tangan Amerla, atau mencium rambut Amerla sambil tertawa. Ingatan Serge langsung menemukan potongan adegan masa lalu Rion dan Amerla.
Apa Rion menganggap Mei sebagai pengganti Amerla. Ah, mana mungkin dia saja masih memakiku menyebalkan diruang tunggu tadi saat aku memohon padanya untuk memperlakukan Mei dengan baik. Serge bahkan dituding keningnya beberapa kali, sambil dimaki jangan ikut campur.
"Dia bonekaku, terserah aku memperlakukannya bagaimana. Minggir!" Serge merinding, teringat kejadian di ruang tunggu.
Jadi sesuatu yang mustahil kalau sampai Rion memperlakukan Mei dengan baik karena alasan khusus selain akting di depan keluarganya.
"Kau dorong dan tolak saja Mei kalau kau tidak mau." Sebuah ide keluar dari mulut Serge.
Merilin manyun, memang dia punya keberanian melakukan itu. Menyentuh tangan Kak Rion duluan saja dia tidak punya keberanian.
Aku kan bonekanya, kalau aku menolak dan dia marah lalu membatalkan tiga hal yang akan dia berikan untukku bagaimana. Kalau dia menolak membantu pengobatan ibu. Tidak Mei, kau sudah melangkah sejauh ini, jangan memancing kemarahannya. Lagi-lagi tali kewarasan terhubung di kepala Mei.
Apalagi saat Kak Serge bicara lagi.
"Ah, lupakan Mei, aku juga tidak akan berani melakukannya. Malah memberimu ide tidak masuk akal."
Hiks, akhirnya Kak Ge tahu juga kenapa aku tidak bisa melakukannya. Kalau aku tidak punya pilihan.
"Mei, apa kau takut kalau hatimu berdebar-debar, kalau harus bersandiwara di depan orang lain. Kalau Rion menyentuhmu kau takut hatimu berdebar dan semakin menyukainya?" Sorot mata penasaran yang ditangkap Merilin di mata Serge.
Bukan begitu Kak, aku hanya merinding kalau kulit kami bersentuhan.
Merilin tidak bisa menjelaskan lagi, karena kesalahpahaman ini sepertinya tidak akan bisa diluruskan sekarang. Dia hanya mengatakan akal lebih berhati-hati kedepannya, kalau berinteraksi dengan Rion.
Saat mereka sedang terdiam dengan pikiran masing-masing, sebuah suara wanita terdengar.
"Mei, kau disini, kami mencarimu." Jesi dan Dean mendekat ke pojokan tempat kedua orang itu bersembunyi dari pandangan orang lain. "Harven bilang kau sedang bicara dengan Kak Ge, ternyata benar." Jesi yang bicara.
Mereka berdua memeluk Merilin, mencium pipi Merilin penuh sayang.
"Selamat ya Mei, aku bahagia sekali." Jesi semakin erat memeluk Mei, gadis itu tersenyum dan mengusap punggung Jesi.
"Maaf ya, aku tidak bisa menyapa kalian dengan benar tadi." Mei menggengam kedua tangan sahabatnya. Karena harus menemui keluarga Tuan Rion satu persatu teman-temannya hanya ia sapa sekenanya tadi.
"Kami paham kok, yang penting semuanya lancar. Kakakmu juga datang kan, kau pasti senang." Dean mengusap pipi Merilin. "Ibumu juga pasti bahagia Mei, jadi jangan terlalu bersedih ya karena beliau tidak bisa hadir." Dean yang dewasa selalu tahu celah kecil yang sedari tadi berusaha disembunyikan Merilin.
Mei mengangguk dan tersenyum. Menggenggam tangan Jesi dan Dean. Suara deheman Serge menyadarkan mereka kalau masih ada Serge di sana.
"Maaf Kak!" Mei yang menjerit minta maaf karena sudah menyueki Kak Serge. Laki-laki itu hanya tertawa. Bukannya marah, dia juga senang Mei dikelilingi teman-teman yang baik. Karena merekalah yang menguatkan Merilin menjalani hari-harinya yang melelahkan.
Jesi dan Deandra menundukkan kepala kepada Serge.
"Kak Ge, kenalkan ini Deandra."
Serge mengulurkan tangan yang disambut Dean dengan anggukan dan uluran tangannya.
"Aku sering cerita tentang Dean kan, wanita karir yang cantik dan keren. Dean, kenalkan ini Kak Ge."
Mereka berdua saling tersenyum dan menyebutkan nama masing-masing.
"Mei sering cerita tentang kalian, kalau Jesi aku kan sudah sering bertemu, kalau Dean sepertinya ini pertama kalinya kita bertemu."
Dean menyelipkan rambutnya, tersenyum ramah.
"Mei juga sering cerita tentang Kak Serge." Dean bicara dengan anggun.
"Wahhh, kamu cerita apa Mei tentang aku ke teman-temanmu. Semoga yang baik-baik saja ya." Tawa Serge yang renyah terdengar. Bola mata dibalik kacamatanya mengerjap. "Terimakasih ya, kalian berdua sudah berteman dan menjaga Mei, sebagai kakak aku senang sekali melihat kalian bertiga." Ketulusan dari kata-kata Serge benar-benar sampai ke hati ketiganya.
Nyut, nyut, sepertinya yang berdenyut sakit bukan hanya hati Merilin, Jesi mengeram juga. Dean juga melongo. Ternyata dia benar-benar polos dan tulus ya, gumam gadis itu, dia menjaga Mei memang murni sebagai teman yang sudah seperti adiknya.
Tapi dia memang tampan, matanya jernih seperti laki-laki suci yang tidak kenal pikiran buruk sama sekali. Dean melirik lalu memalingkan wajah. Pantas Mei sangat menyukainya.
Mereka saling berbicara, bahkan sesekali tertawa. Membicarakan pekerjaan Dean dan Jesi yang rasanya bertolak belakang.
Kak Serge memuji komik episode terbaru buatan Jesi.
Sekedar info, kalau dilihat dari kejauhan, tubuh Jesi dan Dean tidak terlihat. Terhalang tiang penyangga dan pohon di sebelahnya. Kalau mata yang sekilas memperhatikan, hanya melihat Merilin dan Serge yang sedang bicara.
Dan sepertinya, laki-laki yang berjalan cepat ke arah mereka sekarang sedang dipenuhi kesalahpahaman.
"Apa yang sedang kalian lakukan berdua di sini?" Suara dingin yang menyayat hati terdengar.
Merilin ataupun Serge merinding, karena tahu itu asalnya dari suara siapa. Rion dengan wajah masam melihat mereka berdua. Serge pias.
"Serge kau lupa dengan peringatan ku!"
Merilin ikut pucat wajahnya. Karena Rion benar-benar terlihat marah, dia juga ikut andil mengindahkan peringatan untuk tidak bicara berdua dengan Kak Serge.
Tunggu! Kami kan tidak berdua!
Bersambung