Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.29
Meski awalnya ragu-ragu, akhirnya Nazila menjalankan saran dari Karin. Dengan jemari yang kembali bergetar, ia membuka kembali pakaian Noran membuat Noran yang hanya memejamkan mata lantas membuka matanya kembali dan menatapnya intens.
"Tu ... tuan, Anda ... Anda belum tidur?" tanya Nazila gugup seraya menelan ludahnya sendiri.
"Kamu mau ngapain, La? Dingin ... " gumamnya saat bajunya baru saja terlepas dari tubuhnya.
"Ma-maaf tua, barusan ... barusan saya telpon temen saya, dia dokter, terus dia nyaranin skin to skin agar suhu tubuh tuan bisa berangsur turun. Saya sebenarnya pinginnya bawa tuan ke rumah sakit, tali ini udah terlalu larut. Aku juga nggak sanggup memapah tuan sampai ke bawah. Tapi kalau tuan nggak terima di sentuh perempuan kayak saya, nggak papa. Ini juga sebenarnya saya terpaksa ... "
"Lakukanlah!" titahnya dengan suara sangat lemah.
"Aa ... apa?" serunya tak percaya.
Tangan Noran justru terulur menarik Nazila agar baik ke ranjangnya. Nazila yang masih berpakaian lengkap, merasa begitu gugup untuk melepaskan piyama yang ia pakai.
"Bisa tuan tutup mata dulu! Saya ... saya mau ..." tanpa banyak kata, Noran pun menutup matanya. Ia tahu, Nazila pasti malu dan gugup untuk melepaskan pakaiannya. Apalagi ini pertama kalinya mereka tidur bukan hanya di satu kamar yang sama, tapi juga ranjang yang sama. Belum lagi, ia mereka harus melepaskan pakaian yang mereka kenakan. Nazila tidak melepaskan celana pendek yang Noran kenakan, ia merasa sangat malu bila harus dalam keadaan polos.
Setelah melepas bajunya, Nazila pun masuk ke dalam selimut Noran dengan wajan merah padam. Ia sengaja menunduk, tak sanggup menghadapi tatapan Noran.
Setelah berbaring, Nazila bermaksud untuk memeluk tubuh Noran agar suhu tubuhnya terserap dirinya. Tapi ia cukup malu untuk melakukan itu. Namun, tanpa perlu Nazila bertindak, Noran lah yang lebih dahulu mengambil inisiatif memeluk tubuh Nazila yang hanya tertutupi dalaman saja. Sontak saja, tubuh mereka berdua menegang kaku.
Jangan tanyakan bagaimana jantung keduanya! Mungkin saja mereka dapat mendengarkan detak jantung masing-masing karena degupannya luar biasa kencang.
Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Tak mampu berkata, tak mampu bicara, hanya deru nafas dan degup jantung keduanya yang terdengar di ruangan itu. Perlahan, Nazila memejamkan matanya karena sebenarnya ia telah mengantuk sejak tadi. Berbeda dengan Noran yang justru terpaku memandangi wajah cantik nan sederhana Nazila. Ini kedua kalinya ia berdekatan dengan Nazila secara sadar. Tapi kali ini, sedikit berbeda. Mereka saling berpelukan dengan tubuh yang nyaris telan*jang sehingga tanpa sadar hal tersebut membangkitkan sesuatu yang tengah tertidur di bawah sana. Noran mengerang frustasi, bagaimana di saat sakit begini justru miliknya terbangun ingin dipuaskan.
"Hufth ... aku nggak ngerti, La kenapa aku jadi tiba-tiba gini. Setiap berdekatan denganmu, seperti ada sesuatu yang berbeda. Jujur, aku merasa nyaman dan senang di dekatmu. Maaf karena aku sempat salah paham padamu. Semoga perpisahan kita nanti berakhir dengan baik-baik. Dan semoga kelak kau bisa menemukan kebahagiaanmu," ujar Noran lirih lalu ia pun mengecup kening Nazila kemudian ikut memejamkan matanya, mengabaikan rasa yang mulai menyeruak memenuhi rongga dadanya.
...***...
Beberapa hari telah berlalu semenjak hari itu. Keadaan Noran sudah jauh lebih baik walaupun kadang mual muntahnya sering mengganggu aktivitasnya. Noran sudah memeriksakan diri ke dokter, tapi menurut dokter keadaannya baik-baik saja.
"Jadi kenapa aku jadi sering mual muntah gini ya kalau aku nggak apa-apa?" gumamnya seraya mengetukkan bolpoin yang dipegangnya ke atas meja.
"Hai, bro! Ngelamunin apa, hm?" tiba-tiba dua orang pria masuk ke ruangannya.
"Eh, kalian! Silahkan duduk! Gue nggak ngelamunin apa-apa kok," kilah Noran yang kini sudah pindah duduk di sofa single ruangannya.
"Gimana nih yang udah married, bagi-bagi cerita dong, enak nggak punya bini?" tukas teman Noran yang bernama Sandi.
"Enak nggak enak, ya dienakin aja, San. Loe tau sendiri kan sebenarnya siapa yang pingin gue nikahin."
"Tapi kayaknya loe adem ayem aja, kayaknya servisnya luar biasa sampai loe bisa nyuekin Sarah," timpal Feri santai membuat Noran mengerutkan keningnya.
"Sarah? Loe ketemuan sama dia?" tanya Noran penasaran.
"Nggak, gue ketemu dia di luar Angkasa Mall tempo hari. Terus dia nangis-nangis, gue awalnya bingung dia kenapa, dia awalnya nggak mau cerita tapi setelah gue paksa dia pun cerita," ucap Feri membuat Noran dan Sandi terdiam mendengarkan. "Dia cerita katanya kamu sekarang berubah, jadi cuek sama dia. Dia cerita juga di habis dipermalukan di Angkasa Mall dan loe tau siapa yang melakukan itu?"
Noran menggeleng karena ia tidak tahu perihal itu.
"Bini loe sama selingkuhannya itu," tambah Feri membuat Noran terkejut.
Noran pun segera beranjak dari tempat duduknya dan mencoba menghubungi Sarah. Tapi hingga panggilan ke 3, panggilan itu tak kunjung diangkat.
"Shittt! Sial!" umpatnya kesal. Lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah Feri, "Loe serius sama yang loe katakan itu?" tanya Noran memastikan.
Feri pun mengangguk pasti.
"Ngapain gue bohongi loe? Nggak ada gunanya," ucap Feri acuh membuat Noran mengepalkan tangannya.
"Udah bro, sabar. Jangan loe langsung marah-marah kayak gini! Mungkin aja ini hanya kesalahpahaman," tukas Sandi mencoba menenangkan Noran yang tampak emosi.
...***...
Satu jam sudah berlalu dan teman-teman Noran sudah pulang meninggalkan Noran yang duduk sendirian di ruangannya dengan pikiran menerawang.
"Kurang ajar! Jadi dia hanya pura-pura baik biar nggak ketahuan busuknya. Kenapa Sarah nggak cerita? Arrrghh, sepertinya aku udah terlalu baik padanya jadi ia mulai menunjukkan kebusukannya," geram Noran tanpa mau mencari kebenarannya terlebih dahulu.
Sementara itu, kini Nazila sedang makan siang dengan Karin di restoran yang ada di Angkasa Mall. Sejak tadi, Karin sibuk memperhatikan raut wajah Nazila yang terlihat lebih pucat dari biasanya.
"Kamu masih sakit, La?" tanya Karin yang membuat Nazila yang hendak menyendokkan nasi ke dalam mulutnya lantas terhenti.
"Nggak, aku baik-baik aja. Tapi emang sih, akhir-akhir ini aku jadi lebih mudah capek, lemes juga," sahutnya lalu kembali melanjutkan makannya.
"Kamu ada ngerasa mual-mual mau muntah nggak?"
"Nggak," sahut Nazila singkat seraya menggelengkan kepalanya.
"Oh ya, suami kamu kan kemarin sakit, sekarang gimana keadaanya?"
"Udah mendingan. Udah bisa kerja juga tapi ya gitu, masih sering mual-mual. Kata dokter, dia nggak sakit apa-apa, tapi kok dia sering mual ya, Rin? Loe kan dokter muda, loe ada kepikiran sesuatu nggak?"
"Ada."
"Apa itu?"
"Loe tunggu di sini sebentar ya! Gue mau ke suatu tempat, sebentar aja. Masih di sini juga kok, di lantai 2. Jangan kemana-mana, oke!"
Nazila pun terpaksa mengangguk sambil memperhatikan kepergian Nazila yang terkesan terburu-buru tanpa menjawab pertanyaan Nazila sebelumnya.
"Sebenarnya dia mau kemana terus ngapain?" gumam Nazila bertanya-tanya.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...