Rasa trauma karena mahkotanya direnggut paksa oleh sahabat sendiri membuat Khanza nekat bunuh diri. Namun, percobaannya digagalkan oleh seorang pria bernama Dipta. Pria itu jugalah yang memperkenalkannya kepada Vania, seorang dokter kandungan.
Khanza dan Vania jadi berteman baik. Vania menjadi tempat curhat bagi Khanza yang membuatnya sembuh dari rasa trauma.
Siapa sangka, pertemanan baik mereka tidak bertahan lama disebabkan oleh perasaan yang terbelenggu dalam memilih untuk pergi atau bertahan karena keduanya memiliki perasaan yang sama kepada Dipta. Akhirnya, Vania yang memilih mundur dari medan percintaan karena merasa tidak dicintai. Namun, Khanza merasa bersalah dan tidak sanggup menyakiti hati Vania yang telah baik padanya.
Khanza pun memilih pergi. Dalam pelariannya dia bertemu Ryan, lelaki durjana yang merenggut kesuciannya. Ryan ingin bertanggung jawab atas perbuatannya dahulu. Antara cinta dan tanggung jawab, siapakah yang akan Khanza pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Satu
"Akhirnya aku bisa memakai baju toga ini," gumam Khanza. Dia berjalan menyusuri jalan setapak di kampus.
"Selamat tinggal kampus, mulai besok aku bisa fokus dengan pekerjaanku saja," ucap Khanza bermonolog pada dirinya sendiri.
Khanza merasa sangat bahagia dan bangga setelah merayakan wisudanya. Dia telah melewati perjalanan panjang sebagai anak yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan, dan kemudian harus mandiri dan membiayai sendiri hidupnya setelah dewasa.
Menyelesaikan pendidikan S1 bukanlah hal yang mudah bagi Khanza, tetapi dia telah bekerja keras dan berjuang untuk mencapai tujuannya. Rasa bangga dan bahagia yang dirasakannya saat ini adalah hasil dari kerja keras dan ketekunannya.
Khanza mungkin merasa bahwa semua perjuangannya selama ini telah terbayar, dan dia siap untuk menghadapi tantangan baru di masa depan. Wisuda ini bukan hanya merupakan pencapaian pribadi, tetapi juga merupakan bukti bahwa dia dapat mengatasi kesulitan dan mencapai kesuksesan meskipun memiliki latar belakang yang sulit.
"Akan aku buktikan pada dunia, jika aku bisa sukses walau hanya anak yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan," ucap Khanza pada dirinya sendiri.
Saat Khanza sedang asyik berjalan, sebuah mobil berhenti di sampingnya. Dia tahu siapa pemiliknya. Semua mahasiswa dan mahasiswi di kampus ini mengenalnya. Ryan, seorang anak pengusaha kaya raya.
"Khanza, kenapa jalan? Biar aku antar pulang," ucap Ryan. Sudah sejak lama pria itu mendekati Khanza, tapi gadis itu tak pernah menanggapi. Dia hanya ingin fokus kuliah.
"Terima kasih, Ryan. Aku naik angkot saja," balas Khanza. Dia menjawab sambil tersenyum. Tak ingin nanti di kira sombong.
Tiba-tiba mobil itu berhenti. Khanza juga ikut menghentikan langkahnya. Dari dalam mobil keluar Fanny. Dia menghampiri Khanza.
"Ayolah, Khanza. Sekali ini aja. Ikut dengan kami. Kita merayakan wisuda ini. Anggap saja ini sebagai acara perpisahan. Entah kapan kita akan bertemu lagi," ucap Fanny.
Khanza tampak ragu. Dia tak pernah pergi dengan teman sekampus. Setiap pulang kuliah, dia langsung kembali ke kost. Akan melakukan live untuk jualan produknya secara online.
"Aku mau jualan," ucap Khanza. Masih mencoba menolak.
"Sekali ini aja, Khanza. Masa sama teman sendiri kamu tak percaya. Kita hanya sekedar makan-makan di apartemenku saja. Setelah itu kamu boleh pulang. Entah kapan kita akan bertemu lagi. Kita akan sibuk dengan kegiatan masing-masing," ucap Fanny masih mencoba merayu Khanza.
Di dalam mobil yang di kendarai Ryan, ada Toni juga. Jika dia ikut berarti mereka akan berempat. Seperti dua pasang kekasih. Namun, jika dia terus menolak, dia juga tak enak hati. Sudah sering Fanny atau Ryan mengajaknya jalan, tapi tak pernah dia ikuti.
Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya Khanza mengangguk juga sebagai tanda persetujuan. Fanny tampak senang melihat reaksi dari temannya itu.
Dia langsung mengajak Khanza masuk ke mobil. Ryan dan Toni tampak tersenyum dan saling pandang. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka.
"Apa aku boleh ganti baju dulu?" tanya Khanza. Dia merasa tak nyaman dengan baju kebaya yang sedang dikenakan.
"Kita hanya makan-makan di apartemenku, jadi aku rasa tak perlu ganti baju," jawab Fanny.
"Apakah lama?" tanya Khanza lagi. Fanny hanya tersenyum. Begitu juga dengan Ryan dan Toni. Mereka tak menjawab pertanyaan Khanza. Gadis itupun akhirnya diam saja. Merasa tak enak hati karena terlalu banyak bertanya.
Khanza merasa sedikit canggung dan tidak terbiasa dengan situasi sosial seperti ini. Dia tidak pernah pergi main ke mana pun sebelumnya, sehingga perjalanan menuju apartemen Fanny terasa begitu lama dan tidak nyaman baginya.
Saat teman-temannya bertanya, Khanza hanya menjawab dengan satu atau dua kata, tidak tahu bagaimana cara merespons dengan lebih baik. Dia merasa sedikit terintimidasi oleh situasi yang tidak familiar ini, dan tidak tahu bagaimana cara berinteraksi dengan teman-temannya.
Khanza berharap bahwa dia bisa merasa lebih nyaman dan bisa berinteraksi dengan lebih baik saat sudah tiba di apartemen Fanny. Namun, untuk saat ini, dia hanya bisa mencoba untuk menikmati perjalanan dan berharap bahwa segalanya akan menjadi lebih baik nantinya.
Satu jam kemudian mereka sampai di apartemen milik Fanny. Mereka berempat menuju ke unit tempat tinggal gadis itu dengan menggunakan lift.
Sampai di depan apartemennya, Fanny langsung membuka pintu dan mempersilakan ketiga temannya masuk. Khanza memperhatikan ke sekeliling ruangan. Sedikit berantakan bagi dirinya yang suka kebersihan dan kerapian.
"Kenapa sepi? Kemana orang tuamu, Fanny?" tanya Khanza. Dia tak melihat siapa pun di dalam ruangan itu.
"Aku hanya tinggal sendirian. Kedua orang tuaku di luar negeri. Seminggu lagi aku juga menyusul mereka. Di sana Papi sudah memiliki usaha. Kerjasama dengan temannya yang bule. Sesekali aku pasti kembali ke sini," jawab Fanny. Mendengar jawaban dari temannya itu, Khanza tampak sedikit terkejut.
Fanny lalu mempersilakan Khanza duduk. Gadis itu tampak ragu setelah tahu kalau mereka hanya berempat di apartemen saat ini. Namun, untuk menolaknya dan langsung pergi dari apartemen itu tak mungkin.
"Aku pesan makanan dulu. Kalian mau apa?" tanya Ryan. Fanny dan Toni menyebut makanan apa yang mereka inginkan. Hanya tinggal Khanza.
"Kamu pesan apa, Khanza?" tanya Ryan dengan suara yang lembut.
"Aku nggak usah aja. Cuma sebentar'kan?" Khanza balik bertanya.
"Khanza, baru saja sampai, masa kamu sudah mikir pulang. Kamu tak suka ya sama kami bertiga?" tanya Fanny.
Pertanyaan Fanny membuat Khanza tampak sedikit merasa bersalah. Apa lagi dia melihat perubahan di wajah ketiga orang itu.
"Bukan begitu, Fanny. Aku harus live. Aku mencari uang dari menjual produk di salah satu media sosial. Aku tak punya siapa-siapa, jadi aku harus bisa mencari uang untuk biaya hidupku sendiri," jawab Khanza.
"Akan aku beli semua barang yang kamu jual nanti. Sekarang kita senang-senang dulu. Sekarang kamu sebutkan aja makanan yang kamu inginkan. Aku janji hanya sekali ini saja mengganggu kamu," ucap Fanny.
Akhirnya Khanza menyerah. Dia menyebutkan apa yang diinginkan. Ryan lalu memesan semua makanan yang diinginkan.
"Aku buatkan minum dulu. Kamu mau apa, Khanza?" tanya Fanny.
"Nggak usah repot-repot. Biar aku buat sendiri," ucap Khanza. Dia lalu berdiri dari duduknya.
"Kamu duduk saja. Sebagai tuan rumah, biar aku yang buat. kamu di sini saja. Aku buatkan jus jeruk aja ya untukmu?" tanya Fanny. Khanza lalu menganggukan kepalanya tanda setuju.
Fanny langsung ke dapur membuatkan air minum untuk ketiga sahabatnya dan juga untuk dirinya. Minuman yang buat Khanza ditaburinya sesuatu.
"Khanza, hari ini kita akan bersenang-senang!" ujar Fanny dalam hatinya.
**
Hai-hai, mama kembali datang dengan karya terbaru. Mama mohon dukungannya. Baca setiap update dan jangan menumpuk bab. Terima kasih. Lope-lope buat semuanya.
Semoga kalean selalu dalam lindungan Alloh SWT dan selalu di jaga oleh mama Reni 🤗🤗😍😍