Andra dan Trista terpaksa menikah karena dijodohkan. Padahal mereka sudah sama-sama memiliki kekasih. Pernikahan kontrak terjadi. Dimana Andra dan Trista sepakat kalau pernikahan mereka hanyalah status.
Suatu hari, Andra dan Trista mabuk bersama. Mereka melakukan cinta satu malam. Sejak saat itu, benih-benih cinta mulai tumbuh di hati mereka. Trista dan Andra terpaksa menyembunyikan kedekatan mereka dari kekasih masing-masing. Terutama Trista yang kekasihnya ternyata adalah seorang bos mafia berbahaya dan penuh obsesi.
"Punya istri kok rasanya kayak selingkuhan." - Andra.
"Pssst! Diam! Nanti ada yang dengar." - Trista.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28 - Otw Bulan Madu
Andra dan Trista duduk berdampingan di pesawat, masing-masing memasang sabuk pengaman. Dari luar jendela terlihat landasan yang mulai bergerak perlahan. Pesawat bersiap tinggal landas. Namun bukannya tegang, suasana antara keduanya justru panas dengan cara yang menyenangkan.
Trista menyandarkan punggung lalu melirik Andra dari ujung mata. “Kau yakin kita nggak akan diculik Regan kalau tiba-tiba dia tahu kita ngilang begini?”
Andra menyandarkan kepalanya santai. “Kau ini, Tris. Kita sudah sah jadi suami istri. Yang punya hak penuh menculikmu itu aku.”
Trista mengangkat alis. “Oh ya? Kau berani ngomong gitu karena kita lagi di ruang publik ya?”
Andra mendekat sedikit, suara direndahkan. “Kalau kita lagi nggak di ruang publik, aku bakal ngomong jauh lebih berani.”
Trista hampir tersedak napasnya sendiri. “Eh! Kau jangan bikin aku keinget… kejadian di hotel tadi, dong.”
Andra mengetukkan jari pelan di sandaran kursi. “Memangnya bagian yang mana? Yang—”
“Stop.” Trista menutup mulut Andra dengan tangan. “Aku mau bulan madu, bukan meninggal karena malu di pesawat.”
Andra mencium telapak tangan Trista sekilas sebelum gadis itu buru-buru menariknya. “Gila kau!” bisiknya, pipi memerah tapi bibirnya tersenyum lebar.
“Aku gila karena kau,” jawab Andra enteng.
Trista memutar bola mata. “Chemistry kita parah banget sih… dari benci-bencian jadi begini.”
“Karena ternyata kau lucu… dan manis… dan menggoda… dan—”
“Kau mau aku tutup mulutmu lagi nggak?”
Andra pura-pura mengunci bibirnya dengan dua jari. “Oke, oke. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti aku meledak menahan godaan.”
Trista memandang ke depan sambil menahan senyum, tetapi jari kakinya menggoyang-goyang, pertanda dia sama deg-degannya.
Pesawat mulai lepas landas. Trista tanpa sadar menggenggam tangan Andra kencang. Andra mencuri pandang, menahan tawa.
“Kau takut?” tanyanya lembut.
“Aku nggak takut,” bantah Trista. “Aku cuma… refleks.”
“Refleks menggenggamku?” Andra menaikkan alis, menyeringai.
“Kau jangan ge-er,” balas Trista sambil menarik tangannya, tapi telat. Andra sudah mengikat jari mereka seperti tali simpul.
“Lepas, Dra!”
“Kalau aku nggak mau?”
Trista melirik sambil menahan tawa. “Kau mau kupukul?”
Andra mengangkat tangan yang terikat jari mereka. “Silakan. Aku ikhlas disentuh.”
Trista refleks menutup wajah karena malu, tapi tawanya pecah juga. “Sumpah, Dra… kau ini benar-benar cowok paling menyebalkan yang pernah aku temui.”
“Tapi kau suka, kan?”
Trista terdiam, lalu mengangkat dagu sedikit. “Suka apa? Suka membuatmu gila?”
“Kau memang membuatku gila.” Andra menyandarkan kepala mendekati telinganya. “Gila dengan cara yang menyenangkan.”
Trista menggigit bibirnya, berusaha menahan senyum bodoh. “Hentikan… aku nggak mau pipi merah pas pramugari lewat.”
Seakan semesta mendengar, pramugari datang menawarkan minum. Andra bersikap super normal, sementara Trista tetap memalingkan wajah agar pramugari tidak melihat pipinya yang merona.
Begitu pramugari pergi, Andra langsung berbisik, “Kau lucu waktu gugup.”
“Aku nggak gugup.”
“Kalau begitu kenapa pipimu kayak lampu diskotik?”
Trista tampak ingin melempar sesuatu. “Kalau aku bisa buka jendela pesawat, kau sudah terbang keluar sekarang.”
Andra malah terkekeh. “Tris… aku suka sisi dirimu yang seperti ini.”
“Sisi yang mau melempar suaminya dari pesawat?”
“Yang itu juga, tapi aku lebih suka sisi ‘Trista asli’ yang rame, cerewet, dan bikin aku nggak berhenti pengin dekat.”
Trista mendadak terdiam. Dia menatap Andra lebih lama dari biasanya. Ada sesuatu di sorot matanya, hangat, tulus, sedikit bingung karena perasaan sendiri. “Aku juga suka sisi ‘Andra asli’,” ujarnya pelan.
Andra memiringkan tubuh. “Yang mana? Yang lembut? Yang romantis? Yang jago manjat jendela? Yang—”
“Yang bikin aku nyaman,” potong Trista cepat. Lalu ia buru-buru merapikan rambut. “Udah, jangan GR.”
Andra tersenyum lebar. “Aku tahu kau suka aku tapi pura-pura keras”.
Hening menyelimuti dalam sesaat.
“Tris?” Andra memanggil.
“Hm?”
“Aku janji… Bali bakal jadi liburan terbaik yang pernah kau rasakan.”
Trista menatap lurus ke depan, tapi suaranya pelan dan jujur. “Aku percaya.”
“Tapi kau tetap takut sama Regan?”
Trista selonjor santai. “Takut, iya. Tapi… kalau aku sama kau, rasanya lebih tenang. Entah kenapa.”
Andra tidak menggodanya kali ini. Ia hanya meremas tangan Trista pelan.
“Aku bakal lindungi kau.”
Trista menoleh pelan, menatap matanya. “Yah… semoga kemampuan lindungimu lebih baik dari kemampuanmu memanjat jendela semalam.”
“Hey! Itu aku lakukan demi kau!”
“Dan hampir jatuh ke taman!” Trista tertawa keras.
“Itu bagian dari perjuangan!” protes Andra tidak terima.
“Kau harusnya jadi pemeran stuntman film romansa murahan.”
“Aku pemeran utama di hidupmu,” gumam Andra.
Trista berhenti tertawa. Pipinya memanas lagi. “Kau serius ngomong kayak gitu?”
Andra menatapnya tanpa main-main. “Sangat.”
Untuk beberapa detik, dunia terasa sunyi untuk mereka berdua. Suara mesin pesawat memudar. Penumpang lain menghilang dari radar. Yang tersisa hanya tatapan mereka. Trista pelan-pelan menyenderkan kepala ke bahu Andra, gerakan kecil, tapi berat maknanya.
Andra tersenyum. Tidak menggoda. Tidak menggembar-gemborkan kemenangan. Ia hanya memejamkan mata sebentar, menikmati kedekatan itu.
Trista menelan ludah. Jantungnya berdebar kacau. Tapi saat melihat senyum tulus Andra, dia ikut tersenyum. Pesawat terus melaju ke udara, membawa mereka menuju Bali.