Di dunia di mana Spirit Master harus membunuh Spirit Beast untuk mendapatkan Spirit Ring, Yin Lian lahir dengan kekuatan yang berbeda: Kontrak Dewa. Ia tidak perlu membunuh, melainkan menjalin ikatan dengan Spirit Beast, memungkinkan mereka berkembang bersamanya. Namun, sistem ini dianggap tabu, dan banyak pihak yang ingin melenyapkannya sebelum ia menjadi ancaman.
Saat bergabung dengan Infernal Fiends Academy, akademi kecil yang selalu diremehkan, Yin Lian bertemu rekan-rekan yang sama keras kepala dan berbakatnya. Bersama mereka, ia menantang batas dunia Spirit Master, menghadapi persaingan sengit, konspirasi dari akademi besar, serta ancaman dari kekuatan yang mengendalikan dunia di balik bayangan.
Di tengah semua itu, sebuah rahasia besar terungkap - Netherworld Spirit Realm, dimensi tersembunyi yang menyimpan kekuatan tak terbayangkan. Kunci menuju puncak bukan hanya soal kekuatan, tetapi juga keberanian untuk menghadapi kegelapan yang mengintai.
⚠️pict : pinterest ⚠️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Namun Yin Lian tidak menyerah. Ia terus mengikuti petunjuk samar, berjalan melewati jalan utama, menyusuri gang kecil, hingga suara keramaian mulai meredup. Deretan toko mulai berganti menjadi bangunan tua, beberapa sudah reyot, dan lainnya seperti dibiarkan tumbuh liar bersama alam.
Pohon-pohon besar mulai merambat ke dinding-dinding batu. Akar menggulung seperti naga malas yang sedang tidur. Udara pun terasa lebih dingin, seakan menyimpan rahasia yang tak diinginkan oleh dunia luar.
Hingga akhirnya, di ujung gang yang nyaris tak berbentuk jalan, berdiri sebuah gerbang besi hitam. Beberapa bagian gerbang itu sudah berkarat, dan seluruh sisinya ditumbuhi tanaman merambat. Tapi di tengahnya, tergurat lambang misterius: lingkaran merah dengan satu mata vertikal di dalamnya—sebuah simbol yang terasa seperti sedang menatap balik ke arah siapa pun yang melihatnya.
Di depan gerbang itu, berdiri bangunan tua yang nyaris runtuh. Sebagian atapnya bahkan sudah hilang, dan jendelanya ditutupi papan kayu. Tapi di antara reruntuhan itu, tampak jelas satu kursi tua yang ditaruh begitu saja di tengah jalur masuk.
Seorang pria paruh baya duduk di sana, mengenakan jubah kelabu yang usang. Rambutnya panjang dan tak terurus, mata kirinya tampak tertutup bekas luka. Di tangannya tergenggam papan batu kecil, semacam buku catatan spiritual.
Anak-anak berusia dua belas hingga empat belas tahun berdiri berbaris di depan pria itu. Mereka tampak ragu, gugup, dan sesekali saling berbisik. Beberapa membawa kantung kecil berisi koin emas, lainnya membawa surat rekomendasi dari guru mereka.
Yin Lian ikut berbaris. Tangannya menggenggam tiga koin emas, seperti yang dulu Xu Feiyan katakan padanya.
Di depannya, seorang anak laki-laki maju ke depan.
"Nama," tanya si penjaga tanpa melihat.
"Chen Wu, usia 12, level power 23!"
Pria itu menjentikkan jari ke bola kristal merah di sampingnya. Bola itu memancarkan cahaya merah samar—tanda kalau kekuatan spiritualnya memang sesuai klaimnya.
Namun sang penjaga hanya mendengus. "Mundur. Terlalu rendah."
"A-apa?! Tapi aku sudah berlatih selama dua tahun penuh hanya untuk bisa masuk ke sini!" seru anak itu tak percaya.
"Dan itu membuktikan kau cuma manusia biasa," ujar si penjaga datar. "Akademi ini tidak menerima manusia biasa. Kami hanya melatih monster."
Kata itu menggantung berat di udara. Monster.
Beberapa calon murid langsung mundur, wajah mereka muram. Ada pula yang membanting surat mereka dan melangkah pergi dengan marah.
Yin Lian yang mendengar itu hanya menunduk sebentar. Ia tersenyum kecil.
Ucapan itu… kami hanya melatih monster… adalah kata-kata yang sama persis seperti yang pernah dikatakan oleh Xu Feiyan dulu. Seolah mengisyaratkan bahwa Infernal Akademi bukan sekadar tempat pelatihan biasa—tapi tempat untuk mengubah seseorang menjadi makhluk yang bukan lagi manusia dalam cara berpikir dan kekuatan.
Matanya yang biru menyipit sedikit, menatap bola kristal merah di depan. Aura miliknya sudah mencapai Level 30, dan dengan bantuan Selene, dua cincin ungunya melingkar sempurna di balik kulit tangannya. Ia tahu ia tak akan ditolak. Tapi… itu bukan satu-satunya ujian.
Karena masuk ke Infernal bukan hanya tentang angka.
Itu tentang keyakinan.
Tentang keberanian.
Tentang apakah kau siap kehilangan sisi kemanusiaanmu demi menjadi yang terkuat.
Dan Yin Lian tahu, dia sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang.
Ketika akhirnya tinggal dua orang lagi di depannya, napasnya perlahan ditenangkan. Wajahnya datar, tenang. Tapi hatinya mulai berdegup cepat.
Selene yang tersembunyi di balik roh spiritualnya bisa merasakan detak itu. Ia tersenyum tipis dari phantom Realm-nya.
"Waktunya menunjukkan siapa dirimu sebenarnya, Yin Lian."
Yin Lian melangkah maju. Rambut panjang hitamnya tergerai bebas di bawah sinar matahari pagi, kontras dengan jaket putih yang ia kenakan di atas pakaian birunya. Langkahnya ringan, tapi setiap gerakannya seperti membawa tekanan yang tak terlihat. Ia berdiri tepat di depan meja kayu tua, menatap lurus ke arah pria penjaga dengan mata biru jernih miliknya.
Tanpa sepatah kata, dia mengulurkan tangannya dan meletakkan tiga koin emas di atas meja. Bunyi dentingan logam itu menggema pelan di tempat sepi itu.
Pria itu, masih menunduk seperti sebelumnya, membuka mulut tanpa menatapnya.
“Nama dan level power.”
“Yin Lian. Level 30.”
Tangannya berhenti menulis. Kepalanya perlahan terangkat. Mata tajam itu kini menatap wajah gadis itu dengan jelas. Sekilas seperti tak percaya.
“Ulangi,” katanya pelan.
“Level tiga puluh,” ulang Yin Lian tenang.
Bola kristal di meja tiba-tiba menyala terang. Aura spiritual melingkari tangan Yin Lian. Dua lingkaran ungu muncul di sekitarnya—dua spirit ring ungu, bukti kekuatan kelas atas pada usia yang sangat muda.
Sebelum pria itu bisa berbicara, langkah ringan lain terdengar dari belakang.
Seorang gadis dengan rambut berwarna pink lembut yang tersanggul rapi ke belakang maju ke depan dan berdiri di sisi kanan Yin Lian. Dia mengenakan pakaian berwarna senada dengan nuansa bunga sakura. Senyumnya manis, tapi sorot matanya menyiratkan kepercayaan diri yang tinggi
Dia mengulurkan koin emasnya dan berkata lembut, “Ling Shu, level 26.”
Bola kristal kembali menyala, menunjukkan bahwa dia tidak berbohong. Aura spiritualnya terpancar halus namun tajam, seperti pedang yang tersembunyi dalam bunga sakura.
Seorang gadis lain maju. Rambut panjang berwarna coklat dikuncir tinggi dan disampirkan ke bahunya. Ia mengenakan pakaian hijau elegan seperti petarung hutan. Wajahnya tidak berbicara banyak, tapi ekspresi dinginnya menyampaikan: dia bukan gadis biasa.
“Yue Xian, level 27,” ucapnya singkat, dan menyerahkan koin emas dengan anggun.
Untuk pertama kalinya pagi itu, sang penjaga terlihat benar-benar terkejut. Dia mengamati ketiganya secara bergantian. Wajahnya menyiratkan ketegangan yang jarang ia tunjukkan.
“Tiga dalam satu hari…” gumamnya.
Dia menyandarkan punggung ke kursi dan menarik napas panjang. Matanya tertuju ke arah pohon besar tak jauh dari situ. Pohon itu tampak biasa, tapi jika diperhatikan, kulit kayunya tampak bergerak sedikit… seolah bernapas.
“Dai Yushen,” panggilnya pelan, namun cukup jelas. “Kau melihat ini?”
Dari balik pohon, terdengar suara tawa pelan. Seorang pemuda muncul perlahan, mengenakan jubah hitam dengan aksen merah di bagian ujungnya. Wajahnya tenang namun penuh rasa ingin tahu. Rambutnya diikat ke belakang, dan matanya yang berwarna abu-abu tajam memandang ketiga gadis itu seperti sedang menilai barang langka.
“Kukira kita hanya akan mendapatkan satu atau dua dari seluruh batch ini,” katanya sambil mendekat. “Tapi tiga sekaligus? Dunia benar-benar sedang berubah.”
Dia berjalan mengelilingi mereka sambil memperhatikan ketiga gadis itu dengan saksama.
“Yin Lian, Ling Shu, Yue Xian… semua punya level di atas 25, usia tepat dua belas tahun. Aura kalian... tidak lemah.”
Dia berhenti di depan Yin Lian, menatapnya paling lama.
“Kau sudah punya dua spirit ring berwarna ungu? Di usia segini? Kau… monster.”
Yin Lian hanya menatap balik tanpa emosi.
Dai Yushen tersenyum tipis. “Bagus. Kami tidak menerima manusia. Selamat datang… kalian bertiga diterima sebagai murid baru Infernal Akademi.”