Sudah dua bulan sejak pernikahan kami. Dan selama itu, dia—lelaki itu—tak pernah sekalipun menyentuhku. Seolah aku tak pernah benar-benar ada di rumah ini. Aku tak tahu apa yang salah. Dia tak menjawab saat kutanya, tak menyentuh sarapan yang kubuat. Yang kutahu hanya satu—dia kosong dan Kesepian. Seperti gelas yang pecah dan tak pernah bisa utuh lagi. Nadira dijodohkan dengan Dewa Dirgantara, pria tiga puluh tahun, anak tunggal dari keluarga Dirgantara. Pernikahan mereka tak pernah dipaksakan. Tak ada penolakan. Namun diam-diam, Nadira menyadari ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Dewa—sesuatu yang tak bisa ia lawan, dan tak bisa Nadira tembus. Sesuatu yang membuatnya tak pernah benar-benar hadir, bahkan ketika berdiri di hadapannya. Dan mungkin… itulah alasan mengapa Dewa tak pernah menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon heyyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21.Tempat Untuk Minum Teh
Tidak lama setelah percakapan kami di dalam mobil, akhirnya mobil berhenti di sebuah ruko besar bertingkat. Toko interior yang sangat ramai, kami turun dari mobil tanpa banyak bicara langsung masuk ke dalam dan melihat lihat.
Toko interior ini cukup lengkap, penuh dengan pajangan estetik dari yang paling sederhana, hingga yang bisa membuat orang berpikir berkali kali untuk membelinya.Aku dan Saka berjalan pelan, memperhatikan setiap barang yang kami lewati.
"Ini lucu ya?" Tanyaku sembari menunjuk sebuah kursi rotan berbentuk bunga, namun nampaknya Saka malah salah tangkap.
"Ini? Serius??" Tanya nya memastikan, aku melihatnya dengan alis yang sedikit mengerut, apa maksudnya, apa dia pikir seleraku kurang?. "Kenapa kamu butuh kursi berbentuk kaki di sebuah kafe, Nadira?" Tanya Saka dengan wajah anehnya.
"Seleramu...sedikit menjijikan," Sambungnya
Mulutku sedikit terbuka, saat Saka menunjuk sebuah kursi berbentuk kaki berwarna oranye terang.Kursi yang sangat aneh, bahkan ada detail kuku kakinya. Siapa yang ingin membeli barang seperti ini.
"Bukan yang itu Saka, tapi yang ini." Kata ku mengoreksi.
Di sana kami banyak melihat lihat, mencoba menduduki beberapa sofa kecil, Saka juga sangat membantu, dia memvisualisasikan bagaimana cara menggunakan cangkir teh yang benar, terlalu membantu hingga dia mempraktikkan kepadaku bagaimana caranya menyapu.
......................
Akhirnya selesai juga, mobil mengantarkan kami kembali ke rumah, tanpa basa basi setelah mengucapkan terimakasih, aku langsung masuk ke dalam rumah, kulihat disana tidak ada Dewa, maupun Kai, Mereka pasti sedang merokok di balkon, pikirku.
Biasanya saat mereka sudah mulai jenuh bermain di dalam rumah, pada sore hari mereka akan merokok di balkon, berjam jam hingga malam tiba. Aku tidak begitu menghiraukannya, aku menaiki anak tangga menuju kamar, sejujurnya kakiku terasa akan copot karena berjalan seharian.
......................
"Akhirnya selesai juga," Ucap Saka menghampiri Dewa dan Kai yang sedang merokok di balkon, asap rokok melayang layang di udara.
Saka langsung mengambil bungkus rokok di hadapan Dewa dan mengeluarkan sebatang rokok lalu membakarnya.
"Di mana dia?" Tanya Dewa dingin.
Saka menghisap rokok dalam lalu menghembuskan asapnya di udara.
"Entahlah, kamar, mungkin?" Jawabnya singkat.
Lalu hening seketika, cahaya dari matahari yang hendak terbenam menghangatkan kulit mereka yang terpapar sinarnya, gemerisik dari angin yang menerpa dedaunan, Tenang.
"Aku lupa menayakannya, Apa yang sedang kau bangun Dewa di halaman rumah mu?" Tanya Kai melirik Dewa.
"Tempat untuk Nadira duduk minum teh, semacam kafe kecil, entahlah..." Dewa meletakkan rokoknya di atas asbak kaca.
"Jadi, Nadira akan berjualan? membuka kafe?" Tanya Saka memastikan.
Mendengar itu Dewa terkekeh pelan, tertawa kecil namun cukup jelas untuk terdengar. Tapi entah kenapa tawa itu terdengar seperti sedang menghakimi pertanyaan Saka.
"Kau pikir aku akan membiarkan pagar rumahku terbuka, Membiarkan orang orang keluar masuk seenaknya ke halaman rumahku?...." Dewa kembali mengambil rokok nya dan lanjut menghisap batang rokok itu.
Saka dan Kai saling pandang, Lalu jika tidak ingin orang masuk ke halaman rumah kenapa di bangun di dalam pagar, pikir mereka saat itu, melihat wajah Dewa menunggunya untuk berbicara.
Dewa paham betul apa yang ada di pikiran mereka, bisa dilihat dari ekspresi wajah mereka yang sedikit mengganggu.
"Hanya untuk Nadira,....Entahlah, aku tidak mengerti kenapa wanita butuh tempat untuk sekedar minum teh," sambung Dewa membuang abu rokok ke asbak.
Lagi lagi Kai dan Saka saling lirik, seperti sedang menghakimi Dewa. Yang Seperti tidak peduli kepada Nadira tetapi membuatkan tempat khusus untuknya,di dalam pagar, agar Nadira tetap aman dan yang paling penting tetap terjangkau oleh sorotan mata Dewa. Sejauh ini mereka tau sebenarnya Dewa peduli, hanya saja dia tidak ingin orang tau dan Nadira menyadari bahwa dia peduli.
.hans bayar laki2 tmn SMA itu