Ye Xuan, Guru Para Dewa yang terlahir kembali, mendapati dirinya menjadi menantu yang tidak diinginkan dalam keluarga dan di hina semua orang. Namun, segalanya berubah ketika dia perlahan berubah. Tawaran pernikahan kedua datang, seorang wanita cantik dari keluarga kaya. Awalnya menolak, Ye Xuan kemudian jatuh cinta dan memutuskan untuk menikahinya. Sejak itu, dia memulai perjalanan untuk menjadi pria yang kuat dan kaya, tidak hanya untuk memanjakan istrinya, tetapi juga untuk mencapai kemahakuasaan. Dengan kemampuan alkimia, seni bela diri, dan kemahiran dalam musik, lukisan, dan kaligrafi, Ye Xuan bertekad untuk membangun kehidupan yang luar biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Soccer@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 : Menentang Duel Penatua!
Ekspresi Qiu Chengjing berubah drastis, tak menyangka bahwa aura Ye Xuan tiba-tiba melonjak ke tingkat yang begitu mengerikan.
Namun, Qiu Chengjing bukanlah orang biasa. Dengan refleks tajam, ia menghentakkan kakinya ke tanah, dan tubuhnya melesat mundur dengan kecepatan tinggi. Meskipun begitu, gerakannya tak cukup cepat. Angin tajam mendesir di udara, dan dalam sekejap, sosok Ye Xuan telah muncul tepat di hadapannya, seperti bayangan yang menembus waktu.
Ye Xuan kini jauh melampaui kecepatannya.
Ledakan!
Tanpa basa-basi, tinju keras yang dipenuhi kekuatan luar biasa menghantam langsung ke dada Qiu Chengjing dengan kebuasan yang sulit dipercaya.
Bang!
Suara berat bergema keras di seluruh Arena Hitam.
Semua mata terpaku, terbelalak melihat Qiu Chengjing—yang selama ini dianggap tak terkalahkan—dihantam mundur dengan kasar. Dalam satu pukulan, ia telah kehilangan keseimbangan dan berada di posisi terdesak.
"Kau sudah kehilangan akal, ya?!"
Ye Xuan melesat ke depan tanpa memberi kesempatan lawan mengatur napas. Tinju berikutnya menyambar lagi, seperti ledakan petir yang tak terhindarkan.
Ledakan!
Energi destruktif mengalir liar dari pukulannya. Retakan mulai muncul di tanah di bawah kaki Qiu Chengjing, seolah tak mampu lagi menahan kekuatan brutal tersebut.
Namun Ye Xuan sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
Tinju demi tinju menghantam turun dari langit, bagaikan badai kemarahan yang mengamuk tanpa belas kasih.
Bang! Bang! Bang!
Suara dentuman menggema berturut-turut, menindas segala suara lain. Detak jantung para penonton pun seakan ikut terhenti. Bukankah ini terlalu brutal?
Itu Qiu Chengjing—murid inti, sosok kebanggaan sekte!
Namun saat ini, dia tak ubahnya seperti karung pasir, sama sekali tak mampu melawan balik di hadapan keganasan Ye Xuan.
"Bunuh dia!"
"Hajar dia sekuat mungkin!"
"Persetan dengan murid dalam, berani menggertak Laozi!"
Melihat adegan brutal itu, Mo Fan tertawa lepas. Di wajahnya yang biasanya sembrono, kini tersungging senyum gila. Soraknya menggema, menyalakan semangat para penonton.
Bahkan Yaoyue, pria dingin yang terkenal tak pernah menunjukkan emosi, kini memperlihatkan seulas senyum kegembiraan di wajahnya. Sesuatu yang langka—dan menggetarkan.
Namun, tepat ketika ketegangan memuncak...
"Cukup!"
Suara berat dan penuh wibawa menghentikan segalanya. Bagaikan palu petir yang jatuh dari langit, memaku seluruh perhatian ke satu arah.
Mata semua orang serentak menoleh. Suara itu milik sesepuh penegak hukum dari luar Kuil Tianxing—sosok yang telah lama berpura-pura tak peduli, diam menyaksikan dari kursi tinggi di atas Arena Hitam.
Kini, tatapannya tajam dan agung, menembus kabut energi dan debu pertempuran di bawahnya.
Tapi Ye Xuan hanya melirik acuh tak acuh ke arah sesepuh itu, seolah wibawa sang penegak hukum tak lebih dari hembusan angin.
Dengan dingin, ia mengangkat telapak tangannya—dan menghantam ke arah Qiu Chengjing yang mulai terhuyung.
Qiu Chengjing, meski tubuhnya telah babak belur, tetap menggertakkan giginya. Dia murid inti, dia tidak boleh jatuh tanpa perlawanan. Dengan sisa tenaga, ia menyambut telapak tangan itu dengan kekuatannya sendiri.
Ledakan!
Kedua telapak tangan bertabrakan—seketika, gelombang kejut mengguncang udara.
Ye Xuan terdorong mundur oleh kekuatan pantulan, dan dalam satu gerakan ringan, ia mendarat di sisi Mo Fan.
"Pinjam pedangmu sebentar."
Tanpa menunggu jawaban, Ye Xuan langsung mengambil senjata spiritual Mo Fan yang tergeletak di samping. Tangannya mencengkeram gagang pedang itu, dan seketika aura di tubuhnya berubah drastis.
Aura haus darah, ganas, dan pekat menyelimuti tubuhnya. Dari seorang pejuang, kini Ye Xuan tampak seperti dewa pembantai yang baru saja keluar dari neraka.
"Mo Fan, aku akan mengajarimu jurus pedang!" ucapnya lirih, tetapi nada suaranya menggema di benak semua orang.
Aura kuat mengalir dan menyatu dengan pedang panjang itu. Pedang spiritual itu berdentang nyaring, seolah merespons pemilik barunya, lalu berubah—berkumpul menjadi satu pedang tajam tak tertandingi yang menyembur ke langit.
"Satu pedang saja."
Kali ini, suara Ye Xuan terdengar sombong, mutlak, dan penuh keyakinan.
Dan begitu kata-katanya selesai, pedang itu melesat.
Ia bukan sekadar mengayunkan pedang.
Pedang itu adalah niat membunuh yang dikristalkan.
Pedang itu adalah hukuman.
"Bagaimana mungkin..." Qiu Chengjing menatap pedang yang menyapu langit, wajahnya pucat pasi. Sebelum pedang itu menyentuhnya, jiwanya telah lebih dulu diguncang oleh ketakutan. Lututnya nyaris goyah, keberaniannya lenyap tak bersisa.
Di sisi lain, Yan Ruo, yang selama ini hanya mengamati dengan tenang dari tribun, akhirnya menunjukkan keterkejutan yang tak bisa disembunyikan. Matanya terpaku pada sosok Ye Xuan di tengah Arena Hitam, tubuhnya gemetar.
"Apa... aku telah salah menilai orang ini?" bisiknya pada diri sendiri.
Sosok itu bukan hanya kuat.
Dia adalah badai yang tak bisa dihentikan.
"Penegak Hukum Penatua, tolong selamatkan aku!"
Qiu Chengjing menjerit panik, suaranya parau dan putus asa. Wajahnya berlumur malu—tak tersisa sedikit pun wibawa seorang murid inti yang selama ini ia banggakan.
Di luar Aula Tianxing, wajah Penatua Penegak Hukum menggelap seketika.
Ia tak menyangka Ye Xuan akan tetap menyerang meski suara perintah telah keluar dari mulutnya. Sebuah penghinaan yang nyata.
“Apa dia benar-benar menganggapku tak ada?”
"Berani menantang otoritas? Bahkan di luar Istana Hukuman Surgawi, kelancanganmu tidak bisa dibiarkan!"
Aura spiritual dahsyat meledak dari tubuh Penatua, berubah menjadi pedang panjang berkilau emas, memancar cahaya tajam yang membelah udara.
Fluktuasi kekuatannya brutal dan buas—langsung menebas ke arah pedang Ye Xuan.
Dentang!
Sebuah dentuman tajam menggema keras di Arena Hitam, membuat jantung setiap penonton serasa diremas. Getaran pedang menyebar bagaikan gelombang kejut. Saat itu, semua orang terdiam dalam keterkejutan.
Bisakah Ye Xuan menahan serangan Penatua Penegak Hukum?
Perlu diketahui—penatua itu berada di puncak Ranah Qi Kekaisaran, eksistensi yang hampir tak tertandingi di antara murid dalam. Tak banyak yang berani menantangnya, bahkan dari kalangan elite.
Namun pedang spiritual itu kembali ke tangan Ye Xuan—tangannya tetap kokoh, tatapannya tetap dingin.
Penatua penegak hukum juga melayang turun, mendarat di Arena Hitam.
"Anjing tua!"
Ye Xuan mendongak dengan ekspresi acuh tak acuh, auranya dingin menggigilkan tulang.
"Begitukah caramu bertindak sebagai penegak hukum? Mengintervensi pertarungan pribadi dengan kekuatan absolut?"
Penatua menarik napas panjang, berusaha menahan emosi. Ia tahu, posisinya saat ini tidak menguntungkan.
"Hari ini, aku hanya datang untuk mengakhiri kekacauan. Qiu Chengjing telah kalah, maka biarlah urusan ini selesai di sini."
Namun Ye Xuan hanya tertawa pelan—tawa yang penuh kemarahan tertahan.
"Selesai begitu saja?"
Ia melangkah maju, menatap lurus ke arah sang penatua.
"Dan saat dua pengecut di belakangmu mencoba menyerangku diam-diam, apa yang kau lakukan?"
Penatua membalas tatapan itu dengan muram.
"Tindakan orang-orang itu bukan urusanmu. Aku yang memutuskan apa yang adil."
"Qiu Chengjing memang bersalah. Tapi temanmu juga mencampuri duel. Keduanya bersalah. Karena itu, aku memutuskan untuk mengakhiri semuanya di sini."
Ia menyapu pandangannya ke seluruh arena, nada suaranya tajam dan tegas.
"Siapa pun yang tidak menerima keputusan ini, akan aku tekan sendiri dan aku cabut fondasi kultivasinya. Jelas?"
"Setuju!" Qiu Chengjing buru-buru menimpali, suara lirih dan ketakutan.
Tapi Ye Xuan kembali tertawa.
Tawanya getir, penuh amarah dan ejekan.
"Ha... kalian ini benar-benar sarang ular dan tikus."
Ia menggeleng pelan, lalu mengangkat dagunya, menatap lurus ke arah Penatua Penegak Hukum.
"Kalau begitu, kau berani menjawab tantanganku untuk duel satu lawan satu?"
Kejutan tergambar di wajah sang penatua. Ia menatap Ye Xuan seolah lelaki muda itu telah gila.
Seorang kultivator ranah Istana Qi Tahap awal, menantangku...?
"Bagaimana pertarungannya akan berlangsung?"
Ye Xuan berdiri tegak, sorot matanya tajam menembus kerumunan. "Setengah bulan dari sekarang, aku menantang kalian bertiga untuk bertarung lagi di Arena Hitam."
"Bukan hanya pertarungan biasa—ini akan jadi pertarungan hidup dan mati. Kita selesaikan semua urusan hari ini di sana."
..."
Suasana di alun-alun mendadak hening.
Hening... hingga suara jarum jatuh pun seolah bisa terdengar.
Semua orang menatap Ye Xuan dengan mata terbelalak, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.
Kalau saja mereka tak menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa kuatnya Ye Xuan di pertempuran barusan, mereka pasti menganggapnya gila.
Menantang tiga penatua penegak hukum? Dalam duel hidup dan mati?
Apa dia sudah kehilangan akal?
Di sisi arena, Mo Fan dan Yaoyue juga tertegun.
"Saudara Ye...?" bisik Mo Fan, hampir tak percaya.
Namun, Ye Xuan hanya mengangguk tenang ke arah mereka. Tatapannya tak menunjukkan kegilaan, melainkan keyakinan yang membara.
Mo Fan dan Yaoyue saling pandang, lalu menarik napas dalam. Jika dia yakin... maka kami pun akan berdiri di sisinya.
“Kalau begitu, kami naik kapal ini bersamamu sampai akhir.”
Lalu, dengan senyum sinis, Mo Fan melangkah ke depan. "Bagaimana, kura-kura tua, nyalimu ciut?"
"Kami bertiga hanya di tahap awal Istana Qi, kalau kau takut, mundur saja dari jabatan penegak hukum dan pensiun dengan damai!"
Yaoyue menyusul, nada suaranya setajam bilah pedang: "Tak perlu sok gagah kalau cuma berani menindas yang lemah. Kalau kau memang punya taring, buktikan di Arena Hitam nanti."
Penatua penegak hukum mengertakkan gigi, matanya berkilat.
"Tiga bocah kurang ajar. Kalian ingin mati? Baik!"
"Setengah bulan dari sekarang, aku sendiri yang akan turun tangan. Akan kupastikan kalian bertiga lenyap dari Sekte Pedang Surgawi!"