yang Xian dan Zhong yao adalah 2 saudara beda ayah namun 1 ibu,.
kisah ini bermula dari bai hua yg transmigrasi ke tubuh Zhong yao dan mendapati ia masuk ke sebuah game, namun sialnya game telah berakhir, xiao yu pemeran utama wanita adalah ibunya dan adipati Xun adalah ayahnya,,.
ini mengesalkan ia pernah membaca sedikit bocoran di game love 2 dia adalah penjahat utama, ini tidak adil sama sekali
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aludra geza alliif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
berdebar
Pagi masih jauh. Bulan masih bergeser ke barat, dan bintang-bintang tetap setia di langit. Dalam dinginnya malam yang belum usai, Tang Heyu datang dengan langkah berat dan wajah kelelahan. Di tangannya, semangkuk mi hangat dengan irisan daging mengepul pelan.
"Zhong Yao, kau sudah bangun?" sapanya lirih.
Di belakangnya, Xiao Bao mengikuti sambil tersenyum. “Lu-ge, kau bisa ambil sendiri di belakang. Aku membuat banyak mi,” ujarnya. “Kami menginap di penginapan terdekat, jadi aku meminjam dapur dan memasaknya bersama Tang Ziyu.”
Zhong Yao duduk perlahan. Ia memang lapar, tapi tubuhnya masih terlalu lemah. Ia menyentuh mangkuk mi, tapi hanya menggenggam uapnya. Pandangannya menerawang ke langit-langit.
"Malam ini… panjang sekali," gumamnya, sebelum kembali tertidur dalam diam.
Setelah yakin tuan muda mereka benar-benar terlelap, Nona Liang dan Han Miao meninggalkan ruangan. Xiao Bao kembali ke kereta, berjaga bersama Ziyu. Mereka berdua tak tenang, masih khawatir Xu Hai An akan muncul kembali di tengah malam buta.
Di kamarnya sendiri, Lu Yu gelisah. Ia membalikkan tubuh ke kiri dan ke kanan. Han Muzi dan Zhu Xin, dua pengawal bayangan, berdiri seperti patung tanpa suara. Waktu terus berjalan, namun matanya tak mau tertutup.
Akhirnya, saat suasana benar-benar sunyi, Lu Yu menyelinap keluar dari kamarnya. Langkahnya hati-hati seperti kucing yang mencuri ikan asin tetangga. Dengan napas tertahan, ia masuk ke kamar Zhong Yao.
Ia duduk perlahan di sisi ranjang. Dalam keheningan itu, ia meraih tangan Zhong Yao yang masih terasa dingin dan lemah. Hatinya terasa hangat, tapi juga aneh. Seperti ada sesuatu yang tumbuh tanpa izin di dalam dadanya. Ia tersenyum diam-diam. Lalu, tertidur… masih menggenggam tangan itu.
Pagi menjelang. Langit mulai berubah warna. Zhong Yao membuka mata—matanya sudah jernih, tubuhnya terasa lebih kuat. Ia menggerakkan tangannya yang kesemutan… lalu menoleh.
Lu Yu tertidur nyenyak di sampingnya. Duduk, tapi seperti anak kecil yang kelelahan. Wajahnya tenang, bibirnya sedikit terbuka, napasnya teratur.
Saat itu, Xiao Bao masuk membawa semangkuk bubur.
Zhong Yao langsung memberi isyarat agar ia tidak bersuara dan menunjuk Lu Yu.
“Tu-tuan muda… ini?” bisik Xiao Bao, wajahnya bingung tapi juga geli.
“Letakkan saja di sana. Dan… jangan biarkan siapa pun masuk,” bisik Zhong Yao pelan.
Xiao Bao mengangguk cepat, lalu pergi dengan langkah ringan sambil tersenyum malu-malu. Zhong Yao kembali menatap Lu Yu.
Wajah itu… begitu dekat. Wajah yang entah kenapa… membuat dadanya berdebar. Ia menatap Lu Yu lama.
Dia kekasih pemilik tubuh ini, bukan? Tapi kenapa jantungku juga berdebar?
Apa aku sakit jantung?
Zhong Yao menutup mata. Tapi kali ini, ia tak tidur—ia hanya mencoba memahami isi dadanya yang tak pernah ia pelajari sebelumnya.
Cahaya pagi mulai menyelinap dari balik tirai, menyinari lembut wajah Lu Yu. Kelopak matanya berkedut pelan, lalu terbuka perlahan. Sesaat ia kebingungan, menyadari dirinya duduk bersandar… tangan kanannya masih menggenggam sesuatu hangat.
Ia menunduk, dan saat matanya bertemu mata Zhong Yao yang sudah terbuka, wajahnya langsung memerah.
“Kau… sudah bangun?” gumam Lu Yu, buru-buru menarik tangannya.
“Sudah,” jawab Zhong Yao datar, tapi sorot matanya menyiratkan keisengan yang menahan tawa. “Kau tidur di sini semalaman?”
Lu Yu mengalihkan pandangan, menahan malu. “Aku… hanya ingin memastikan kau baik-baik saja.”
“Hm.” Zhong Yao mendongak sedikit. “Tapi kau malah tidur nyenyak.”
“Aku tidak nyenyak!” bantah Lu Yu cepat. “Itu… cuma sebentar saja.”
Zhong Yao tersenyum kecil. “Kalau begitu… bolehkah aku juga tertidur di kamarmu nanti malam? Untuk memastikan kau juga baik-baik saja?”
“Zhong Yao!!” Lu Yu memelototinya, namun pipinya bersemu merah. Ia berdiri dengan cepat, hampir tersandung kursi. “Aku akan panggilkan tabib untuk mengecek keadaanmu.”
“Tidak perlu,” ujar Zhong Yao sambil menahan tawa. “Kau sudah cukup menyembuhkanku.”
Lu Yu mendengus dan pergi tergesa, tapi bayangan senyum kecil tetap tertinggal di wajahnya.
Begitu pintu tertutup, Zhong Yao menatap tangannya yang tadi digenggam Lu Yu. Ia menyentuh dadanya pelan.
Aroma bambu… dan persik…
Sial. Aku benar-benar jatuh cinta… dengan kenangan seseorang yang bukan aku.