“Leeeettts Partyyyyyy…” Teriak Ara dengan semangat.
Di Villa tempat Ara tinggal, kini telah berkumpul banyak orang yang tidak lain adalah teman – teman Ara. Dia mengajak teman – temannya untuk berpesta. Ini bukan yang pertama kali Ara mengajak berpesta teman – temannya di rumah, bahkan bisa dikatakan sudah terlalu sering. Tetapi hari ini adalah puncaknya, karena Ara dengan berani hampir menghabiskan seluruh uang pemberian deddynya untuk membeli barang.
.
Arabella Swan adalah anak pertama dari Antony Swan. Dia mempunyai seorang adik yang bernama Rosalia Swan.
Saat ini Ara duduk di bangku kelas 12 sekolah menengah atas di sebuah sekolah Internasional yang ada di negara Itali.
**
Lima orang lelaki yang memiliki good looking, good money dan good power dengan satu orang sebagai leadernya yang terkenal dengan julukannya ‘Devil Hand atau Ace’.
Mereka berlima adalah Max atau yang sering mereka sebut dengan ‘Devil Hand atau Ace’ sang leader, Alexi asisten Max, Leonid sang hacker, Kevin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca 15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 17
“Terimakasih! Siapa namamu?” karena orang itu memperlakukan Ara sopan maka Ara ingin berterimakasih dengan cara lain.
“saya sering di panggil X nona.” Belum sampai Ara berucap kembali, Dylan sudah mengeluarkan suara.
“Dasar wanita murahan!” Ara langsung menatap nyalang kepada Dylan. Dia bukan tipe wanita akan diam saja jika direndahkan.
Tanpa berucap Ara langsung berdiri dan memukul kepala Dylan botol air mineral yang tadi diambilkan oleh X. Namun karena Dylan termasuk anak buah Max yang memiliki reflek baik, ia lantas langsung menangkap botol air tersebut dan berdiri tepat di menghadap ke arah Ara.
***
Merasa apa yang Ara lakukan padanya sia-sia, Dylan menurunkan waspadanya.
Dengan gerakan cepat tangan Ara menjulur untuk mengambil botol air yang tadi akan ia pukulkan pada Dylan.
(coba ambil saja jika bisa) batin Dylan
Satu hal yang Dylan tidak tahu akan Ara, dia adalah anak yang cerdik.
Saat tau Ara akan mengambil botol minum itu, Dylan kemudian mengangkat tinggi tangannya. Dan tanpa Dylan duga tiba – tiba Ara menendang selangkangan Dylan dengan lututnya.
“Ouuuuhhhhhh…” Reflek Dylan menjatuhkan botol yang ia pegang dan langsung memegang masa depannya. Tak mau menunda kesempatan Ara menangkap botol itu. Dan berbalik pergi.
Dylan menatap Ara nyalang.
Namun sebelum Ara benar – benar pergi, ia berbalik dan menghadap ke arah Dylan dan berucap
“Itu hadiah untuk mulutmu yang suka merendahkan wanita!”
Setelah berucap Ara lantas langsung kembali ke kamar Max dan tidak memperdulikan Dylan yang masih kesakitan.
“Wanita Gila!” umpat Dylan
“Tapi kau memang keterlaluan Lan! Kau tadi mengatainya wanita murahan. Pantas jika dia marah padamu!” Leonid membenarkan akan tidakan yang Ara lakukan pada Dylan.
“iya… jika aku jadi dia, aku juga akan marah.” Lukas ikut menambahi ucapan Leonid.
“Sudahlah kalian diam saja! Lebih baik tolong aku saja, ini sakit sekali!” gerutu Dylan mengetahui kedua temannya tidak berpihak padanya.
“Lalu kami harus apakan juniormu itu? Panggil saja Merrisa untuk mengobatinya!” Alexi masih saja meledek Dylan.
Tapi bagi Dylan ledekan Alexi adalah ide yang bagus untuk menyembuhkan juniornya. Karena memang sudah satu minggu ini juniornya tidak mendapat pelayanan.
“Benar juga apa yang kau katakana Luc! Aku akan memanggil Merissa kemari!” tak perlu berlama – lama Dylan langsung memanggil Merrisa untuk bertemu di tempat biasa mereka melakukan transaksi.
Pov Ara
“Rasakan! Siapa merendahkan orang!” aku menggerutu sepanjang perjalanan menuju ke kamar.
“Ssshhhh… aduh punggungku agak nyeri! Jangan – jangan terbuka lagi!” begitu sampai di dalam kamar, aku langsung menuju ke kamar mandi dan berdiri membelakangi wastafel. Dan benar saja, ada noda merah di pakaian yang ku pakai.
Lantas aku langsung keluar dari kamar mandi dan mengambil Hp untuk menghubungi Max.
Tuuuut…
Tuuuut…
Tuuuut…
Tuuuut…
Max mengangkat panggilan dari ku, tetapi ia hanya diam. Jadi mau tidak mau, aku yang harus memulai pembicaraan.
“Apa kau sedang sibuk?”
“Tidak! Kenapa?” suara Max terdengar berat tapi menenangkanku. Entah kenapa hanya mendengar suaranya aku menjadi tenang. Tak ingin terlalu lama terhanyut, aku langsung menyampaikan tujuanku.
“Boleh aku meminta sesuatu? Aku ingin pelayan perempuan, aku ingin pelayan itu yang menggantikan perbanku tidak perlu dokter Cassandra, aku juga tidak mau Dylan mengawasiku lagi, aku juga mau kau memberikan bonus untuk X karena sudah mengambilkan aku air mineral”
Tidak menjawab permintaanku, tetapi Max malah merubah panggilan menjadi mode video call.
“Kenapa kau meminta pelayan perempuan?” tanya padaku saat mode panggilan video call sudah aku terima.
Terlihat Max masih berada di dalam mobil. Sepertinya ia baru saja sampai di bandara.
“tidak apa – apa” jawabku sambil membuang muka.
“Baiklah jika kau tidak mau bercerita, itu urusanmu! Lalu kenapa kau tidak mau diawasi oleh Dylan?” ia tidak mau memperpanjang pembahasan saat aku mengatakan tidak ada masalah.
“Aku tidak suka dengan lelaki yang suka merendahkan wanita!” jelasku
“Memang apa yang Dylan katakan padamu?” tanya Max lagi padaku.
“Kenapa kau tidak meng iyakan apa yang aku minta saja sih! Aku malas untuk membahasnya, anggap saja tidak ada sesuatu yang terjadi” ucapku sedikit tidak enak hati. Aku takut jika aku katakan yang sebenarnya nanti akan jadi perusah hubungan Max dengan dokter Cassandra dan juga hubungan Max dengan temannya.
“Kenapa mukamu seperti itu?” Max menyadari ada yang tidak beres dengan diriku.
“Arahkan kamera ke punggungmu!” Max menyuruhku dengan nada memaksa.
“Luka ku baik – baik saja!” aku berbohong padanya.
“Vin katakan pada pilot kita kembali ke Itali sekarang!” dengan seenak jidat Max menyuruh pilotnya untuk kembali ke Italia.
“Iya.. iya..” Aku langsung bergegas mengarahkan kamera depanku ke punggung.
“Vin telpon Cassandra untuk ke markas dan mengobati Ara!” Max langsung mengambil tindakan sepihak mengetahui lukaku kembali basah.
“Aku tidak mau diobati dokter Cassandra!” Karena malas bertemu dengan dokter Cassandra, tanpa sadar aku berteriak pada Max.
Max sedikit terkejut ketika aku berteriak padanya. Dan dapat aku lihat sepertinya Max memberikan kode pada El untuk jangan menghubungi dokter Cassandra.
“Kenapa kau tidak mau diobati Cassandra?”
Max langsung bertanya penuh selidik padaku.
“Tidak apa, aku malas saja!” Malu lah aku jika harus mengakui jika aku malas bertemu dengan dokter Cassandra karena malas mendengar ocehannya.
Mengetahui aku enggan untuk mengatakan yang sebenarnya, Max langsung menyuruh Kevin untuk menghubungi Cassandra saat itu juga.
“Vin, Suruh Cassandra ke markas sekarang!”
“Jangan! Jangan!.. iya.. iya..aku tidak mau di rawat dengan dokter Cassandra karena dia menyebalkan dan suka pamer kemesraan!” Akhirnya mau tidak mau aku pun langsung mengatakan yang sebenarnya tanpa pikir panjang.
“Ooohhh…” setelah itu, tanpa pamit Max langsung mematikan panggilan teleponnya.
“Apa maksudnya dia mengatakan Oh?” Aku jadi sedikit berpikir. “Jangan – jangan dia juga ingin ikut pamer kemesraan lagi!” Aku pun langsung meremas kuat jemari tanganku karena merasa jengkel dengan ulah Max dan dokter Cassandra.
“Oh iya, bagaimana dengan kabar di asrama ya? Pasti mereka semua kebingungan atau bisa jadi mereka mengira aku kabur.” Aku tiba – tiba teringat dengan Asrama.
“Tapi biarlah! Paling nanti ujung – ujungnya, ayah akan dipanggil dan aku akan mendapat teguran atau bisa jadi malah aku akan di pindah sekolah lagi!”
Tok!
Tok!
Tok!
“Permisi nona! kata Tuan Ace, Perawat ini yang akan bertugas menggantikan perban nona.” Ternyata tadi yang mengetuk pintu adalah X.
“Baiklah X! terimakasih banyak!”
“sama- sama nona!” X pun langsung meninggalkan kamar.
“Perkenenalkan Nona, nama saya Fara” Dia memperkenalkan dulu dirinya sendiri.
“Baik! Tapi sepertinya usia kakak lebih banyak dari pada aku. Jadi aku akan memanggil kakak, kak Fara”
“terserah nona saja!” setelahnya Fara langsung mengeluarkan peralatannya untuk memeriksan luka Ara.
semangat author dalam berkarya 💪