Sebuah cerita perjuangan hidup seorang ayah yang tinggal berdua dengan putrinya. Meski datang berbagai cobaan, selalu kekurangan, dan keadaan ekonomi yang jauh dari kata cukup, tapi keduanya saling menguatkan.
Mereka berusaha bangkit dari keadaan yang tidak baik-baik saja. Ejekan dan gunjingan kerap kali mereka dapatkan.
Apakah mereka bisa bertahan dengan semua ujian? Atau menyerah adalah kata terakhir yang akan diucapkan?
Temukan jawabannya di sini.
❤️ POKOKNYA JANGAN PLAGIAT GAESS, DOSA! MEMBAJAK KARYA ORANG LAIN ITU KRIMINAL LHO! SESUATU YANG DICIPTAKAN SENDIRI DAN DISUKAI ORANG MESKI BEBERAPA BIJI KEDELAI YANG MEMFAVORITKAN, ITU JAUH LEBIH BAIK DARI PADA KARYA JUTAAN FOLLOWER TAPI HASIL JIPLAKAN!❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Terimakasih
Suara tepuk tangan terasa memenuhi ruangan itu. Ayu turun dari panggung setelah membawakan puisi yang mampu membuat banyaknya orang di sana meneteskan air mata.
"Yu... Bapak juga sayang Ayu." Suara itu. Ayu langsung menoleh ke sumber suara yang sangat dia kenal. Bapaknya.
Lelaki yang masih memakai segaram kerjanya itu berdiri di ambang pintu. Membawa kotak kecil yang Ayu tahu itu adalah jatah makan siang bapaknya.
Bukan drama. Ini adalah hal yang memang terjadi. Saat seorang anak mengungkapkan apa yang dia rasa kepada orang tuanya, rasa sayangnya, rasa cintanya, kekaguman akan sosok yang menjaga mereka sejak dalam kandungan, pasti akan menjadi keharuan tersendiri kepada siapapun yang melihatnya.
"Katanya bapak enggak bisa dateng.." Ayu mengusap air matanya.
"Bapak enggak mau kamu sedih Yu." Ucap Teguh jujur.
Sebelumnya..
"Teguh, Ervin kemana?" Pertanyaan budhe Efa tak dijawab Teguh. Melihat ada yang ganjil, budhe Efa sengaja melempar pulpen di tangannya ke arah Teguh.
"Heh! Masih pagi udah ngelamun! Ada apa? Udah bosen kerja di sini? Ditanyain diem aja?" Memang seperti itulah gaya bicara budhe Efa. Dar der, omongannya selalu ngena ke usus dua belas jari.
"Maaf.. Budhe tanya apa?"
"Enggak jadi. Tuh manusia yang tak cari udah nongol!" Budhe Efa melihat Ervin masuk ke dalam toko dengan masker di pake di mata. Iya, di pake di mata.
"Kamu ini salah makan apa emang udah enggak waras? Sejak kapan masker tempatnya di mata?? Mau belajar gila apa udah jadi gila beneran?" Bentak budhe Efa menarik masker yang terpasang di mata Ervin.
"Aduuuh sakit lah!! budhe kenapa sih kok jahat banget sama aku? Dijepretin masker pagi-pagi sama budhe yang kurang tatih tayang, bakal bikin hariku sial sesial sialnya." Ucap Ervin memonyongkan bibir.
"Lagian siapa suruh pake masker di mata?? Enggak ada tempat lain hah? Kurang kerjaan!!" Bentak budhe Efa kesal.
"Mau ku taruh di hati budhe pasti udah penuh, penuh sama cacian dan hinaan untuk ku hahahaha" Jawaban itu membuat budhe Efa naik level dari kesel ke murka.
"Kamu bersihin semua meja kursi di sini, papan di depan sana itu turunin, di pantry ada beberapa kursi lama yang udah buluk kayak kamu, bersihin sekalian! Dan iya... Enggak usah ikut Teguh lagi sekarang, kamu di sini aja. Kalo emang enggak ada kerjaan kamu bisa nyapu parkiran, sama nyiramin kembang di depan itu!"
"Lho-"
"No protes!"
"Tapi aku-"
"Mau nambah lagi?"
"Aaaaah kesel!! Nyebelin lah, diajak bercanda enggak bisa! Nanti kalo mbak Gendis ke sini aku mau ngadu!!" Ancam Ervin tanpa takut.
"Itu bisa terjadi kalau kamu masih kerja di sini!" Makin ngotot.
Tak mau ada adegan meja kursi beterbangan, Teguh menyela perdebatan mereka.
"Vin, ayo aku bantu beresin pantry dulu.." Ajak Teguh menarik lengan Ervin menjauh dari budhe Efa. Kedua jari tangan budhe Efa bergerak seperti ingin mencolok mata Ervin dari jarak jauh.
"Aaah mas apa sih.. Aku kesel sama budhe Efa yang suka seenaknya itu!" Bukannya bekerja, Ervin malah duduk seperti anak gadis yang merajuk.
"Ya udah biarin aja.." Teguh mulai mengelap apa saja yang dia lihat.
"Huuft enggak betah aku kerja di sini. Tapi, cuma di sini yang gajinya gede. Bonusnya lumayan, temen-temennya asik, cuma ya itu.. Si bebegig sawah satu bikin ilpil mulu!" Bergerak mengambil sapu.
"Ya udah sabarin aja.." Teguh hanya menjawab sekenanya.
"Ada apa mas? Kok lemes banget.. Belum makan ya?" Tanya Ervin kemudian.
"Enggak.. Biasa aja." Teguh menghela nafas berat.
"Kenapa sih mas? Kayak orang paling susah sedunia aja lho kamu ini... Cerita mas, kalau aku bisa pasti tak bantu!" Sepertinya kepedulian tinggi memang sifat bawaan Ervin, bertolak belakang dengan sifat pembangkangnya jika berhadapan dengan budhe Efa.
"Vin.. Anakku sekarang lagi ada pentas seni di sekolah tapi, aku enggak bisa ke sana buat kasih dukungan ke dia.. Sedih Vin." Ucap Teguh masih dengan tangan mengelap meja.
"Lah.. Tinggal ijin aja, apa susahnya?"
"Kan aku udah sering ijin Vin.."
"Nambah sekali lagi enggak apa-apa kali mas, kesian lah anakmu." Ervin melihat budhe Efa yang masuk ke pantry. Dia yakin pasti tujuannya ingin memantau dirinya, beneran kerja apa enggak.
"Budhe.." Panggil Ervin tiba-tiba. Teguh menggeleng pelan, mengisyaratkan agar Ervin tak melanjutkan ucapannya.
"Opo? Kurang banyak kerjaan mu?" Jawab budhe Efa.
"Budhe punya anak berapa?" Tanya Ervin menarik kursi agar budhe Efa mau duduk. Berhasil, budhe Efa duduk di kursi yang diambilkan Ervin untuknya.
"Dua. Napa? Mau ngelamar jadi calon mantu ku? Jangan harap! Anakku dua masih kecil-kecil, kalaupun udah besar aku pastikan seleranya bukan kamu!"
"Halah... Siapa yang mau daftar jadi mantunya budhe lho lah.. Jadi gini, anaknya mas Teguh di sekolah ini lagi ada pertunjukan wayang. Nah mas Teguh harusnya kan dateng ya? Sebagai bentuk support, ya kan? Malah dia di sini.. Kerja paksa kayak gini. Kesian kan anaknya mas Teguh itu budhe? Bayangin deh kalo seumpama ada di posisi mas Teguh, anak budhe lagi ngedalang tapi enggak ada emaknya yang nonton.. Sedih kan? Nah.. Makanya-"
"Dua jam aja! Aku kasih ijin dua jam." Belum selesai Ervin menjelaskan, kalimatnya yang sebagian besar sebuah karangan dia sendiri itu langsung mendapat lampu hijau oleh baginda ratu.
"Ya Allah.. Serius budhe?" Tanya Teguh antusias.
"Iya. Lain kali ngomong langsung sama aku, jangan minta dia yang ngomong. Pusing palaku denger dia ngomong! Berbelit-belit!" Budhe Efa melepas kacamata tebalnya.
"Aaah budhe ilipiyuuu lah," Ervin membuat gerakan seperti ingin memeluk. Tapi, budhe Efa menatapnya dengan tatapan jyjyx (ji_jik).
"Oeee mas! Udah mau jam makan siang, tuh jatah nasi ku kasihkan anakmu aja! Nih kunci motor, biar cepet balik sini lagi!" Saat Ervin melempar kunci motornya yang langsung dibalas ucapan terimakasih berulang kali oleh Teguh.
Berbuat baiklah pada siapapun, di manapun, dan kapanpun. Kita tidak pernah tahu kapan kita akan mendapat ujian dari Allah SWT, di saat ujian untuk kita datang... Niscaya kebaikan yang telah ditabur sebelumnya akan dituai kemudian hari. Akan ada pertolongan dari arah mana saja, bahkan dari orang-orang yang tidak pernah kita duga dan tidak pernah kita kenal sebelumnya.
mgkn noveltoon bs memperbaiki ini..