NovelToon NovelToon
Tea And Sword'S

Tea And Sword'S

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Diam-Diam Cinta / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:461
Nilai: 5
Nama Author: Aludra geza alliif

yang Xian dan Zhong yao adalah 2 saudara beda ayah namun 1 ibu,.
kisah ini bermula dari bai hua yg transmigrasi ke tubuh Zhong yao dan mendapati ia masuk ke sebuah game, namun sialnya game telah berakhir, xiao yu pemeran utama wanita adalah ibunya dan adipati Xun adalah ayahnya,,.
ini mengesalkan ia pernah membaca sedikit bocoran di game love 2 dia adalah penjahat utama, ini tidak adil sama sekali

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aludra geza alliif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

topeng Giok

Rumah pengantin wanita itu tak terlalu besar, namun terasa sepi bahkan setelah peristiwa mengerikan tadi. Tidak banyak tamu yang datang—hal aneh untuk sebuah pesta pernikahan di desa yang biasanya meriah.

Zhong Yao, Lu Yu, dan Guo Jia menyusuri setiap sudut ruangan, mengamati detail kecil yang bisa saja luput dari mata awam. Tak ada musik, tak ada jejak makanan perayaan, hanya lantai yang bersih dan tirai merah yang mulai memudar warnanya. Seolah pernikahan ini hanya sebuah formalitas… atau mungkin jebakan?

Di kamar mempelai wanita, tempat mayatnya tadi dibaringkan, Zhong Yao berjongkok di dekat kotak mahar. Benda-benda tradisional: tusuk konde emas, cermin kecil, dan segulung kain halus yang diikat pita merah.

Namun ketika ia mengangkat lapisan bawah, ia menemukan sesuatu yang aneh—sebuah bumbung bambu kecil, polos dan ringan. Dengan hati-hati, ia membukanya. Hanya ada secarik kertas kecil di dalamnya.

Tulisannya hanya satu kata:

"Bersihkan."

Zhong Yao memandang surat itu dengan alis berkerut. “Bersihkan? Bersihkan apa? Nama? Aib? Rumah? Atau... darah?”

Lu Yu mengambil kertas itu dan mengamati seratnya. “Tinta baru... Tapi ini bukan tulisan tangan perempuan.”

Zhong Yao bangkit, matanya memicing. “Kalau ini bukan untuk si pengantin wanita... mungkin ini instruksi untuknya.”

Guo Jia yang sedari tadi memeriksa bagian dapur, kembali dengan wajah bingung. “Pelayan pengantin wanita... tak satu pun dari mereka ada di sini. Seperti menghilang begitu saja.”

“Tidak mungkin para pelayan kabur di tengah pesta,” kata Lu Yu. “Kecuali ada sesuatu yang membuat mereka takut.”

Zhong Yao menoleh ke arah pengantin pria yang duduk lesu di pojok ruangan. Ia mendekat dan menatapnya tajam. “Kau... di mana kau mendapatkan topeng giok itu?”

Si pria menoleh perlahan, matanya sembab.

“Itu... itu bukan milikku. Dia yang membawanya. Dia bilang itu warisan keluarganya. Tapi... aku curiga. Ia tak pernah mau menyebut dari siapa.”

Zhong Yao menyipitkan mata. “Dia memakainya sendiri? Atau ada yang memaksanya?”

Si pria menggeleng, suaranya pelan. “Dia bilang... malam sebelum pernikahan, dia mimpi didatangi seorang wanita bertopeng. Katanya kalau ia ingin bahagia... dia harus memakai topeng itu di hari pernikahan.”

Zhong Yao dan Lu Yu saling pandang. Aura di ruangan itu mendadak menegang.

“Ini bukan sekadar pembunuhan biasa…” gumam Zhong Yao, langkahnya pelan, seperti menapak kenangan asing. “Topeng ini... membawa kutukan. Atau pesan.”

---Setelah mengamankan rumah pengantin, Zhong Yao, Lu Yu, dan Guo Jia memeriksa daftar nama pelayan yang sebelumnya bekerja dalam acara tersebut. Anehnya, tidak satu pun dari mereka bisa ditemukan. Bahkan warga sekitar mengaku tak melihat mereka sejak pagi pernikahan.

“Pelayan-pelayan ini... tidak berasal dari desa ini,” ujar Guo Jia sambil menunjukkan daftar nama. “Dan nama-nama ini... terlalu rapi. Aku curiga palsu.”

Lu Yu mengetuk-ngetuk ujung meja. “Berarti seseorang dengan kuasa dan niat sudah mengatur semua ini sejak awal.”

Zhong Yao menyela, “Kalau begitu, kita datangi orang dengan kuasa paling besar di rumah ini... ibu mempelai pria.”

---

Nyonya Huang, ibu dari pengantin lelaki, adalah perempuan paruh baya dengan wajah kaku dan sorot mata tajam. Rumahnya berada di sisi barat desa, lebih megah dibanding rumah tetangganya—pertanda keluarga itu dulunya punya pengaruh.

Ia menyambut kedatangan mereka dengan sikap formal, namun tanpa duka di wajahnya.

“Turut berduka atas kehilangan anakmu,” ucap Lu Yu dengan nada dingin. “Namun kami perlu tanya beberapa hal.”

“Silakan,” jawab Nyonya Huang sambil mempersilakan mereka duduk.

Zhong Yao tak basa-basi. “Siapa yang menyewa para pelayan dalam pernikahan ini?”

Nyonya Huang menjawab ringan, “Itu urusan mempelai wanita. Saya tidak ikut campur.”

“Tapi pesta diadakan di rumah Anda,” timpal Guo Jia. “Dan bukti yang kami temukan... mengarah ke rencana yang sangat tersusun.”

Zhong Yao memicingkan mata, lalu berkata datar, “Dan topeng giok itu, dulunya milik seorang wanita... yang aku lihat pernah mendatangiku... waktu aku masih kecil.”

Nyonya Huang terdiam.

“Ah,” lanjut Zhong Yao sambil berdiri pelan, “aku memang bukan anak dari dunia ini. Tapi tubuh ini mengingat. Ada wanita dengan tawa aneh... menari di rumah besar, memakai topeng giok. Kau tahu siapa dia?”

Nyonya Huang menggenggam ujung bajunya. Tangannya mulai gemetar.

Lu Yu melihat itu. “Ibu si mempelai wanita dulu... pernah menjadi pelayan di rumah keluarga pejabat. Tapi ia diusir setelah skandal. Dan kita baru tahu—kau adalah istri dari pejabat yang mengusirnya.”

Zhong Yao melanjutkan, kini dengan suara tenang namun menusuk, “Jadi ini balas dendam?”

Nyonya Huang akhirnya berdiri, wajahnya pucat.

“Dia... ingin merusak anakku... seperti dulu aku dihancurkan. Tapi aku hanya... hanya ingin pernikahan itu batal. Aku tidak membunuhnya! Aku hanya mengganti pelayan-pelayan dan menaruh surat... aku tak tahu dia akan mati!”

Tangisnya pecah, namun ketiganya tak langsung percaya.

“Surat itu jelas perintah,” gumam Guo Jia. “Dan hanya orang yang tahu tentang bumbung bambu halus khas aristokrat yang bisa menyembunyikannya di mahar.”

Lu Yu mengangguk pelan. “Tangkap dia. Tapi tetap selidiki pelayan yang menghilang. Kemungkinan besar... mereka tahu lebih banyak daripada si ibu ini.”

Zhong Yao mendekat dan berkata lirih, “Ibumu... melindungimu dari banyak hal. Tapi kadang... yang disebut cinta itu, malah membawa petaka.”

Ia menoleh ke arah pengantin pria yang baru tiba di luar rumah, masih dengan mata sembab.

“Sekarang giliranmu jujur—apa yang sebenarnya kau ketahui tentang topeng giok itu... dan siapa yang menyuruh istrimu memakainya?”

Pengantin pria, Jian An, duduk gemetar di beranda rumah. Matanya masih merah, napasnya pendek-pendek. Di hadapannya kini duduk Zhong Yao, Lu Yu, dan Guo Jia. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma dupa sisa pembakaran jenazah.

Zhong Yao meletakkan topeng giok di meja di antara mereka. Cahayanya pucat kehijauan, memantulkan pantulan samar dari cahaya obor.

“Dari mana topeng ini kau dapatkan?” tanya Zhong Yao pelan namun tajam.

Jian An menelan ludah. “Itu... itu bukan dari keluargaku. Aku bahkan tak tahu kapan dia memakainya. Saat aku masuk ke kamar pengantin... dia sudah berbaring... dengan topeng itu menutupi wajahnya.”

“Lalu siapa yang memberikannya?” kejar Guo Jia.

“Ada... ada seorang wanita yang mengirim bingkisan tiga hari sebelum pernikahan. Katanya itu hadiah dari ‘keluarga lama’.”

Zhong Yao dan Lu Yu saling pandang.

“Keluarga lama?” gumam Lu Yu. “Kau tahu siapa yang dimaksud?”

Jian An menggeleng. “Kami pikir itu mungkin dari kerabat jauh calon istriku... tapi dia pun tak tahu pasti... katanya sempat melihat pelayan wanita yang mengantarkannya, matanya sipit, ada bekas luka panjang di pipinya...”

Zhong Yao terdiam sejenak, seolah memutar kembali memori yang kabur di kepalanya. Sosok wanita pelacur bertopeng giok... tawa tajam... dan luka di pipi.

“Aku mengenalnya,” bisik Zhong Yao. “Wanita itu dulu... sering datang ke rumah kami. Aku kira dia pelayan. Tapi... sekarang aku sadar, dia bukan pelayan biasa.”

Lu Yu melipat tangannya. “Kalau begitu, kita cari wanita itu. Dan kita cari asal topeng ini.”

Zhong Yao berdiri, membawa topeng itu di tangannya.

“Topeng ini,” katanya pelan, “adalah simbol. Dulu hanya digunakan oleh penari penghibur bangsawan di ibu kota... tapi setelah pembantaian istana Giok Beludru, semua penari itu lenyap. Kecuali satu...”

Guo Jia menyipitkan mata. “Kau pikir... ini peninggalan dari istana itu?”

Zhong Yao mengangguk. “Dan wanita yang membawakannya... mungkin satu-satunya penari yang selamat.”

Lu Yu menghela napas panjang. “Kalau dia terlibat... maka ini bukan sekadar kasus pembunuhan... ini konspirasi politik yang dalam.”

Dan malam itu juga, mereka memutuskan untuk membuka kembali catatan sejarah tentang istana Giok Beludru yang telah ditutup dari arsip istana selama dua dekade.

1
gezha allif
ah aku malah salting dewe
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!