Ini kelanjutan cerita Mia dan Rafa di novel author Dibalik Cadar Istriku.
Saat mengikuti acara amal kampus ternyata Mia di jebak oleh seorang pria dengan memberinya obat perangsang yang dicampurkan ke dalam minumannya.
Nahasnya Rafa juga tanpa sengaja meminum minuman yang dicampur obat perangsang itu.
Rafa yang menyadari ada yang tidak beres dengan minuman yang diminumnya seketika mengkhawatirkan keadaan Mia.
Dan benar saja, saat dirinya mencari keberadaan Mia, wanita itu hampir saja dilecehkan seseorang.
Namun, setelah Rafa berhasil menyelamatkan Mia, sesuatu yang tak terduga terjadi diantara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Aku minta maaf karena sudah merusak kamu, membuat kamu harus menanggung aib besar, dan sekarang kamu harus terbebani dengan adanya anak di rahim kamu, yang mungkin tidak pernah kamu harapkan."
Mia masih diam, menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut Rafa selanjutnya.
"Kamu boleh benci sama aku, tapi tolong jaga anak dalam kandungan kamu. Kasihan dia, dia tidak salah, dia tidak tahu apa-apa."
Rafa terdiam sejenak, menghirup udara dalam-dalam lalu berkata, "Kalau kamu tidak menginginkan dia, itu hak kamu. Aku akan membebaskan kamu setelah dia lahir," ujar Rafa dengan suara bergetar.
"Dan kamu bisa melanjutkan hidup setelahnya. Biar dia sama aku."
Tubuh Mia serasa meremang mendengar kalimat panjang dari suaminya.
Seolah hatinya diremas kuat dan hancur berkeping-keping. Bahkan saat ini air mata lolos begitu saja dari kelopak matanya.
Membebaskan setelah kelahiran anak mereka? Apakah itu artinya ... ah Mia tak tahan rasanya.
Dalam hitungan detik ia merasa sesak, seolah udara yang tersedia di kamar itu tak cukup baginya untuk bernapas.
"Aku minta maaf." Tangan Rafa mengulur membelai puncak kepala wanita itu. Lalu, perlahan mendekat, membenamkan kecupan di kening.
Lalu, tanpa banyak kata meninggalkan kamar. Menutup pintu dengan hati-hati dan tidak lagi menunjukkan kemarahan seperti tadi.
Rafa menghela napas berulang-ulang, bersandar di pintu dengan mata terpejam.
Hampir saja ia melakukan sesuatu yang bisa semakin menyakiti hati wanita yang paling ia jaga dalam hidupnya.
"Maafkan aku, Mia. Aku tidak berdaya."
Melangkah menuju kamar sebelah, Rafa masuk ke kamar mandi dengan pakaian masih utuh. Mengguyur tubuhnya dengan air.
**
"Aku tidak tahu lagi harus bagaimana lagi. Sepertinya ... aku akan menyerah," ucap Rafa pagi itu di sebuah kafe.
Brayn yang duduk di hadapannya itu tersentak.
"Jangan, Raf! Kasihan Mia. Beri dia waktu sedikit lagi. Dia hanya belum menyadari semuanya."
"Aku tidak mau ambil resiko. Semakin hari semuanya semakin memburuk. Mungkin memang ada baiknya kami terpisah. Aku takut akan semakin menyakiti dia."
"Dan anak kalian?"
Rafa menghela napas panjang. "Semalam aku bilang pada Mia akan membebaskannya begitu anak kami lahir."
"Raf, aku tahu kamu berada dalam posisi yang serba salah. Kalau aku di posisimu, aku juga tidak Aakan bisa berbuat apa-apa. Tapi, jangan terburu-buru mengambil keputusan."
"Aku tahu, tapi kasihan Mia. Aku melihat dia setiap hari menangis, aku tahu dia tertekan, dia malu, mentalnya tidak sedang baik-baik saja."
"Dan ... hanya aku yang bisa mengakhiri segalanya," imbuh Rafa.
**
**
Mia keluar kamar untuk pertama kalinya setelah kejadian semalam.
Seperti biasa, di pagi hari ia akan menemukan menu sarapan di meja yang dibuat Rafa untuknya, lengkap dengan sebuah catatan kecil.
"Aku minta maaf untuk kejadian semalam. Kamu makan, ya."
Mia terduduk di kursi, memandangi menu makanan di meja dengan perasaan yang sama sekali tak ia mengerti.
"Ya Allah, aku harus apa?" gumamnya pelan.
Jika biasanya ia mengabaikan menu sarapan buatan Rafa, maka kali ini berbeda.
Dorongan dari dalam hatinya seolah menuntun untuk menyantap menu buatan suaminya itu.
Ada potongan buah segar dan juga sup hangat yang lezat.
Mia benar-benar merasa perutnya membaik. Setelah makan, ia membersihkan sisa makanan. Beranjak keluar untuk membuang sampah.
"Sakit! Lepaskan!" suara dari unit sebelah berhasil mengalihkan perhatian wanita itu. Disusul dengan suara teriakan seorang lelaki penuh amarah.
Suara pecahan kaca menggema, kemudian terdengar seperti benturan benda keras di dinding. Tangisan seorang wanita yang memilukan terdengar dari sana.
Mia memang sempat mendengar tetangga sebelah mereka itu pasangan yang sering bertengkar. Kadang tidak tahu tempat.
Mia masih membeku saat pintu ruang sebelahnya terbuka dan memunculkan seorang wanita yang dipenuhi lebam pada wajahnya.
Membawa kantongan plastik yang ditebak Mia adalah sampah pecahan kaca.
"Kamu baik-baik saja?" Mia memberanikan diri bertanya.
Wanita dengan mata sembab itu menoleh dan tersenyum. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat.
"Ya, aku baik-baik saja. Maaf menganggu. Kami sudah biasa bertengkar. Suamiku kalau marah memang seperti ini."
"Maksudnya, memukul?"
Ia mengangguk.
"Dan kamu bertahan?"
"Kami sudah biasa berada dalam situasi seperti ini." Wanita itu masih tersenyum, sebelum akhirnya kembali ke unitnya sendiri dan menghilang di balik pintu.
Serta merta akal sehat Mia membandingkan antara suaminya dengan suami tetangga. Sangat jauh berbeda. Bahkan, Rafa sangat lembut dalam bertutur maupun bersikap.
"Apa aku sudah salah?" ucapnya dalam hati.
Mia tertegun beberapa saat, lalu masuk kembali ke apartemen. Menghabiskan waktu seharian di tempat itu hingga malam tiba.
Duduk di sofa sambil menunggu kedatangan suaminya.
Hingga terdengar suara bel berbunyi, alis Mia berkerut. Tidak biasanya Rafa menekan bel saat pulang.
Dengan segera ia bangkit, membuka pintu dengan tergesa-gesa. Berharap Rafa muncul dari balik pintu.
Namun, ia seketika tertegun di ambang pintu.
"Kenapa? Mengira yang datang suamimu?"
**************
**************
Dina sangat terkejut mia berkata istrinya dan mengandung anaknya, dina patah hati....
waktu interaksi dgn leon.