Dulu, Lise hanya ingin sekolah dengan tenang. Tapi sejak bertemu Kevin, pria dengan rahasia di balik setiap diamnya, semua berubah. Hatinya yang polos tak bisa membohongi getaran tiap kali Kevin menatapnya. Meski dunia Kevin gelap, Lise merasa hangat saat di dekatnya. Seolah... cinta itu memang tidak selalu datang dari tempat yang terang.
“Kalau dunia ini hancur besok, kamu bakal nyesel udah deket sama aku?” bisik Kevin di telinga Lise, jemarinya menyentuh lembut dagu gadis itu.
Lise tersenyum kecil, lalu menggeleng.
“Enggak. Karena sejak hari pertama kamu panggil nama aku, hidup aku mulai punya arti.” mata sayu nya menatap lembut pada pria yang telah mengambil hatinya itu.
------
Karya ini adalah hasil tulisan asli saya. Dilarang keras mengambil, menyalin, atau memodifikasi tanpa izin. Plagiarisme adalah pelanggaran serius dan tidak akan ditoleransi.
#OriginalWork #NoPlagiarism #RespectWriters #DoNotCopy
penulis_ Evelyne Lisha
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evelyne lisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 - kepribadian yang berbeda
"Benar-benar munafik," ujar Lise dengan pandangan yang merendahkan.
"Apa katamu!? Siapa yang munafik?"
"Bukankah kau dulu pengikut Viviana? Aku ingat saat pertama kali bertemu di kantin. Sepertinya kau juga agak senang saat aku menarik rambut Viviana dan mengusurnya ke ayam yang jatuh. Kau pasti sudah lama sekali ingin Viviana jatuh harga diri, kan?"
Lise tersenyum dengan nada menyindir. Tatapan Lise pun terlihat lebih jelas merendahkan.
"Kau! Lise!"
Ujar gadis itu kehabisan kata-kata, raut wajahnya mulai panik seakan akan kemungkinan buruknya baru saja terbongkar.
Lise menoleh sekejap pada Viviana sebelum kembali menatap gadis itu.
"Aku kenapa? Apa aku salah?"
"Huh! Aku akui aku memang sudah membenci Viviana dari awal. Jika begitu, kenapa, hah?"
"Jadi kau benar-benar munafik, ya..."
Ujar Viviana, menatap gadis itu dengan tajam. Hentakan kaki kembali terasa di punggung Viviana.
"Apa urusan sialan! Mau apa, hah! Tidak ada gunanya harga dirimu sekarang!"
Tanpa kata-kata, Lise menarik dengan kencang rambut gadis itu dan melempar gadis itu hingga jatuh. Hanya olengan satu hentakan.
"Hei, kau. Sepertinya kau belum tahu kalau aku membenci kekerasan atas perundungan yang sering dilakukan," ujar Lise dengan penekanan dinginnya, menghampiri gadis itu dan berjongkok.
"Pergilah sebelum kesabaranku habis."
Gadis itu menggeretakkan giginya sebelum menampar Lise. Ella juga yang ada di antara kerumunan gadis itu terkejut, sedangkan Lise hanya tersenyum lembut.
"Sepertinya kau yang menghabisi kesabaranku."
Prak!
Lise melilitkan tangan gadis itu ke belakang dan menahan lehernya dengan kuat, membuat gadis itu sulit untuk bernapas.
"Apa kau ingin tahu perundungan yang sebenarnya itu seperti apa?"
Tanya Lise dengan suara lantang, kembali mengeratkan rengkuhannya pada gadis itu.
"ukh ... ukh..."
Lise hanya tersenyum santai melihat gadis yang sudah sangat pucat wajahnya hanya dalam beberapa detik, sedangkan Ella dan Viviana gemetar melihat aksi Lise yang membuat gadis itu meronta-ronta, hampir kehilangan nafas.
Dengan santai, Lise melepaskan dan kembali berdiri, menepuk kedua telapak tangannya, membersihkan diri.
"Nah, kau bisa pergi. Ingatlah, ini hanya peringatan."
Ujar Lise, tersenyum membuat semua yang ada di situ merinding, gemetar.
Gadis itu meringis pelan, sekejap mata yang hendak marah, justru terkejut melihat wajah Lise yang berbeda dari yang tadi. Tatapan kematian dari Lise membuat gadis itu kaku
Lise menoleh pada Ella dan Viviana yang berwajah lebih pucat.
"Eh, kenapa kalian terlihat pucat begitu?"
"Lise benar-benar hebat ya,"
Revan yang datang setelah melihat kejadian itu dari awal pun tersenyum.
"Yah, begitulah."
Lise memberikan jabatan tangannya pada Viviana.
"Bangunlah, kau tidak pantas duduk begitu."
Viviana menerima jabatan tangannya dan berdiri.
"Ternyata kau cukup menyeramkan ya."
"Apa begitu?"
"Keren kau, Lise!"
Teriak Ella sambil memeluk Lise.
"Kuharap tidak terjadi padaku ya..."
Revan tertawa keras mendengar pernyataan Ella.
"Hahaha! Kau takut ya?"
"Tidak tuh,"
Lise tersenyum dan mereka berjalan menuju kelas, kecuali Revan yang berbeda kelas.
______
Ralph tersentak lalu tersenyum melihat apa yang baru saja dilihatnya.
"Wah, wah, wah. Rupanya begitu ya."
"Benar, dua minggu lalu identitas killer.k teracak-acak, kita kesulitan dengan itu, dan sampai sekarang kita tidak tahu betul siapa killer.k sebenarnya. Dan sudah kucari tahu siapa yang mengacak identitas itu. Ternyata setelah susah payah, gadis itulah yang melakukannya."
"Sepertinya dia bukan gadis biasa, ya. Waktu itu kau bilang, dia adalah anak kandung dari direktur Reiza Clark?"
Haven mengangguk mantap.
"Benar, dia anak kandung direktur Reiza Clark."
"Berarti, anak perempuan yang bersama direktur Rei itu bukan anak kandungnya, ya?"
"Benar, dia hanya anak perempuan tiri dari istri keduanya."
"Hmm... menarik sekali. Pantas saja anak perempuan yang disayanginya sangat bodoh. Cih, benar-benar jijik melihatnya."
Seorang pria masuk ke mobil itu. Gayanya elegan dengan kacamata seperti seorang profesor.
"Bagaimana, Steve?"
"Satu bulan lagi kau bisa masuk,"
Ralph tersenyum puas dengan jawaban itu. Mobil kembali melaju meninggalkan sekolah.
_____________________
Btw, sorry thor, itu ada bbrp paragraf yg ke ulang²/Frown/