Aku hanya seorang figuran dalam kisah cintamu. Tapi tidak apa-apa, setidaknya Aku masih bisa melihatmu. Aku masih bisa menyukaimu sebanyak yang Aku mau. Tidak apa-apa Kamu tidak melihatku, tapi tetap ijinkan Aku untuk melihatmu. Karena keberadaanmu bagai oksigen dalam hidupku. (Khansa Aulia)
*Update Senin-Sabtu
*Minggu Libur 😁
^ErKa^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 13 - Aku Menyukaimu
Aku menatap Alex dengan gugup. Mulutku menjadi kelu dan gagap.
"Jawab! Kamu kemana saja?! Kenapa Kamu berseragam tapi tidak ikut ujian?! Sebenarnya apa isi kepalamu?! Ini ujian akhir! Apa Kamu benar-benar tidak ingin naik kelas?! Hah?!"
Baru kali ini Aku melihat Alex marah. Kemarahannya membuat siswa-siswi yang lain menatap Kami dengan sangat aneh.
"Ikut Aku!" Alex menarik tanganku. Membiarkan sepedaku terparkir di bahu jalan. Alex membawaku ke gang sepi dimana tidak memungkinkan orang lain untuk tahu urusan Kami.
Alex menghempaskan tanganku dan memepetku ke tembok. Kedua tangannya dia letakkan di sisi-sisi tubuhku. Tinggi badannya yang mencapai 170 cm lebih sangat mendominasi tubuh pendekku. Aku terjepit, tidak bisa keluar dari kungkungan tangannya.
"Sekarang beri Aku penjelasan yang bagus. Aku akan memutuskan untuk memaafkanmu atau justru menghukummu."
Aku sangat dilema. Menceritakan hal seperti ini akan sangat memalukan. Alex memang tahu kondisi keluargaku dan pekerjaan ayahku. Tapi tidak bisa ikut ujian karena tidak bisa bayar SPP selama 6 bulan, bukankah terlalu memalukan untuk diceritakan pada orang lain?
"Ti-tidak ada penjelasan. Aku-aku memang sengaja tidak ikut ujian." Aku berusaha memberontak. Namun sekali menatap mata Alex, Aku langsung kalah.
"Yakin tidak mau memberitahu alasanmu? Melihat dari caramu memakai seragam, dan Kamu pulang tepat di saat sekolah bubar sepertinya ayahmu tidak mengetahui hal ini. Apa perlu Aku menyampaikan kelakuan anaknya ini terhadap beliau..."
"Ja-jangan!!" Serta merta tangaku menutup mulut Alex. Tatapanku memelas. Aku tidak ingin ayahku tahu dan membuatnya sedih. Bila beliau tahu, beliau akan terbebani dan akan merasa sedih karena tidak mampu menyelesaikan masalah putrinya.
"Aku menunggu." Ucap Alex dengan nada tidak sabar.
"Ba-baiklah. Aku akan menceritakan semuanya. Tapi Kamu harus janji satu hal..."
"Apa?"
"Tolong jangan katakan hal ini pada ayahku. Aku tidak ingin beliau sedih..."
"Tergantung isi ceritamu. Bila ini merugikanmu, kupikir baik bagi beliau untuk tahu..."
"Alex!! Please... Tolong jangan kasih tahu ayahku. Please... Please..." Aku benar-benar tidak ingin ayahku tahu. Aku memohon pada Alex dengan sungguh-sungguh. Bulir-bulir airmata murahan tampak akan mengalir dari mataku. Aku sungguh benci diriku yang lemah seperti ini!
Alex menatapku dengan tatapan menilai. Ada secercah rasa kasihan di matanya. Setelah menimbang cukup lama, akhirnya dia memutuskan untuk tidak memberitahu apapun cerita yang kualami.
Kami duduk di gang itu sembari bersandar pada tembok. Seolah-olah tidak mempedulikan seragam Kami yang kotor karena debu. Alex mendengarkan ceritaku dengan seksama. Raut wajahnya berubah-ubah. Sedih, kasihan, kecewa dan terakhir kemarahan!
"Berani-beraninya dia tidak mengeluarkan kartu ujianmu karena Kamu tidak bayar SPP?!! Siapa nama petugas itu?!"Alex bertanya dengan marah.
"Un-untuk apa Kamu tahu? Itu tidak akan berubah keadaan..."
"Ikut Aku!" Tiba-tiba Alex menarik tanganku, membuatku mengikutinya.
"Kita mau kemana?" tanyaku. Namun Alex tidak menggubrisku.
Alex membawaku memasuki area sekolahan. Feelingku sudah mulai tidak enak. Jangan-jangan Alex mau ke ruang TU? Dan ternyata benar...
"Alex, lepaskan Aku! Aku tidak mau masuk!"
"Masuk! Aku harus melihat wajah orang itu!"
"Alex, ini benar-benar tidak perlu..." Tapi Alex tidak menghiraukan kata-kataku. Dia tetap menarik tanganku dan berhadapan dengan beberapa petugas TU di sana.
"Siapa yang berani menahan kartu ujiannya?!" Alex mengangkat tanganku. Tatapan matanya tampak sangat marah.
Semua petugas di sana terdiam. Tampak tidak tahu harus berkata apa.
"Khansa, tunjukan padaku orangnya!!" Aku bersikukuh tidak menjawab pertanyaan Alex.
"Ayo Kita keluar dari sini. Aku sangat malu..."
"Aku tidak peduli!" Alex tidak mengindahkan kata-kataku. Kemudian dia kembali berpaling pada petugas-petugas itu.
"Begini saja. Keluarkan kartu ujian dia sekarang juga! Hari ini juga pembayaran dia akan lunas!! Atau kalau tidak, jangan harap kalian semua akan ada di sini esok hari!"
"Se-sepertinya ini ada kesalahpahaman Nak Alex. Ini murni miss komunikasi. Mungkin anak ini salah menafsirkan maksud Kami. Ini... Ini kartu ujiannya. Tolong jangan diperpanjang lagi... Saya harap tidak akan ada masalah lagi di kemudian hari..." Bu Nurul tiba-tiba berdiri dan memberi kartu ujian pada Alex yang menerimanya dengan dingin.
"Aku harap kalian mengatur ulang jadwal ujiannya. Aku tidak ingin dia tidak lulus karena kelalaian kalian!"
"Iy-ya... Kami akan mengatur ulang..." Alex sudah tidak menghiraukan perkataan bu Nurul lagi. Dia menarik tangan Khansa dan membawanya menjauh dari ruangan itu. Mereka kembali ke tempat dimana letak sepeda Khansa terparkir.
"Ini kartu ujianmu. Besok Kamu harus datang tepat waktu dan ikut ujian. Belajar yang rajin agar lulus semua ujian." Alex memegang kepalaku. Aku merasa sangat terlindungi. Mataku mulai berkaca-kaca karena haru. Entah mengapa pria ini selalu membantunya. Padahal seingatnya dia tidak pernah berbuat baik yang membuat Alex berhutang budi terhadapnya. Tapi Alex selalu baik dan baik, seolah-olah sedang memiliki hutang budi yang harus di bayar.
"Ta-tapi Aku tidak punya uang sebanyak itu. Ba-bagaimana caraku membayarnya?" Aku benar-benar melupakan fakta penting itu.
"Tenang saja. Di sekolah Kita ada perkumpulan orang tua asuh. Mereka bertugas untuk membiayai siswa-siswa berprestasi yang secara finansial butuh bantuan..."
"Tapi Aku tidak berprestasi. Bagaimana mungkin mereka akan membiayaiku?"
"Pasti ada. Percayakan semua itu padaku. Sekarang Kamu pulanglah. Persiapkan dirimu untuk ujian besok, oke?"
"Ap-apakah benar Aku sudah bisa ikut ujian? Apa benar tidak akan ada masalah?"
"Tidak akan ada. Kamu sudah memegang kartu itu sekarang. Jadi pulanglah dan jangan pikirkan hal yang lain." Alex mengambil tasku dan menaruh di keranjang sepedaku. "Cepat naik." Ujarnya dengan nada memerintah.
Bagai kerbau yang di cocok hidungnya Aku menaiki sepedaku.
"Terima kasih banyak ya... Aku tidak tahu bagaimana cara membalasmu..."
"Bukan saatnya berpamitan. Cepat naik. Aku akan mengikutimu dari belakang."
"Hah?"
Alex menunjuk sepeda motornya. Rupanya dia berniat membuntutiku dari belakang. Aku menolak dan berdebat, namun pada akhirnya kalah dan membiarkannya menang. Lagi-lagi Aku menuruti kemauannya.
Selama lima menit Alex membuntutiku dari belakang. Di menit ke enam dia sudah tidak bisa lagi bersabar. Akhirnya dia menyuruhku naik ke motornya dan membuat tanganku menahan sepedaku. Adegan ini sama persis dengan adegan ketika banku bocor. Alex memboncengku sementara tanganku menahan motor.
Lagi-lagi Aku merasa dunia menjadi milik berdua. Aku menghirup aroma tubuh Alex dengan kuat. Aku ingin memeluknya dari belakang. Namun Aku tahu siapa pemilik pria ini. Aku tidak berhak untuk melakukannya.
Setiap kali Aku berusaha menjauh, pria ini selalu berhasil membuatku kembali mendekat. Perasaan yang awalnya ingin kubuang jauh-jauh, akhirnya tumbuh semakin lebat. Rasa sukaku tumbuh semakin besar dan besar.
"Alex... Aku menyukaimu... Aku menyukaimu... Aku sangat-sangat menyukaimu... Kali ini Aku tidak akan menampiknya lagi. Aku akan menyimpan rasa ini sampai kapanpun juga. Terima kasih karena sudah hadir dalam hidupku. Kehadiranmu membawa pelangi dalam hidupku." Ucapku dalam hati sembari menatap punggung lebar itu penuh damba.
***
Happy Reading 🥰
akunya
Emg keren lu Thor/Ok/