NovelToon NovelToon
Serafina'S Obsession

Serafina'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Romansa Perdesaan / Mafia / Romansa / Aliansi Pernikahan / Cintapertama
Popularitas:49
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku hanya ingin bersamamu malam ini."

🌊🌊🌊

Dia dibuang karena darahnya dianggap noda.

Serafina Romano, putri bangsawan yang kehilangan segalanya setelah rahasia masa lalunya terungkap.

Dikirim ke desa pesisir Mareluna, ia hanya ditemani Elio—pengawal muda yang setia menjaganya.

Hingga hadir Rafael De Luca, pelaut yang keras kepala namun menyimpan kelembutan di balik tatapannya.

Di antara laut, rahasia, dan cinta yang melukai, Serafina belajar bahwa tidak semua luka harus disembunyikan.

Serafina’s Obsession—kisah tentang cinta, rahasia, dan keberanian untuk melawan takdir.

Latar : kota fiksi bernama Mareluna. Desa para nelayan yang indah di Italia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

03. Pesona Nelayan Mareluna

Sinar matahari siang yang terik memantul dari lantai batu teras rumah Nonna Livia, menyilaukan mata. Serafina duduk di kursi rotan, pikirannya masih melayang kepada insiden di padang rumput pagi tadi. 

Sensasi tangan kasar namun lembut yang mengangkatnya, serta bau campuran matahari, rumput, dan aroma maskulin yang melekat pada pria itu, masih terasa jelas.

“Nonn,” mulainya, mencoba bersikap kasual. “Tadi pagi ... ada seorang pria di padang rumput. Dia memakai tanktop, sangat tinggi dan kekar, rambutnya pirang. Dia membantuku saat aku jatuh.”

Livia, yang sedang merajut di sampingnya, mengangkat alis. Matanya yang bijak menangkap gelagat tertentu. “Oh, itu pasti Rafael De Luca. Anak Matteo dan Rosa. Keluarganya memang dikenal sebagai ‘keluarga pirang’ di Mareluna karena rambut mereka yang terang, berbeda dengan kebanyakan penduduk sini. Rafael itu pekerja keras. Suka melaut dan juga mengurus domba.”

“Apa rumahnya dekat dari sini?” tanya Serafina penasaran.

“Tidak. Rumah mereka di dekat pelabuhan. Lebih mudah untuknya yang harus melaut pagi buta atau kadang malam hari. Dari mana kau tahu soal dia?”

Serafina belum sempat menjawab, Elio yang sedang menjemur pakaian di gantungan depan rumah menyela tanpa menoleh. “Dia yang menyelamatkan putri kita dari serangan domba ganas tadi pagi.” Nadanya datar, tapi ada sengatan halus di dalamnya.

Serafina memerah. “ELIO! KENAPA KAU JEMUR pakaianku DI DEPAN? Harusnya di belakang!”

Elio berhenti sejenak, menatap sekeliling. “Lihatlah, Signorina. Semua orang di sini menjemur pakaian mereka di depan rumah, bahkan di pinggir jalan.” 

Memang, sepanjang jalan kecil, pakaian-pakaian sederhana berkibar dengan bebasnya, tak peduli ada celana dalam atau baju yang sudah tipis dan bolong. 

“Kita tidak lagi di Roma. Mesin cuci rusak, jadi aku mencuci dengan tangan.”

“D-dengan tangan?” Serafina hampir tercekik. “Kau mengucek pakaian mahalku dengan deterjen sachet?” Rasa frustrasinya memuncak. Dia berdiri, ingin sekali menyendiri. “Aku ingin jalan-jalan.”

“Baik, saya ikut,” ucap Elio, segera meletakkan jemuran.

“Tidak! Aku ingin sendiri!” bantah Serafina, tatapannya penuh tekad.

Elio ingin membantah, tetapi tatapan Serafina yang keras membuatnya mengalah. “Jangan pergi terlalu jauh. Cuaca sangat panas, nanti kulitmu menghitam.” Dia lalu mengambil payung dan memberikannya pada Serafina. “Bawalah ini.”

Dengan payung terkembang, Serafina berjalan menyusuri jalanan sempit yang dia lalui saat malam pertama di Mareluna. Dinding-dinding batu kapur dihiasi pot bunga berwarna-warni dan lukisan-lukisan rakyat. 

Kakinya akhirnya membawanya ke pelabuhan yang kini lebih sepi dibanding pagi hari. Dan di sana, di bawah bayangan sebuah perahu, dia melihat Rafael dan Mila.

Serafina mendekat, sedikit gugup. “Kalian sudah kembali ke sini? Tadi pagi aku melihat kalian di padang rumput.”

Rafael, yang sedang memilah ikan di jala, meliriknya sekilas. “Aku harus cepat berpindah. Laut tidak menunggu, dan domba-domba juga perlu makan.”

Mila, dengan polosnya menambahkan, “Kaka Rafa bisa teleportasi!”

Serafina tersenyum. Mila lalu mendekat dan mengulurkan sebutir permen karamel. Serafina menerimanya, sedikit geli melihat wajah mungil Mila yang masih belepotan ingus dan sisa makanan. 

Benarlah, keluarga De Luca semuanya berambut pirang, sebuah kontras mencolok dengan rambut coklatnya. Mata mereka, hijau keabu-abuan, seperti menelan cahaya laut.

Rafael mendekat dan dengan lembut menarik Mila sedikit menjauh. “Jangan terlalu dekat dengan orang kota, Mi. Mereka biasanya tidak suka bau ikan kita.” Sambil berlutut, dia merapikan ikat rambut dan poni Mila yang tebal. “Ingat kejadian tempo hari? Kau menabrak turis dan malah dimarahi karena ingusan.”

“Tapi kakak yang cantik ini kelihatannya baik,” bantah Mila, melirik Serafina.

Rafael hanya diam. Dia lalu membungkus beberapa ekor ikan dengan kresek hitam dan menyodorkannya kepada Serafina. “Ini untuk Nonna Livia. Dia suka ikan yang masih segar.”

Serafina menerimanya. Dinginnya es batu dari dalam box ikan yang ditambahkan ke kresek itu membuatnya berembun. Tiba-tiba, tanpa pikir panjang, Serafina berseru, “apa kau sudah menikah?”

Giada, si sulung De Luca yang lewat, hanya menunduk sopan kepada Serafina sebelum masuk ke dalam rumah.

Rafael meminta Mila untuk mengikuti kakaknya. Setelah adiknya pergi, dia berdiri tegak, menghadap Serafina sepenuhnya. Tubuhnya setinggi Elio, tetapi lebih berisi, otot-otot bahu dan lengannya terbentuk sempurna oleh kerja keras sehari-hari. Wajahnya dipahat oleh matahari dan angin laut, dengan tulang pipi tinggi, hidung lurus, dan bibir yang tampak lembut meski ekspresinya seringkali tegas. Mata hijau keabu-abuannya, warisan keluarga De Luca, memancarkan ketenangan dan kekuatan yang membuat Serafina sedikit terpesona.

“Belum,” jawabnya singkat.

Serafina memindahkan kresek ikan dan payungnya ke tangan kiri, lalu mengulurkan tangan kanannya. “Sera. Serafina Veraldi.” Dia menggunakan nama samaran yang disepakati.

“Tanganku masih amis,” peringat Rafael.

Serafina tetap mempertahankan tangannya terulur. Akhirnya, Rafael menjabatnya. Genggamannya kuat dan hangat. “Rafael De Luca.” Dia melepaskan jabat tangan. “Serafina ... nama yang indah. Hati-hati, jangan sampai orang menyangkamu Serafina Romano, putri tunggal keluarga terkenal yang kabarnya bersekolah di luar negeri. Wajahnya tidak pernah dipublikasikan.”

Jantung Serafina berdebar kencang, tapi dia mempertahankan ekspresi datar. “Aku Veraldi. Bukan Romano.”

Rafael mengangguk, lalu mengangkat box ikan yang penuh es batu dan ikan itu ke bahunya. “Mau mampir ke rumah?”

“Aku harus pulang. Sudah sore,” tolak Serafina dengan sopan.

Rafael mengangguk lagi dan berbalik. Sebelum benar-benar menghilang di balik pintu, matanya melirik sekilas ke arah Serafina, tepatnya ke bagian belakangnya. 

Serafina segera berbalik dan pergi, membawa serta payung, keresek ikan yang berembun, dan permen karamel lengket pemberian Mila yang tersenyum dan melambaikan tangan dari jendela.

...🌊🌊🌊...

Malam itu, kamar Serafina gelap. Rasa kram di perutnya datang beriringan dengan tamu bulanannya. 

Elio dengan sabar menemaninya, meletakkan botol air hangat yang dibungkus kain di perutnya sesuai petunjuk Livia yang sudah beristirahat.

Ketukan pintu terdengar pelan. Elio bergegas keluar. Di depan pintu, berdiri Rafael dengan pakaian yang lebih rapi—celana jogger dan jaket tebal. Dia menyodorkan segelas wadah berisi cairan herbal hangat yang dibungkus kresek.

“Ini untuk Sera,” ucap Rafael tenang. “Ramuan tradisional. Bagus untuk perempuan yang sedang datang bulan. Kakakku sering meminumnya.”

Elio menatapnya tajam. “Apa kau memata-matainya?”

“Tadi sore dia datang ke pelabuhan. Aku melihat noda merah di celananya. Itu saja,” jawab Rafael lugas.

“Apa maksudmu dengan semua ini? Kenapa kau peduli?”

“Di desa kami, kami hidup sebagai tetangga. Kami saling membantu. Mulai sekarang, biasakanlah.” Rafael lalu berbalik untuk pergi.

Elio meremas-remas keresek itu, ragu. Tapi penderitaan Serafina lebih penting daripada prasangkanya. Saat dia hendak menutup pintu, Rafael memanggil dari jalan di bawah, hanya kepalanya yang terlihat.

“Jangan beritahu Sera soal ... noda itu. Dia pasti akan malu jika bertemu aku lagi.”

Elio mengangguk singkat sebelum akhirnya masuk dan membawa ramuan itu untuk Serafina, meninggalkan Rafael yang menghilang dalam kegelapan malam Mareluna, membawa serta rahasia kecilnya tentang sepetak noda merah di celana seorang gadis buangan.

...🌊🌊🌊...

“Gadis Roma itu sangat cantik, ya?”

“Raf, kau yang biasanya cepat tanggap, kok diam saja? Jangan sia-siakan kesempatan.”

“Aku sedang fokus berdoa agar kakakku segera dinikahi Marco. Aku tidak boleh menikah duluan, bukan?”

...🌊🌊🌊...

Serafina Romano (160 cm, 19 th)

×

Rafael De Luca (190 cm, 25 th)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!