Jae Hyun—seorang CEO dingin dan penuh perhitungan—menikahi Riin, seorang penulis baru yang kariernya baru saja dimulai. Awalnya, itu hanya pernikahan kontrak. Namun, tanpa disadari, mereka jatuh cinta.
Saat Jae Hyun dan Riin akhirnya ingin menjalani pernikahan mereka dengan sungguh-sungguh, masa lalu datang mengusik. Youn Jung, cinta pertama Jae Hyun, kembali setelah pertunangannya kandas. Dengan status pernikahan Jae Hyun yang belum diumumkan ke publik, Youn Jung berharap bisa mengisi kembali tempat di sisi pria itu.
Di saat Jae Hyun terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya, Riin mulai mempertanyakan posisinya dalam pernikahan ini. Dan ketika Seon Ho, pria yang selalu ada untuknya, mulai menunjukkan perhatian lebih, Riin dihadapkan pada pilihan: bertahan atau melepaskan.
Saat rahasia dan perasaan mulai terungkap, siapa yang akan bertahan, dan siapa yang harus melepaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Coffeeandwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A Simple Wish
Riin dan Jae Hyun sama-sama melirik ke arah meja. Layar ponsel Jae Hyun menyala, menampilkan satu nama yang langsung membuat atmosfer di antara mereka berubah.
Youn Jung.
Udara di sekitar mereka mendadak menegang, dingin dan tidak nyaman. Tatapan Riin beralih dari layar ponsel ke wajah suaminya, mencoba membaca ekspresinya. Sementara itu, Jae Hyun hanya menatap layar itu dalam diam, bibirnya mengatup rapat, seakan ragu untuk mengangkat panggilan tersebut atau mengabaikannya begitu saja.
Jae Hyun segera mematikan ponselnya. "Maaf..." katanya akhirnya, merasa sedikit bersalah.
Riin menghela napas. Ia memang merasa tidak nyaman dengan gangguan itu, tapi ia juga tahu Jae Hyun tidak bisa mengontrol siapa yang meneleponnya. "Dia yang terus-menerus mengganggumu, untuk apa kau yang meminta maaf?" Riin meraih tangan Jae Hyun yang terkepal di atas meja, menggenggamnya erat. "Apa dulu dia juga selalu mengganggumu seperti ini?"
Jae Hyun menatap jemari mereka yang saling bertaut, lalu mengangguk pelan. "Sepertinya lain kali aku harus mematikan ponselku jika kita sedang menghabiskan waktu bersama."
Riin menggeleng. "Tidak perlu. Bagaimana jika ada telepon penting dari kantor atau keluargamu? Jika wanita itu masih saja mengganggumu, aku yang akan turun tangan membereskannya." katanya setengah bercanda.
Jae Hyun sempat terdiam sebelum akhirnya terkekeh kecil. Tatapan matanya yang semula dipenuhi kecemasan kini melunak, seolah lelucon ringan dari istrinya berhasil sedikit mengusir ketegangan di antara mereka. "Oh? Bagaimana caramu membereskannya?" tanyanya, memainkan jemari Riin yang masih berada dalam genggamannya.
Riin mengangkat dagunya sedikit, berpura-pura angkuh. "Tentu saja dengan caraku sendiri," jawabnya santai. "Kau lupa? Aku ini lebih galak darimu."
Jae Hyun tertawa kecil, lalu mengusap punggung tangan Riin dengan ibu jarinya. "Ah benar, aku baru ingat kalau aku memiliki istri yang galak." lanjutnya, merasa sedikit lega karena Riin tidak menunjukkan kemarahan sedikitpun.
Suasana makan malam kembali hangat. Namun, jauh di dalam benak Jae Hyun, ada satu pemikiran yang mengganggunya. Sejauh apa pun ia ingin menjauh dari Youn Jung, kenyataan bahwa ia masih memiliki tanggung jawab terhadap wanita itu tetap tak bisa ia pungkiri. Dan ia tahu cepat atau lambat, masalah ini akan menyeret Riin ke dalamnya.
***
Usai makan malam di restoran mewah, Jae Hyun dan Riin berjalan beriringan menuju mobil. Mereka sebenarnya tidak memiliki tujuan lain selain pulang ke rumah dan beristirahat setelah hari yang cukup melelahkan.
Jae Hyun membuka pintu mobil untuk Riin, memastikan istrinya duduk dengan nyaman sebelum beranjak ke kursi pengemudi.
Mobil Jae Hyun melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah mereka. Namun, di tengah perjalanan, Riin tiba-tiba saja menginginkan sesuatu. Ia menoleh ke arah Jae Hyun, terlalu ragu untuk memulai. "Jae Hyun~a..." Panggilnya pelan.
Pria itu melirik sekilas ke arah Riin lalu kembali fokus ke jalan. "Hmm?"
Riin menggigit bibirnya ragu, tapi akhirnya memutuskan untuk mengatakan apa yang sejak tadi mengganggu pikirannya, "Bolehkah kita mampir ke suatu tempat sebentar?" tanyanya dengan nada yang terdengar sedikit lebih manja dari biasanya.
Jae Hyun mengerutkan kening, sedikit penasaran. "Kemana?" tanyanya sambil memperlambat laju mobil, bersiap mengubah arah jika diperlukan.
"Myeongdong," ujar Riin terdengar antusias saat menyebutkan salah satu area paling sibuk di Seoul. Tempat itu memang dikenal sebagai surga bagi para pemburu belanja dan pencinta jajanan kaki lima. Ia bisa membayangkan keramaian khas Myeongdong, di mana aroma tteokbokki dan hotteok yang menggoda bercampur dengan hiruk-pikuk para pengunjung.
Lampu neon berwarna-warni menyala terang, menghiasi setiap sudut jalan dengan berbagai warna mencolok yang memantulkan nuansa kota yang tak pernah tidur. Meski malam semakin larut, keramaian Myeongdong justru terasa semakin hidup_orang-orang masih berdesakan di gang-gang sempit, bercengkerama sambil menikmati udara malam.
"Apa kau ingin berbelanja?" tanya Jae Hyun dengan nada penuh selidik, matanya mengamati wajah Riin, mencari tanda-tanda niat tersembunyi di balik permintaan sederhana itu.
"Tidak, aku hanya ingin sekali makan jajanan di sana," jawab Riin dengan nada ceria, matanya berbinar penuh semangat seperti anak kecil yang baru saja menemukan hal yang paling ia inginkan.
Jae Hyun menghela napas panjang, seolah mempertimbangkan permintaan itu. "Apa kau yakin?" tanyanya heran. "Apa hidangan makan malam di restoran tadi tidak cukup?" lanjutnya memastikan, mengingat bahwa hidangan makan malam yang baru saja mereka santap seharusnya sudah lebih dari cukup.
Riin mengerucutkan bibirnya. "Jenis makanannya kan berbeda. Aku juga belum pernah ke sana sejak tiba di Korea," tambahnya, yang lebih terdengar seperti rengekan alih-alih protes. "Tapi kalau tidak boleh ya sudah..."
Riin memalingkan wajah ke arah jendela, berpura-pura merajuk. Ia bahkan menyilangkan tangannya di dada sambil menarik napas panjang seakan ingin menunjukkan bahwa ia sedang kesal. Namun sebenarnya, ia sedang menunggu reaksi suaminya.
Jae Hyun menatap Riin sejenak, memperhatikan ekspresi di wajah istrinya yang masih memandang keluar jendela dengan pura-pura tak peduli. Ia menghela napas pelan, seolah tengah bergulat dengan pikirannya sendiri. Ia tahu persis bahwa jika ia menolak permintaan itu, Riin kemungkinan besar akan mendiamkannya sepanjang perjalanan pulang_atau bahkan lebih lama dari itu, mengembangkannya menjadi "drama kecil" yang selalu berhasil membuatnya menyerah.
"Baiklah... ayo kita ke sana," ujar Jae Hyun akhirnya, menyerah pada permintaan istrinya.
Riin masih berpura-pura merajuk, tetapi sudut bibirnya sedikit terangkat. Dalam hati, ia bersorak kegirangan. Jika dipikirkan lagi, ia tak pernah menyangka akan merajuk untuk hal sesederhana ini pada seorang CEO Colours Publishing. Pria yang seharusnya adalah bosnya di kantor dan memberinya perintah alih-alih mewujudkan keinginan-keinginan kecilnya.
***