Ana terpaksa menikah dengan seorang pria lumpuh atas desakan ibu dan kakaknya demi mahar uang yang tak seberapa. Pria itu bernama Dave, ia juga terpaksa menikahi Ana sebab ibu tiri dan adiknya tidak sanggup lagi merawat dan mengurus Dave yang tidak bisa berjalan.
Meskipun terpaksa menjalani pernikahan, tapi Ana tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan ikhlas dan sabar. Namun, apa yang didapat Ana setelah Dave sembuh? Pria itu justru mengabaikannya sebagai seorang istri hanya untuk mengejar kembali mantan kekasihnya yang sudah tega membatalkan pernikahan dengannya. Bagaimana hubungan pernikahan Ana dan Dave selanjutnya? Apakah Dave akan menyesal dan mencintai Ana? atau, Ana akan meninggalkan Dave?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dave merasa bersalah
Malam itu, Dave memanggil Andre ke rumahnya.
Saat Andre tiba di ruang kerja Dave, pria itu sudah duduk di belakang mejanya dengan ekspresi dingin. Tanpa basa-basi, Dave mengulurkan amplop berisi uang ke arah Andre.
“Ambil ini.”
Andre mengerutkan kening, menatap amplop itu dengan bingung.
“Apa ini?” tanya Andre yang merasa keheranan.
“Uang yang Ana pinjam darimu.” Jawab Dave tanpa ekspresi.
Mata Andre membulat sedikit, lalu tatapannya berubah tajam.
“Ana yang mengembalikannya?” tanya Andre lagi.
“Tidak. Aku yang mengembalikan. Jangan memberinya pinjaman uang lagi," ujar Dave dengan nada menekan.
Andre tertawa sinis, melemparkan amplop itu kembali ke meja.
“Jadi, kau marah karena Ana meminjam uang dariku?” tanya Andre diiringi dengan tawa mengejek.
Dave menatapnya tajam. “Dia istriku.” Tegasnya sekali lagi membuat Andre tertawa.
“Dan sebagai suami, kau tidak memberinya uang sepeser pun. Kau selalu mengungkit tentang mahar yang Ana sendiri tidak pernah menikmati uang tersebut. Dave, itu bukan uang mahar tapi uang hasil Lusi dan Ratna melakukan transaksi jual beli!"
Dave terdiam sesaat.
Andre mendekat, menekan kedua tangannya ke meja kerja Dave.
“Dengar, Dave. Aku tidak butuh uang ini.” Suaranya terdengar tajam. “Aku hanya ingin kau bertanggung jawab sebagai suami Ana. Kenapa kau memperlakukannya seperti ini? Kau tidak tahu sebesar apa luka di hatinya atas pernikahan ini."
Dave tidak menjawab, hanya menatap Andre dengan ekspresi datar.
“Dia bahkan tidak punya uang untuk membeli kebutuhannya sendiri, Dave. Apa kau tidak merasa bersalah?”
Dave tetap diam.
Namun, dalam hatinya, ia tahu Andre benar.
Tapi… ia terlalu keras kepala untuk mengakuinya.
Andre Kesal, ia menghela napas panjang, mengambil amplop itu kemudian membantingnya kembali ke atas meja dengan sangat kasar.
Ia menatap Dave dengan kecewa.
“Kau tahu, kalau bukan karena persahabatan kita, aku sudah menghajarmu sekarang.”
Setelah itu, Andre berbalik dan keluar dari ruangan tanpa menunggu jawaban dari Dave.
Saat pintu tertutup, Dave menatap kosong ke meja kerjanya.
Harga dirinya sebagai suami memang tidak bisa menerima kenyataan bahwa Ana harus meminjam uang dari orang lain.
Tapi di sisi lain…
Apakah ia memang sudah terlalu keterlaluan pada Ana?
Setelah Andre pergi, Dave terdiam di ruang kerjanya cukup lama. Pikiran tentang Ana dan ucapan Andre masih terus berputar di kepalanya. Namun, sebelum ia bisa tenggelam lebih jauh dalam pikirannya, pintu ruang kerja terbuka.
Ana berdiri di ambang pintu dengan ekspresi curiga.
“Kenapa Andre datang?” tanyanya langsung.
Dave menyandarkan tubuhnya ke kursi roda dan menjawab santai, “Tidak ada yang penting.”
Ana mengernyit, tidak percaya.
Tapi sebelum ia bisa bertanya lebih lanjut, matanya menangkap amplop uang di meja kerja Dave.
Ia mengenali amplop itu.
Itu adalah amplop yang diberikan Andre saat ia meminjam uang beberapa hari lalu.
Ana terkejut dan segera melangkah mendekat.
“Apa ini?” tanyanya penasaran.
Dave tidak menjawab, hanya menatap Ana dengan ekspresi dingin.
Ana mengambil amplop itu, membuka isinya, lalu menatap Dave dengan mata melebar.
“Kau mengembalikan uang yang kupinjam dari Andre?”
Dave menatap Ana tanpa ekspresi, lalu berkata pelan, “Aku suamimu.”
“Tapi kau bahkan tidak mau memberiku uang!” suara Ana meninggi. “Jadi sekarang aku harus bagaimana? Tidak makan? Tidak bisa membeli kebutuhan sendiri? Kau ingin aku hidup seperti itu?”
Dave tetap diam.
Ana menggenggam amplop itu erat, tubuhnya sedikit gemetar karena emosi.
“Harga dirimu terlalu besar, Dave. Kau tidak mau memberiku uang, kau melarangku bekerja, tapi kau juga tidak mau aku meminjam uang dari orang lain.”
Dave menatap Ana dengan tajam. “Karena aku tidak ingin istriku bergantung pada pria lain.”
Ana tertawa sinis, matanya mulai memerah karena menahan marah.
“Tapi aku juga tidak bisa bergantung padamu!" sentak Ana, nadanya meninggi seolah berani menantang Dave.
Suasana di ruangan itu menjadi begitu tegang.
Dave tidak menjawab—tapi di dalam hatinya, ia tahu Ana benar.
Ana menggertakkan giginya, lalu meletakkan amplop itu kembali di meja dengan kasar.
“Aku tidak butuh ini lagi. Setelah ini, entah mati atau hidup, aku sudah tidak peduli lagi pada diriku!"
Setelah mengatakan itu, Ana berbalik dan pergi dari ruang kerja Dave, meninggalkan pria itu sendirian dalam diam.
Setelah Ana pergi, ruangan itu kembali sunyi.
Dave menatap amplop uang yang masih tergeletak di meja. Biasanya, ia tidak peduli dengan perasaan orang lain. Tapi kali ini, wajah marah dan kecewa Ana terus terbayang dalam pikirannya.
Untuk pertama kalinya, Dave merasa bersalah. Ia menyandarkan kepala ke kursi roda, menutup mata, mencoba mengabaikan perasaan aneh yang mengusik hatinya.
Tapi sia-sia.
Suara Ana masih terngiang di telinganya.
"Aku juga tidak bisa bergantung padamu."
Kata-kata itu menusuk egonya.
Di sisi lain, Ana langsung masuk ke kamar dan mengunci pintu. Ia menjatuhkan diri ke kasur, menatap langit-langit dengan mata berkaca-kaca. Hatinya terlalu lelah.
Sejak menikah dengan Dave, hidupnya berubah menjadi lebih sulit. Ia bahkan harus menahan lapar hanya karena Dave menolak memberinya uang.
Sampai kapan ia harus bertahan?
Ana menghela napas panjang dan menutup matanya. Bagaimanapun juga, ia harus menemukan cara untuk keluar dari situasi ini.
Jika Dave terus memperlakukannya seperti ini, ia tidak akan tinggal diam.
___
Keesokan Harinya, Dave Melakukan Hal yang Mengejutkan. Pagi harinya, Ana terbangun lebih awal. Biasanya, ia harus mengurus kebutuhan Dave sejak pagi. Tapi kali ini, ia memutuskan untuk tidak peduli. Jika Dave lapar, biarkan dia mengurus dirinya sendiri.
Tapi saat Ana keluar dari kamar, ia menemukan sesuatu yang mengejutkan.
Di atas meja kamar, ada sebuah kartu dan amplop berisi uang. Ana mengambil kartu itu dengan ragu, lalu membaca tulisan singkat di atasnya.
"Gunakan ini untuk kebutuhanmu."
Tanpa tanda tangan.
Tapi Ana tahu, hanya satu orang yang bisa melakukan ini.
Dave.
Ana menggigit bibirnya, perasaannya campur aduk. Apa ini berarti Dave mulai berubah?
Atau hanya sekadar cara lain untuk mengontrolnya?
"Mimpi apa dia semalam sampai memberiku uang?" gumam Ana dalam hati.
Ana membuang napas panjang, tapi ia tidak peduli, yang penting sekarang Dave memberinya uang.
"Aku belum pernah memegang uang sebanyak ini. Lima juta, bahkan gajiku perbulan saja tidak sebanyak ini," ucap Ana yang merasa sedih setiap kali ia membayangkan dirinya bekerja selalu habis untuk kebutuhan rumah.
Ana bergegas mandi, rencananya ia akan pergi pagi ini. Tapi, sebelum pergi, Ana harus menyiapkan sarapan dan obat-obatan untuk Dave. semula Ana tidak ingin mengurus Dave, tapi setelah mendapatkan uang, Ana berubah pikiran.
eh.... ada lagi kak othor, dave kan lumpuh kenapa tiba² jalan😭
kalo aku jadi ana, pasti aku akan minta uang bulanan. taat boleh tapi kesejahteraan diri harus prioritas🤭🤣