Satu digit, dua, tiga, empat, lima, hingga sejuta digit pun tidak akan mampu menjelaskan berapa banyak cinta yang ku terima. Aku menemukanmu diantara angka-angka dan lembar kertas, kau menemukanku di sela kata dan paragraf, dua hal yang berbeda tapi cukup kuat untuk mengikat kita berdua.
Rachel...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cowo Gila Mana
"Aduh... Bisa-bisanya gua lupa ngambil handphone, aishhh Rachel bego...", kesalnya menjambak surainya sendiri. Ia menatap kesal ke arah tasnya yang hanya berisikan handphone kantor. Ponsel pribadinya masih tertinggal di laci meja kerjanya.
"Apa isi otak gua cuma ka Vano? Sampai sampai demi kenyamanan diri sendiri aja gua sampe abai begini. Aduh.... ". Keluhnya sudah berada di bandara Orion.
"Untungnya dompet gua ga ketinggalan. Ah udahlah." Palingan juga udah lowbat di teleponin Ka Vano. Lalu ia mendengar gema panggilan penerbangan menuju Adelard Town dan melangkah pergi.
🍀🍀
Sementara Vano sudah kalang kabut, pasalnya sudah tengah malam kekasihnya tidak kunjung pulang, tentang isi amplop putih itu entah bagaimana ia harus menyikapinya. Disamping ia merasa bodoh sekali tidak mengetahui apapun, ia merasa ada yang salah di hubungan mereka. Ia juga bingung. Apa yang salah? Sesadarnya ia tidak melakukan kesalahan apapun. Satu-satunya kesalahan yang ia ingat adalah membeli skin care dan refill kulkas berlebihan, apa memang karena itu?
Ia memacu mobilnya ke Numbers, hanya satpam yang berlalu lalang. Masih belum yakin, ia menuju ruangannya, sama sekali tidak ada presensi si cantik yang ia cari disana. Kantor mereka gelap. Ia bahkan ke apartemennya, hasilnya juga sama.
Banyak pesan yang ia kirimkan pada Rachel, pesan itu awalnya bercentang dua, sekarang malah menunggu.
Lengkap sudah, Vano benar-benar pusing.
Skip
Vano kembali ke Numbers setelah sebulan kurang tiga hari ia di rumahkan, dan sudah hari ke tiga Rachel tidak kelihatan lagi di Numbers. Selama tiga hari itu juga Vano seperti kehilangan arah. Direktur tampan spek kulkas dua pintunya kembali, irit sekali bicara, ekspresi wajah datar, senyumnya mahal sekali. Entah kemana hilangnya direktur mereka yang super duper humble selama kurang lebih setahun ini. Ia hanya bicara seperlunya, jika pun ada yang ia ajak bicara, hanya Mikhaela. Selama tiga hari itu ia hanya membolak-balik modul Numbers Kids yang dibelakangnya diselipkan sepucuk surat.
To Kak Vano
Maaf ngga bilang dari awal, aku ngerjain semuanya sendirian. Bukan maksudnya mau ngeduluin kamu, tapi aku cuma mau ngelindungin kamu.
Kak, aku minta kamu kembangin Numbers Kids seperti yang ada di modul ini, buatlah aku ngga tahu apa-apa soal pembuatan program ini. Tolong kerjakan seperti memang kamu perancangnya dan aku pemberita nya, pelajari sampe kamu paham, HARUS.
Aku udah jungkir balik buatin, kalo kamu ngga pro jalaninnya, wahhh sia sia panic attack ku come back. Pokoknya kamu harus jadi pemilik program ini, dan jangan pernah sebut-sebut namaku kalau program ini berhasil di Numbers. Ini harus!!!
Rachel ❤️🩹
"Yaang... Aku kangen... ", lirihnya duduk di kursi Rachel.
Deg
Dejavu
Laci meja kerja kekasihnya itu terbuka sedikit, jika dulu yang meraih atensinya adalah diary berwarna merah menyala, kali ini buku kecil berwarna lilac. Sreekk. Ia menarik pelan laci itu, dan HANDPHONE RACHEL... Mata Vano membulat sempurna.
"Aohhhh Rachel... ", ringisnya. Ponsel itu mati. Sembari mengisi saya, ia pun membuka buku kecil yang tidak pernah ia lihat sebelumnya itu.
" Sh!t.... Apa lagi ini... ", kesalnya.
Rachel menulis dengan bahasa yang dimana hanya ia yang paham membaca dan mengerti.
Contohnya :
March 3rd
What should I do kak Vano?
@x(+) t4+(+) @x(+) $1@p@, t@-p@ d1#1-t4 p(+) - @x(+) >(+)9@ #*-9*! t1 p0$1$1x(+)
x@#(+) t1d@x p*! <(+) b*! $@-<1w@! @, @x(+) @x@- p*! 91 t@-p@ ! 1b(+) t 😖🥺😥😢
Vano memijat pelipisnya, pusing. Kenapa wanita yang dibersamakan dengannya ini agak lebih tinggi levelnya dari pada level paling tinggi di Numbers. Berapa kali pun ia membolak balik halaman buku kecil semua hurufnya spek bacaan Alien. Hanya Rachel dan Tuhan yang tahu apa artinya.
Adelard Town
"Mau sampai kapan lu mendem disini kayak anak hilang? ", seru Jevon.
"Lu ngusir?".
"Dek, mending lu ke rumah aja deh, biar apa lu di apart gua. Mending lu di Orion kan sama mama papa."
"Ngga enak gua sama om sama tante."
"Sebenernya lu kenapa? Ada apa? Ngga biasa-biasanya lu begini. Lu kira gua ngga syok tiba-tiba ditelepon pake nomer baru, jam 12 malam, minta dijemput di bandara, sesampainya lu nangis didepan gua dua jam nonstop. Cowo brengsy*ek mana lagi yang nyakitin elu, Samuel lagi? Atau yang di kontak lu si Bukan Punya Rachel yang pake gembok itu? ".
Rachel diam, tapi matanya mulai berkaca-kaca lagi. Jevon menghela napasnya, memeluk perempuan yang ia klaim sebagai adiknya itu.
"Lepasin aja kalau sakit. Air mata lu rugi bener. Gua paksa gimana juga lu ngga bakal cerita."
"Bang, apa cewe yang ngga punya orang tua kayak gua, yang ngga punya harta, ngga punya tahta, ngga bisa ditulusin ya? Seujung kuku aja juga ngga papa?", tanya Rachel memandang jauh ke bawah sibuknya kota, karena ia berada di penthouse milik Jevon.
"Lu ngomong apa sih? Sekarang lu bilang ke gua cowo gila mana yang perlakuin lu kayak gitu, syukurnya bapak adopsi gua powernya unstoppable, biar gua blender sekalian, kalo sekelas Samuel mah bukan tandingan gua. Dulu juga karena lu mohon-mohon supaya gua ngga ikut campur, kalo ngga itu anak udah jadi kerupuk seblak."
"Lu tahu Numbers? ", tanya Rachel.
"Tahu lah. Tempat lu kerja, kenapa dia kerja disana juga? ".
" Iya."
"Divisi apa? Jabatannya apa?", Jevon tidak sabar lagi.
"Lu tahu CEOnya?".
"Iya, tahu. Perempuan kan."
"Iya."
"Lah terus?"
"Gua macarin direktur utama, anaknya CEOnya itu."
Deg
"Anjir.... "
.
.
.
TBC... 💜