NovelToon NovelToon
Haluan Nadir

Haluan Nadir

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Pengganti / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Jodoh adalah takdir dan ketetapan Tuhan yang tidak bisa diubah. Kita tidak tahu, siapa, di mana, dan kapan kita bertemu jodoh. Mungkin, bisa saja berjodoh dengan kematian.

Kisah yang Nadir ditemui. Hafsah Nafisah dinikahi oleh Rashdan, seorang ustaz muda yang kental akan agama Islam. Hafsah dijadikan sebagai istri kedua. Bukan cinta yang mendasari hubungan itu, tetapi sebuah mimpi yang sama-sama hadir di sepertiga malam mereka.

Menjadi istri kedua bertolak belakang dengan prinsipnya, membuat Hafsah terus berpikir untuk lepas dalam ikatan pernikahan itu karena tidak ingin menyakiti hatinya dan hati istri pertama suaminya itu. Ia tidak percaya dengan keadilan dalam berpoligami.

Mampukah Hafsah melepaskan dirinya dari hubungan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa Istri Kedua Kakak?

🍃🍃🍃

Usia mendengar cerita dari Rashdan, Raihan diam dengan kepala tertunduk, menatap tangan yang saling menggenggam erat di antara apitan lutut kanan dan kiri dengan raut marah ditahan tergambar. Ia tidak terima dengan perlakuan Rashdan terhadap kakaknya meskipun telah mendapatkan restu dan sang ayah juga tidak mempermasalahkannya. 

“Benar-benar tidak aku duga. Kakak sanggup melakukannya, apalagi ketika kondisi Kak Halma begini. Itu mimpi konyol, itu hanya bunga tidur,” ucap Raihan. 

“Kakak bisa memahami kemarahanmu. Maaf,” ucap Rashdan, meskipun merasa sepenuhnya tidak bersalah. 

Bagi Rashdan mimpi itu memang sebuah petunjuk, takdir yang sudah ditulis oleh sang pencipta dan diberitahu melalui mimpi. Namun, ia tidak ingin membahasnya bersama Raihan karena bisa memahami dan tahu bagaimana temperamen pemuda itu jika dilawan. 

“Mbak Halma memang tidak baik-baik saja. Aku yakin itu bukan hanya sakit biasa. Semua orang dilanda kecemasan dan Ustaz Rashdan juga tidak tenang akhir-akhir ini. Mengapa aku merasa sesuatu sengaja disembunyikan dariku?” Hafsah bertanya pada dirinya sendiri. 

Gadis itu menguping pembicaraan mereka dari pintu kamarnya yang sedikit dibuka. 

“Siapa wanita itu? Siapa istri kedua Kakak?” tanya Raihan, penasaran. 

Kedua kaki Hafsah melangkah mundur dengan wajah kaget dalam kebisuan. Tidak sengaja gadis itu menabrak Husein yang tengah berdiri memainkan mainan pesawat sampai bocah itu terduduk dan menangis. 

“Sayang … maaf,” ucap Hafsah sambil memutar badan ke belakang dan membantu Husein berdiri. 

Suara tangis anak itu menarik perhatian dua pria yang ada di ruang tamu. Mereka diam dan mengarahkan pandangan ke pintu kamar Hafsah yang sedikit terbuka. Mereka sama-sama berjalan menuju kamar itu dan melihat Hafsah tengah menghentikan anak itu menangis karena lututnya sakit. 

“Maafkan Kakak,” ucap Hafsah, merasa bersalah. 

“Husein kenapa?” tanya Rashdan sambil melangkah masuk, membiarkan Raihan masih berdiri di pintu kamar.

“Aku tidak sengaja menabraknya sampai jatuh, Ustaz.” Hafsah menunjukkan ekspresi merasa bersalah. 

“Ambil obat di laci meja,” suruh Rashdan sambil menggendong anak itu dari Hafsah. 

Gadis itu menganggukkan kepala dan mendekati meja, mengambil salep dari sana di kumpulan kotak obat. Raihan memperhatikan mereka dengan mata menyelidik, berusaha mencari kesimpulan dari tingkah mereka dan kemunculan Hafsah yang tiba dan tidak diketahui olehnya sebelumnya. 

“Tidak. Tidak mungkin Hafsah istri kedua Kak Rashdan, kan?” Raihan bertanya dalam hatinya setelah pemikiran itu terbesit di benaknya.

***

Pemikiran yang terbesit di benak Raihan mengenai Hafsah masih saja menggentayangi benaknya. Pemuda itu berdiri di samping kasur yang ditiduri Halma di rumah sakit, memperhatikan wajah kakaknya itu yang pucat tak berdaya. Siapa sebenarnya istri kedua Rashdan? Rasa penasaran membuatnya jenuh sampai akhirnya memilih meninggalkan kamar inap Halma. 

Pertanyaan yang dilayangkan kepada Rashdan mengenai istri kedua pria itu tidak terjawab. Kebetulan Rashdan mendapatkan sambungan telepon tadi yang membuat ustaz muda itu meninggalkan rumah dalam keterburu-buruan. 

Di lobi rumah sakit Raihan melihat Rashdan berbicara bersama seorang wanita yang hijabnya tidak terlalu panjang, mereka berbicara di halaman rumah sakit. Rashdan menyodorkan beberapa lembar pecahan seratus ribu kepada wanita itu. 

“Mungkinkah wanita itu?” tanya Raihan, dalam hati. 

Usai memberikan uang itu, Rashdan berjalan memasuki mobil yang dikemudikannya, kebetulan tengah terparkir di sampingnya. 

“Kenapa Kak Rashdan tidak menemui Kak Halma? Bukankah dia baru sampai?” Raihan dibuat berpikir keras. 

Dahi Raihan mengerut saat berpikir. Lalu, memperhatikan wanita yang tadi diberi uang oleh kakak iparnya itu. Wanita yang tampak seusia Halma itu memasuki rumah sakit, berjalan melewati Raihan menuju kamar Halma berada. Bodohnya pemuda itu hanya diam karena tercengang oleh wujud wanita yang menjadi pertanyaan di benaknya itu. 

Ketika hendak menghampiri sambil memanggil wanita itu, deringan telepon dari saku celananya menahan itu semua. Kebetulan orang yang menghubunginya salah satu dosen di kampusnya yang tidak bisa diabaikan olehnya. 

Dengan kesal Raihan menatap layar ponsel dan berbicara, memfokuskan indra pendengaran dan pandangan ke arah luaran rumah sakit. 

“Baik,” ucap Raihan setelah diam mendengar orang yang menghubunginya berbicara panjang lebar, yang tampak membuat pemuda itu kesal. 

Setelah itu, Raihan berjalan keluar dari rumah sakit. 

Baru beberapa menit pemuda itu keluar dari pintu utama rumah sakit, Hafsah masuk. Mereka tidak berpapasan karena berada di dua sisi yang berbeda, halaman rumah sakit itu cukup luas. Gadis itu menemui resepsionis rumah sakit untuk mempertanyakan keberadaan kamar Halma karena belum pernah bertemu wanita itu sejak malam di mana istri pertama suaminya itu dirawat di ruang darurat. 

“Terima kasih,” ucap Hafsah setelah menemukan tempatnya. 

Gadis itu berjalan ke arah lorong bagian kiri dari lobi rumah sakit tersebut. 

Sampailah Hafsah di kamar yang dicarinya. Gadis itu menatap nomor dan nama kamar tersebut. Kemudian, tangan kanannya diangkat untuk menggenggam daun pintu, untuk membukanya. Namun, sebelum tangannya menyentuh benda yang terbuat dari besi itu, Hafsah memberhentikan aksinya karena mendengar pembicaraan seseorang yang ada di dalam. 

“Kanker darahnya sudah parah. Dia tidak mau diobati dengan cara apa pun kecuali mengonsumsi obat. Entah apa yang ada di benaknya,” ucap Dokter Syarifah, berbicara kepada wanita yang tadi menerima uang dari Rashdan. 

Mereka berbicara dengan posisi berdiri di samping kasur yang ditiduri Halma. Wanita itu dalam keadaan masih tidur dan tidak mendengar pembicaraan mereka. 

“Mungkinkah karena kehadiran istri kedua suaminya?” tanya wanita itu. 

“Entahlah Mbak Ulfa. Sebelumnya dia setuju melakukan pengobatan yang lebih dari sekedar obat. Tetapi, beberapa hari setelah menyetujuinya, dia membatalkannya dan mengatakan menerima takdir. Dia bilang, sejauh dan sebanyak apa pun berobat, jika ajal sudah menjemput, semua tidak bisa dicegah. Dia terdengar pasrah,” ucap Syarifah dengab wajah prihatin menatap wajah pucat Halma. 

“Halma memang orang yang baik sampai tidak memikirkan dirinya sendiri,” ucap wanita itu yang bernama Ulfa, teman dekat Halma dan Rashdan. 

 

Tubun Hafsah membeku mendengarnya, laku bergetar dalam perasaan merasa bersalah. Kedua bola mata gadis itu berkaca-kaca sampai akhirnya cairan bening menetes di pipinya. 

“Semua karena aku?” Hafsah bertanya pada dirinya sendiri. 

Hafsah tidak jadi memasuki kamar tersebut. Gadis itu berjalan keluar dari rumah sakit dalam kondisi menangis tanpa suara, hanya tetesan air mata lebat membasahi pipinya dengan tangan yang terus-menerus mengusapnya. Beberapa orang yang dilewatinya memperhatikan, menanam rasa bingung di benak mereka. 

Tidak sengaja Hafsah menabrak Raihan di teras rumah sakit. Langkah gadis itu terhenti dan meminta maaf sebelum sadar orang yang ditabraknya adalah Riahan yang baru datang dari kantin rumah sakit. 

“Maaf,” ucap Hafsah dan mendongak pandangan setelah mengusap air mata untuk terakhir kalinya. 

“Hafsah,” lirih Raihan, kaget. 

Gadis itu terdiam, lalu menunduk kepala dengan ekspresi bingung tergambar di wajahnya. Mengapa? Hafsah mencari dan tidak menemukan alasan untuk menyembunyikan apa yang dilihat pemuda itu dari tangisnya.

1
Sofian
lama ya baru up lagi,lagi penasaran jga🫢
Fitri Nur Hidayati
iya pak syahril. kalo mau pisah beneran ka nunggu debay nya lahir dulu.
Fitri Nur Hidayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
semangat ya thoor , cerita keren....💪
Hilda Hayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
hmmmm...ribet bet bet.,.🤦🤦🤦
Hilda Hayati
jangan lama2 min kelanjutannya keburu lupa alurnya
Hilda Hayati
keren ceritanya, islami, biin penasaran.
Hilda Hayati
kapan kelanjutannya min, penasaran gmana jadinya hub mereka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!