Kakak Angkat I Love You

Mereka berdua kembali ke tempat Reza dan Siena berdiri. Airin memegang tangan Reza, memberi isyarat bahwa semuanya sudah beres. Vino menatap Siena dengan perasaan campur aduk, menyadari bahwa hubungan mereka mungkin tidak akan pernah sama lagi.

"ayo pergi!" ajak vino dingin membuat Siena bingung, tapi Vino segera menarik tangan Siena meninggalkan Reza dan Airin.

Siena pasrah saat vino menarik tanganya dan membawanya ke mobil, begitu sampai di dalam mobil dan vino meminta sopir untuk menjalankan mobilnya barulah Siena berani bertanya.

"Ada apa kak?" tanya Siena hati-hati.

"Aku dan Airin, kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami." ucap vino datar, seolah pria itu tidak merasa kehilangan.

Berbeda dengan Siena, "Kak, kenapa?" ia merasa semua yang terjadi karena dirinya, "pasti karena Siena ya?"

Vino menatap tajam pada Siena, "Berhenti menyalahkan dirimu sendiri dalam semua urusan orang lain, jika kamu terus bersikap seperti itu kamu akan mudah di tindas."

"Tapi kak...," saat Siena hendak melanjutkan ucapakan, vino sudah lebih dulu memberi tatapan tajam yang artinya tidak ada yang harus di bicarakan lagi dan Siena pun menyerah.

Di tempat lain, Airin dan Reza tengah berada di sebuah taman, mereka duduk di bangku taman berwarna coklat di bawah pohon besar yang melindungi mereka dari panas matahari.

"kamu yakin dengan keputusanmu?" tanya Reza memastikan.

Airin pun tersenyum dan menoleh pada Reza, "Yang kamu katakan benar, Za. Sekarang perasaanku jadi lebih tenang. Aku merasa kembali hidup, mungkin memang sudah saatnya aku memikirkan diriku sendiri, hubunganku dengan vino memang sudah lama tidak baik-baik saja jadi kamu jangan merasa bersalah."

Mereka pun kembali saling diam, berselancar dengan pikirannya masing-masing, mencari kedamaian dalam diri mereka.

***

Vino tengah berkutat dengan layar laptopnya saat ponselnya tiba-tiba berdering. Ia melirik nama yang tertera dalam panggilan itu, rupanya Keisa.

Dengan cepat Vino mengambil ponselnya dan menekan tombol terima,

"Halo, ada apa Key?" tanyanya cepat.

"Kak, ibu sudah sadar."

"Baguslah, bagaimana keadaanya sekarang?" tanyanya kemudian.

"Kata dokter, meskipun belum stabil tapi ibu sudah berhasil melewati masa kritisnya."

"Syukurlah."

Keisa kemudian terdiam beberapa saat membuat Vino khawatir,

"Ada apa Key?" tanyanya kemudian memecah keheningan di antara mereka.

"Kak, boleh nggak Keisa meminta satu permintaan sama kakak?" tanya keisa terdengar sungkan.

"Apa? Katakan!"

"Ibu ingin bertemu sama kakak, kalau kak Vino tidak keberatan, bisa kan kak Vino temui ibu sebentar?"

Mendengar hal itu, jantung Vino berdetak kencang, bayangan masa lalu satu per satu bermunculan.

Ia teringat bagaimana ia ditinggalkan di panti asuhan dan tidak diperhitungkan, rasa sakit itu begitu tertanam meskipun ia belum yakin jika ibu Keisa adalah ibu yang sama yang meninggalkannya waktu itu. Rasa penasaran bercampur dengan rasa takut membuat Vino terdiam sejenak, memikirkan langkah apa yang harus diambil selanjutnya.

"Kak, kak Vino dengar aku kan?" tanya keisa lagi membuat Vino tersadar dari lamunannya.

"Maaf aku begitu sibuk hari ini, mungkin lain waktu akan akan datang." ucap Vino beralasan.

"Baiklah kak, maaf menganggu waktu kakak, selamat siang."

Sambungan telpon pun terputus secara sepihak, Vino perlahan melepaskan benda pipih itu hingga terdengar suara keras saat benda pipih itu membentur meja, tangan Vino bergetar, ia tidak suka saat masa lalunya kembali terungkit.

"Haruskah aku datang?"

Bersambung

Happy reading