Naifa, gadis berusia 18 tahun terjebak di sebuah pernikahan yang seharusnya diatur untuk sang kakak. Namun, ternyata sang suami adalah orang yang pernah menolongnya. Apakah Naifa bisa melewati kehidupan pernikahan di usia mudanya dan menjadi istri yang baik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum Siap
Naifa yang tinggal menunggu hasil kelulusan dan juga SBMPTN tengah berleha-leha di rumah besar milik suaminya. Tak ada lagi kegiatan penting di sekolahnya. Tinggal murid kelas X dan XI yang masih harus mengikuti kegiatan semester.
"Yah, es krim nya sudah habis. Beli ke minimarket aja deh."
Naifa yang sudah siap dengan bergo pad dan kartu kredit pemberian mertuanya, berjalan keluar menuju minimarket. Sampai di tempat tujuannya, dia segera menghampiri es krim kesukaannya dan membeli beberapa cemilan juga.
Tengah santai berjalan sambil memakan es krimnya, dari kejauhan dia melihat sosok yang di kenalnya.
"Ifa, kamu mau kemana?" Ryan yang ternyata sedang berada di area komplek perumahan suaminya, memergokinya yang sedang berjalan menuju rumahnya.
"Aku lagi main ke rumah kakak sepupu aku. Kalau Kak Ryan, mau kemana?"
"Saya habis dari rumah dosen, kebetulan beliau tinggal disini. Mau saya antar, saya khawatir kalau lihat perempuan berjalan sendirian di tempat sepi."
Naifa tak bisa menampik jika tawaran dari Ryan sangat menggiurkan. Gadis itu masih ingin berinteraksi dengan pemuda yang menjadi kakak kelas favorit para siswi di sekolahnya. Namun ingatannya pada Bian membuatnya mengurungkan niat untuk bisa berbonceng dengan Ryan.
"Gak usah kak, lagipula rumahnya udah dekat kok."
"Baiklah, tapi kapan-kapan kamu harus terima bantuan saya dan membalas pesan dari saya juga. Saya pamit yah, Ifa."
Naifa menganggukan kepalanya, dia merasa kesal pada Bian yang menyita handphone lamanya. Sudah pasti sang suami membaca pesan yang dikirimkan Ryan untuknya.
Sampai di rumah, Naifa membuka setiap lemari yang ada di rumahnya. Berharap jika handphone lamanya ada di rumah. Namun, tak ada tanda-tanda keberadaannya. Naifa mulai menyerah, mungkin sudah saatnya tak lagi berharap bisa dekat dengan kakak kelas favoritnya.
Sementara, Bian di kantor sedang membaca pesan yang dikirim Ryan pada sang istri. Kata-kata sopan dan manis, sudah pasti akan membuat Naifa tertarik. Apalagi Ryan bisa dibilang sangat tampan, tak mungkin Naifa tak naksir pada pria itu.
"Apa aku harus melanggar persyaratan pernikahan itu? Aku sangat ingin berteriak dan memberitahukan pada orang-orang jika Naifa adalah istriku."
Bian pun memikirkan Naifa, sedang apa istrinya di rumah. Apa sedang menghabiskan cemilan favoritnya, atau sedang tertidur di sofa depan TV yang menyala dan menonton dirinya. Pria itu tersenyum memikirkan tingkah kekanakan Naifa, rasanya rindu dan ingin terus bersamanya sepanjang waktu.
"Halo."
Seperti biasa, Bian masih salah tingkah mendengar suara istrinya di telepon.
"Lagi apa istri? Apa sedang menghabiskan es krim dan cemilan? Atau sedang menonton sinetron favorit?"
"Aku sekarang lagi duduk di ayunan sambil lihat bunga di taman belakang. Tapi rasanya ada yang kurang," ucap Naifa sambil mengerucutkan bibirnya.
Bian membayangkan wajah Naifa yang sedang berbicara dengan nada manja. Semakin di bayangkan, semakin rindu dirinya pada Naifa.
"Kurang apa? Nanti deh kalau saya sudah di rumah, kita bicarakan apa yang mau di tambahkan di taman yah. Saya sekarang mau siap untuk pulang, miss you."
"Miss you too."
Naifa pun menutup panggilan dari suaminya. Dirinya masih bingung dengan perasaan di hatinya, apakah ini rasa cinta atau sekedar rasa kagum karena punya suami yang baik dan juga tampan. Sedangkan, saat berhadapan dengan Ryan keimanannya sedikit goyah. Ada rasa penasaran di hatinya pada pemuda tampan itu.
***
"Pak Fabian, selamat sore." Sofia seperti biasa menunjukkan sopan santun pada atasannya. Dia masih berharap jika Fabian akan memperhatikannya kembali seperti beberapa bulan lalu.
Namun, harapannya gagal. Fabian semakin menghindari dirinya, dia merasa tak dianggap ada oleh atasannya. Patah hati rasanya melihat pria yang disukai mengabaikannya setelah mendapat harapan.
Dani yang melihat Sofia merenung, mencoba mendekatinya. Sofia pun berpura-pura sibuk saat tersadar telah di perhatikan oleh wakil direktur perusahaan tersebut.
"Sofia, kamu bawa kendaraan gak? Kalau enggak saya antar kamu pulang bagaimana?"
Sofia merasa terkejut dengan tawaran dari Dani, dia pun mengatakan hanya memesan ojek online untuk pulang pergi ke tempat kerja.
"Kalau begitu, saya akan tunggu kamu di tempat parkir. Saya turun duluan yah," Dani dengan semangat segera pergi menuju tempat parkir. Sofia yang tak mau atasannya menunggu, merapikan meja kerjanya dan mematikan komputer kerjanya.
Sofia pun segera turun ke tempat parkir dan menemukan Dani yang masih menunggunya. Dengan sigap, Dani membuka pintu mobilnya dan mempersilakan Sofia untuk masuk.
"Sebenarnya saya cukup senang karena kamu menerima ajakan saya pulang bersama." Dani mulai berbasa-basi, dia belum bisa berbicara pada maksud kebaikannya.
"Saya tak bisa menolak niat baik dari Pak Dani. Terima kasih juga sudah mau mengantar saya pulang."
"Sama-sama. Saya juga selalu khawatir pada wanita yang pulang sendirian. Dan juga ada hal penting yang mau saya sampaikan," ucap Dani yang langsung menjelaskan niatnya pada Sofia, membuat wanita itu kecewa karena itu bukan tentang dirinya.
***
"Istri?"
Naifa yang tengah bermain di ayunan menoleh pada suara yang dikenalnya. Bian pun menghampiri sang istri yang seperti biasa sedang memakan eskrim favoritnya.
"Apanya yang masih kurang disini? Bunga? Atau binatang?" Tanya Bian pada sang istri. Naifa pun berdiri dari ayunannya dan menarik tangannya menuju lahan kosong di ujung taman.
"Kalau disini bikin gazebo pasti enak kan? Kita bisa undang keluarga buat makan siang disini, terus tambah bunga-bunga yang indah juga."
"Bagus juga sarannya, istri mau bunga apa? Nanti kita tinggal memanggil tukang dekor taman."
"Mawar Juliet, Hydrangea, sama bunga matahari juga bagus." Ucap Naifa sambil menunjukkan tempat dimana letak bunganya ingin di tanam.
Bian pun mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang. Naifa merasakan sensasi asing, sentuhan tangan Bian membuatnya salah tingkah.
"As you wish, my Queen," ucap Bian sambil menghirup aroma rambut istrinya yang manis dan mengecup telinga istrinya tanpa henti.
Sejak hari itu, Bian mulai berani menyentuh istrinya. Bahkan dia tak sungkan mencium pipi Naifa saat hendak berangkat kerja. Namun kali ini berbeda, Bian menginginkan lebih di bandingkan kecupan atau sentuhan.
Pria itu menggendong tubuh sang istri, membaringkannya di atas kasur tempat mereka tidur berdua. Naifa merasa aneh dengan suaminya yang melakukan hal tersebut. Semakin lama wajah Bian semakin mendekat, pria itu sudah benar-benar menginginkan Naifa menjadi miliknya seutuhnya. Namun, gadis itu masih belum siap. Dia menangis ketakutan, membuat Bian merasa bersalah atas perbuatannya.
Bina gelisa karna 2 buaya ganguin Naifa
sedangkan Naifa gelisah karna sofia belum tau kalo Naif sudah memikah sama Bian...
piye iki... makin seru
kira2 apa yang akn di lakukan sofia ya kalo tau Naifa yang menggnatikan posisi dia jadi istrinya Bian....
masa pelakornya kaka kandung sediri
gimana jadinya yah...
maklum sih masih bocil....