"Menikahlah segera jika ingin menepis dugaan mama kamu, bang!."perkataan sang ayah memenuhi benak dan pikiran Faras. namun, bagaimana ia bisa menikah jika sampai dengan saat ini ia tidak punya kekasih, lebih tepatnya hingga usianya dua puluh enam tahun Faras sama sekali belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jealous.
"Sayang, apa kamu melihat ponsel, mas?." Inara sontak menghentikan pergerakannya merapikan tempat tidur. Belum habis rasa terkejutnya akibat panggilan baru yang disematkan Faras untuknya, Kini Inara kembali dikejutkan dengan sikap Faras yang menyebut dirinya dengan sebutan mas, padahal biasanya juga bilangnya aku.
"Sayang...." kembali terdengar suara seruan Faras dari ruang ganti.
"Iy_Iya mas." Inara terbata, sepertinya ia masih syok hingga terpaku untuk waktu yang cukup lama, terlalu banyak kejutan yang diberikan suaminya untuknya pagi ini. "Ponsel ada di bawah bantal, mas." sahut Inara setelah menemukan keberadaan ponsel milik Faras.
Dia beneran Faras suami aku atau bukan sih, aneh banget sikapnya pagi ini? Inara nampak melamun setelah selesai merapikan tempat tidur. Kini wanita itu sudah siap dengan pakaian kerjanya.
Faras berjalan keluar dari ruang ganti dengan pakaian kerjanya, terlihat sangat tampan dan menawan di mata Inara. Sampai-sampai Inara tidak berkedip dibuatnya. Di tambah lagi dengan pancaran sinar mata hari yang menembus sela jendela kaca yang mengenai tubuh Faras, semakin membuat suaminya itu terlihat memancarkan aura ketampanan yang tidak mampu diutarakan dengan kata-kata oleh Inara. Mulutnya sampai sedikit terbuka saat menatap suaminya. "Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan." batin Inara.
"Mas tahu mas ini tampan, tapi tidak perlu sampai segitunya juga menatap, sayang!." perkataan Faras sekaligus membangunkan Inara dari lamunannya, terlebih kini Faras sudah berdiri tepat dihadapannya. "Kalau kamu menatap mas seperti itu, bisa jadi kita tidak akan berangkat kerja hari ini, kamu mau?." imbuh Faras dengan seulas senyum seraya menyentuh lembut dagu istrinya itu.
Tidak berangkat kerja? Oh tidak... Jika tidak berangkat kerja, sudah pasti Faras akan mengurungnya di kamar seharian. rasa pegal dan lelah akibat pergu-mulan semalam saja masih terasa, bagaimana bila diulang lagi pagi ini.....? argh.....
Faras mengulum senyum menyaksikan gurat panik di wajah istrinya. "Mas hanya becanda. Ayo!." Faras mengajak Inara turun sarapan sebelum berangkat ke kantor.
"Rencananya sih reuninya akan di adakan Minggu depan, mah."
"Kelihatannya kamu semangat banget membahas tentang reuni sekolah. atau jangan-jangan kamu tidak sabar ingin ketemu sama Crush semasa sekolah? ayo ngaku!."
"Mana ada sih mah. Yang ada anak satu sekolah males deketin kita, karena takut sama bang Faras. beda sama kakak ipar, banyak yang naksir semasa sekolah dulu.
"Oh ya?." mama justru bersemangat, ternyata putranya menikahi gadis yang diidolakan banyak pria. pemikiran yang modern, lagi pula bukankah putranya yang menang bisa menikah dengan Inara, itu point pentingnya.
"Iya dong mah, gimana nggak banyak yang naksir coba, Udah cakep, smart lagi. Tapi sayang, semua ditolak sama kakak ipar dengan alasan hatinya sudah milik Abang."
Dari lantai atas hingga menuruni anak tangga satu persatu, jantung Inara seperti mau meledak saat mendengar obrolan Za dan mama mertua di meja makan. Bukan apa-apa, masalahnya saat ini Faras sudah melirik padanya. seperti sedang menunjukkan rasa tak suka dengan topik obrolan mama dan Za. Untungnya, kalimat terakhir Za sedikit menguntungkan baginya.
"Pagi sayang..."
Za yang posisinya membelakangi arah datangnya Abang dan kakak iparnya sontak menutup mulutnya dengan telapak tangan. mati aku... bagaimana kalau Abang mendengar semua yang aku katakan tentang Inara tadi? sungguh, Za menyesali kelancangan mulutnya. Tadinya gadis itu berpikir Abang dan Kakak iparnya sudah berangkat kerja, mengingat kini waktu telah menunjukkan pukul delapan pagi.
Zi menginjak kaki Za yang berada di bawah meja hingga membuat kedua bola mata Za melebar dengan sempurna, tapi tak berani meng aduh kesakitan. gadis itu menggoyangkan kakinya yang tadi ditendang saudari kembarnya. jangan-jangan Abang mendengarnya, kak. Seperti itulah kira-kira arti tendangan serta tatapan Zi pada Za saat ini.
Setibanya di meja makan Faras menarik salah satu kursi untuk ditempati Inara, lalu kemudian menarik kursi di samping kursi Inara lalu menempatinya.
"Tidak perlu mengajak kakak ipar kalian, jika ingin pergi ke acara reuni sekolah!."
Duar....
Dari perkataan abangnya, Za yakin seratus persen jika Faras mendengar semua yang dikatakannya tadi. ditambah lagi dengan raut wajah yang ditunjukkan Faras pagi ini, semakin menambah keyakinan Za jika Abangnya mendengar semuanya dan kini merasa kesal.
"Tapi bang...." saking ingin mengajak serta Inara bersama ke acara reuni tersebut, Za memberanikan diri protes namun belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya sudah disela oleh Faras.
"Tidak ada tapi-tapian. Kalau Abang bilang tidak itu artinya tidak. Kalian paham kan?."
Tubuh Za dan Zi kompak layu tak bersemangat.
"Tapi Abang kan bisa menghadiri acara reuni sekolah mendampingi istri Abang! lagi pula kata Za ini acara reuni Akbar otomatis angkatan Abang pun termasuk, iya kan." papa Rasya coba menengahi, mencarikan solusi terbaik. "Sekaligus Abang bisa memperkenalkan istri Abang ke teman seangkatan Abang di sekolah dulu, begitu pun sebaiknya, Inara bisa mengenal Abang sebagai suaminya kepada teman-teman seangkatannya.
Faras pikir apa yang dikatakan ayahnya ada benarnya. Namun begitu, ia tidak Langsung memberikan jawaban. Sementara Za dan Zi, kedua gadis kembar itu tak lagi berani berkata-kata, sepertinya aura Faras mampu menciutkan nyali keduanya.
Setelah selesai sarapan bersama, baik Faras, Inara dan juga si kembar Za dan Zi berangkat ke tempat kerja masing-masing.
"Apa kamu ingin menghadiri acara reuni itu?." dengan pandangan lurus ke depan, fokus dengan jalanan, Faras bertanya.
"Aku sih terserah mas Faras saja, kalau di izinkan aku pergi tapi kalau tidak mana mungkin aku menentang keputusan suami." sebenarnya Inara bukannya ingin sekali menghadiri acara tersebut hanya saja ia tak tega pada Za dan Zi yang sudah begitu bersemangat mengajaknya pergi bersama.
"Btw...siapa saja anak-anak yang pernah naksir sama kamu?." Inara langsung menolehkan wajahnya pada Faras.
"Jangan-jangan kamu ingin pergi ke acara itu karena mau nostalgia sama mereka." sambung Faras. Sepertinya saat ini Faras dalam mode jealous.
"Nostalgia apa sih mas, ngarang deh."
"Justru takutnya situ yang pengen nostalgia, situ kan banyak fansnya semasa sekolah dulu."
Faras mengulum senyum. Sepertinya bukan hanya dirinya saja yang sedang berada dalam mode jealous tapi sang istri juga demikian.
"Ok, kita akan pergi bersama, biar mereka semua tahu kalau kamu itu istri mas."
"Deal...biar semua fans berat mas itu pada tahu kalau idola mereka sekarang suaminya aku, terutama si Yumi itu." membayangkan wajah genit Yumi berhasil membuat Inara merungut kesal.
Semakin gemas saja Faras melihat istrinya merungut kesal.
Dua puluh menit kemudian mobil Faras memasuki pelataran gedung SJ group. Kedatangan pasangan suami-isteri tersebut selalu mampu menjadi pusat perhatian para pegawai. Banyak yang ikut bahagia dengan kebahagiaan Inara terutama Yuni yang kini tengah tersenyum ke arah Inara. Mungkin jika orang lain yang melihatnya akan mendeskripsikan arti senyum Yuni biasa saja, tapi berbeda dengan Inara, ia yakin wanita itu pasti akan mencecarnya dengan berbagai macam pertanyaan tentang pil kontrasepsi setelah mereka bertemu nanti.
dan Inara gampang ke makan omongan orang...
mana kepikiran Inara klo kamu juga mencintai nya...
Yuni jadi tersangka pil kontrasepsi...
kamu tau Amanda hanya iri padamu...
malah dengerin kata kata Amanda 🤦♀️
tp tdk untuk lain kali