Elang Dan Merpati

Hari ini Purnama sudah di izinkan keluar dari rumah sakit. Elang dan Merpati sedang menjemputnya untuk mengantarkan nya ke apartemen.

"Terima kasih atas semuanya, kalian sudah menolongku dari aku kecelakaan, bahkan memberikan aku tempat tinggal," ucap Purnama.

"Ini sebagai tanggung jawab kami, jadi tidak perlu berterima kasih," ujar Merpati.

Kebetulan gedung apartemen milik Elang masih satu bangunan dengan apartemen milik Hansen.

Hanya beda lantai saja. Selama ini mereka tidak tahu jika Hansen juga tinggal di gedung ini.

Karena mereka juga tidak saling kenal pada awalnya. Saat masuk kedalam apartemen, Purnama menatap kagum pada isi didalam apartemen tersebut.

"Kamu boleh tinggal disini, dan nanti gajimu akan dikirim melalui transfer. Kamu ada nomor rekening?" tanya Elang.

Purnama menggeleng. "Aku tidak punya, biasanya hanya memakai uang tunai.

"Tidak apa-apa, sini kartu identitasmu, nanti aku buatkan untukmu."

Purnama menyerahkan KTP nya, beruntung saat itu KTP nya selalu ia simpan disaku nya. Jadi saat ia di kejar KTP nya ia bawa.

Elang dan Merpati pamit, tapi sebelum itu ia memberi uang untuk Purnama belanja bahan makanan.

Kebetulan supermarket ada dilantai bawah bangunan ini, jadi sangat mudah untuk berbelanja nantinya.

"Besok aku akan urus semuanya, hari ini kantor bank tutup," kata Elang.

Saat mereka tiba dilantai bawah, tidak sengaja bertemu Hansen yang ingin ke supermarket.

"Kamu tinggal disini?" tanya Merpati.

"Kalian?" tanyanya balik.

"Apartemen kami ada di lantai 20, dan sekarang ditempati oleh seorang teman. Dan kami mengantarnya ke sana," jawab Merpati.

Hansen mengangguk, namun matanya memperhatikan Merpati. "Aku dilantai 10."

Lalu Merpati pun pamit, sementara Elang tidak bicara sepatah pun. Biasa, sikap dinginnya tidak bisa dihilangkan. Namun adakalanya berubah hangat saat pada orang yang tepat.

"Tunggu!" Hansen menghampiri Merpati.

"Aku tunggu di mobil, jangan terlalu dekat," ucap Elang datar.

Merpati mengangguk. "Ada apa?" tanyanya pada Hansen.

"Kamu ada waktu gak hari ini?" tanya Hansen.

Merpati berpikir, ia harus meminta persetujuan dari keluarganya untuk jalan sama cowok. Mengingat kemarin ia diintrogasi oleh keluarganya.

"Ada sih, tapi ...."

"Aku ngerti, nanti aku jemput kamu dan sekalian minta izin untuk melamar mu," ucap Hansen memotong perkataan Merpati.

Merpati melototkan matanya, dan mengacungkan tinju nya pada Hansen yang berarti jangan macam-macam.

"Hehe ... canda, jangan galak gitu dong." Entahlah, bila Hansen bersama Merpati perasaan nya menjadi hangat.

Tanpa menjawab, Merpati segera berlalu menghampiri Elang yang menunggu nya di mobil.

"Aku tidak tahu sejak kapan aku menyukaimu, yang pasti ucapan ku tadi bukan sekedar candaan," batin Hansen.

Hansen masih berdiri ditempatnya memperhatikan Merpati masuk kedalam mobil.

"Ngapain bocah itu?" tanya Elang.

"Kak, dia lebih tua darimu loh," jawab Merpati.

"Kamu membelanya, Dek? Apa jangan-jangan kamu suka dia," tanya Elang.

"Ngaco, cepat jalan!"

"Ngapain dia tadi? Jangan bilang kalau dia ngajak kamu jalan-jalan," tanya Elang lagi.

"Sejak kapan sih kakak jadi kepo? Biasanya juga tidak peduli dengan urusan orang."

Elang kalah debat dan memilih diam, menurutnya percuma jika berdebat dengan adiknya. Seperti halnya papanya dengan mamanya.

Bila ada perdebatan, sudah pasti papanya akan kalah. Lebih tepatnya selalu mengalah agar tidak terjadi pertengkaran besar antara mereka.

Saat tiba di mansion, Elang dan Merpati melihat sebuah mobil terparkir didepan mansionnya.

Merpati mengamati mobil tersebut dan berpikir, siapa pemilik mobil ini? Namun ia segera masuk untuk menemukan jawabannya.

Merpati menoleh ke Elang saat melihat yang datang adalah Richard. Richard dengan beraninya meminta izin untuk mengajak Merpati jalan-jalan.

"Ma, Pa!" Merpati langsung menghampiri kedua orang tuanya.

Richard membenarkan posisi duduknya dan tersenyum manis saat melihat Merpati.

Elang juga duduk diruang tamu dan berhadapan dengan Richard. Richard juga tersenyum kepada Elang, namun tidak dibalas olehnya.

"Aku minta maaf atas kejadian semalam, karena aku pestanya jadi kacau," ucap Merpati.

"Justru aku senang, dengan kejadian itu, aku ada alasan untuk membatalkan pertunangan ku," ujar Richard.

"Tetap saja semua itu salahku."

"Lupakan saja, sebagai gantinya aku ingin ajak kamu jalan-jalan. Dan aku sudah meminta izin sama Om dan Tante, tapi harus dengan persetujuan kamu juga. Bagaimana? Aku bisa belikan apa saja yang kamu inginkan."

Alvaro tersenyum tipis, saking tipisnya tidak ada yang menyadari. "Dia pikir putriku gila harta," batin Alvaro.

"Maaf, dengan sangat terpaksa aku harus menolaknya. Karena aku sudah ada janji dengan seseorang."

"Siapa Nak?" tanya Abbey.

"Teman satu kampus Ma, dia senior di kampus kami. Namanya Hansen," jawab Merpati.

"Hansen anaknya Aland dan Roweina itu?" tanya Alvaro.

"Hmmm, tapi yang aku dengar Tante Roweina itu ibu tirinya Hansen," jawab Merpati.

Alvaro dan Abbey manggut-manggut, mereka tidak melarang anaknya berhubungan dengan siapa saja, selama pria itu baik.

Mereka juga tidak mempermasalahkan status sosial dan latar belakang kehidupan orang itu. Yang penting kebahagiaan anak-anak nya.

"Maaf Tuan Richard, aku tidak bisa menerima ajakan anda," ucap Merpati.

"Tidak apa-apa, mungkin lain kali kamu ada waktu," ujar Richard.

"Gak janji," ucap Merpati.

Tidak berapa lama, bel pintu berbunyi. Pelayan segera membuka pintu, lalu menyuruh tamunya masuk.

Hansen berjalan ke ruang tamu dan langsung menyalami Alvaro dan Abbey serta mencium tangan keduanya.

Sangat sopan, berbeda dengan Richard yang datang begitu saja tanpa salaman apalagi mencium tangan kedua orang tua Merpati.

"Kamu Hansen?" tanya Abbey.

"Iya Tante, saya mau meminta izin untuk mengajak Merpati jalan-jalan," jawabnya.

"Tanyakan pada orangnya langsung, kami tidak melarang asal tidak melewati batas," ucap Abbey.

Sebelum Hansen bersuara, Merpati sudah mengangguk duluan, kemudian meminta izin untuk berganti pakaian.

Merpati berlari kecil menaiki anak tangga, ia ingin mandi terlebih dahulu, barulah bersiap-siap untuk pergi.

Hansen tersenyum ramah, ia tidak menyangka akan disambut hangat oleh keluarga Merpati.

Awalnya ia merasa insecure, karena mengingat latar belakang keluarganya yang berantakan. Namun dugaan nya salah.

Richard juga tersenyum, namun senyumannya menyiratkan kekecewaan. Ia sadar jika orang yang ia incar tidak menyukainya.

Akhirnya Richard pamit undur diri. Ia sadar jika sesuatu yang dipaksakan tidak akan berakhir baik.

Seperti halnya hubungannya dengan Revalina yang dipaksakan. Akhirnya terbukti semua jadi berantakan.

"Aku mencintainya, tapi tidak bisa memiliki nya. Mungkinkah ini karma? Aku menolak Revalina, dan ternyata aku juga ditolak oleh Merpati. Meskipun tidak secara langsung," batin Richard.

Richard pun mengendarai mobilnya tanpa tujuan, hanya sekedar ingin mencari ketenangan.

Biar bagaimanapun, ia kagum dengan Merpati. Menolak tanpa harus menyakiti perasaan orang lain.

Walaupun sejujurnya, perasaan Richard sendiri merasa sakit. Namun ia masih bisa memaklumi dan menghargai keputusan Merpati.

.....

Alhamdulillah, tidak terasa sudah setahun aku menulis di noveltoon. Dan menghasilkan 12 karya receh. Dan mudah-mudahan dalam waktu dekat ini akan naik level ke level platinum. Insyaallah.