Possesive Playboy

Suasana pagi ini masih diselimuti duka oleh keluarga Samudra, kenapa semua musibah terjadi pada dirinya? Apa ini balasan untuknya karena telah menghianati Giselle, dan juga merebut kebahagiaan Giselle? Kalau tau endingnya seperti ini Samudra tidak akan mengizinkan mamanya menikah sama laki laki yang ternyata ayah dari kekasihnya dulu.

pemakaman dihadiri oleh keluarga Samudra, teman temannya, Giselle, Langit dan juga Sinta yang melapangkan dadanya untuk melihat mantan suaminya keperistirahatan terakhir.

Tapi Sinta tidak melihat Melly ada disana? apa mungkin Melly juga terluka parah? Gimana keadaannya?.

"Yang sabar Sel" lirih Langit saat jenazah sang papa ditimbun oleh tanah.

Giselle tidak menjawab dia merapatkan kacamata hitamnya dengan menyenderkan kepalanya dibahu sang kekasih "Gue kira gue akan selamanya benci sama papa Lang, tapi ternyata gue salah. Saat seperti ini tangis gue gak bisa gue bendung"

"Itu tandanya lo masih memiliki sisi baik Sel, gue tau lo sedih tapi ingat lo gak boleh terpuruk, semua yang ada didunia akan mati hanya tinggal menunggu gilirannya saja."

"Makasih Lang, lo beneran berubah demi gue."

"Langit mencium sekilas pucuk kepala Giselle "Gue sudah bilang, gue cinta sama lo, dan gue akan berubah demi lo, kita perbaiki diri sama sama ya, jangan ninggalin gue."

Dari belakang Stella menatap dua sejoli yang saling menguatkan, entahlah Stella malah tersenyum saat Giselle bisa ada sandaran lagi.

"Semoga lo bahagia Sel, gue gak akan pernah ganggu hubungan kalian, tapi gue akan tetap meminta maaf sama lo Sel, walaupun gue harus bersujud di kaki lo" batin Stella dengan mengelus punggung Samudra.

"Ikhlasin Sam, bokap lo hanya butuh doa, maafin semua kesalahannya,"

Samudra mengangguk dengan menatap manik mata Stella "Harus kan gue bersujud di kaki Giselle Stel? Gue tau gue salah, gue nyakiti dia, dan papa juga salah, gue harus minta maaf atas nama papa"

"Nanti dulu" lirih Stella sambil menggelengkan kepalanya "Sekarang bukan saatnya, nanti kalau semua sudah pulang kondisi nya bisa dibilang tenang, lo bisa bicara baik baik sama Giselle."

"Lo dibenci Giselle tapi lo masih bisa bersifat seperti ini?"

Lagi lagi Stella terkekeh pelan "Gue yang salah, dan gue akui gue teman jahat, yang ambil kebahagiaan Giselle. Jadi gue mau perbaiki semuanya, walaupun dia nyuruh gue ninggalin lo akan gue lakukan asal Giselle mau maafin gue. Karena sejak awal gue yang salah dan gue yang egois."

 Samudra hanya menatap Stella dengan tatapan... Entahlah. Intinya Samudra merasa kagum sama sifat Stella, dan disini mereka memang sama sama salah sama Giselle, dan mereka juga mengakuinya.

Prosesi pemakaman sudah selesai, banyak orang yang sudah meninggalkan area makam, tak terkecuali dengan Giselle, Langit, Bella, Raka dan juga kedua temannya.

"Mama pulang dulu ya Sel, kamu jangan pulang malam malam." pamit Sinta.

Samudra menahan tangan Sinta dan juga Giselle.

"Tunggu tan, Sel"

"Iya?" saut Sinta dengan menaikan sebelah alisnya.

"Mama mau ketemu sama kalian berdua, bisakan?"

Giselle hanya diam, dia akan ikut sama mamanya, entah nanti mau menemui Melly atau tidak, intinya Giselle akan ikut sama mamanya.

"Bisa kan tan?" ulangi Samudra dengan tatapan memohon

"Dimana?" tanya Sinta dengan datar.

"Ditaman depan tan, mama baru keluar rumah sakit hari ini dan dia mau kesini tapi kalau ngobrol di makam tidak enak jadi mama tungguin disana."

"Baiklah." ucap Sinta dengan manarik tangan Giselle "Tante bawa Giselle bentar ya Lang, kamu bisa tunggu atau mau pulang juga gak papa"

"Langit akan tungguin tan" saut Langit cepat dengan menatap teman temannya.

"Kita tungguin diparkiran" ajak Langit sambil mengacak rambut Giselle "gue tunggu diparkiran ya"

Giselle hanya mengulas senyum sambil mengangguk, entah apa yang mau dibicarakan oleh Melly, tapi semoga bukan kehajatan yang bikin emosi Giselle tidak terkendali karena mood yang berantakan ini.

Benar saja sesampainya ditaman Giselle menatap wanita yang duduk dikursi roda dengan tatapan terarah kedepan.

"Mamaa" panggil Samudra.

Melly membalikan kursi rodanya dengan mata yang sudah bengak, dia menatap Sinta dan juga Giselle.

"Sinta, Giselle" lirih Melly

"Maafin semua kesalahan Tomi, maafin juga semua kesalahan aku Sel, Sin, aku tau kesalahanku sangat fatal, tapi setelah kejadian ini aku baru sadar kalau Tuhan memang sedang menegurku, karena kejahatanku, maafin aku"

"Semua sudah berlalu jadi apa yang perlu kamu sesali?" saut Sinta dengan sorot mata tenangnya.

"Aku menyesali semua kejahatanku, aku hancurin semua kebahagiaan kalian, bahkan Samudra barus berkorban perasaan hanya menuruti semua mauku, sekarang aku benar benar minta maaf Sinta, hukum aku, pukul atau kamu mau bunuh aku aku ikhlas aku minta maaf."

"Semua sudah aku maafkan, asal kamu tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi."

"Aku janji," lalu tatapannya terarah pada Giselle "Maafin tante Giselle, maaf"

"Gak perlu ada yang di sesali tan benar kata mama semua sudah berlalu, jadi berubahlah menjadi yang lebih baik, Giselle sebisanya akan melupakan semua rasa sakit Giselle." tegas Giselle.

"Gue juga minta maaf Sel" lirih Stella.

"Gue bisa memaafkan kalian semua, tapi maaf gue gak bisa seperti dulu lagi, termasuk sama lo Stel, sorry gue bukan cewek munafik yang bisa bermuka dua, gue bisa maafin tapi untuk akra seperti dulu sorry gue gak bisa."

Giselle langsung berjalan meninggalkan semuanya, tapi saat balik badan Samudra berada dibelakangnya dengan mata yang berkaca kaca.

Giselle menyungingkan senyumnya dengan menepuk bahu Samudra "Bahagia lo sama Stella, dia pilihan terakhir bokap,"

"Sorry Sel, dan semoga lo bahagia sama Langit"

"Akan diusahakan" jawabnya dengan meninggalkan Samudra.

"Semua akan membaik dengan seiring berjalannya waktu"