NovelToon NovelToon
Hidup Yang Tidak Terpenuhi

Hidup Yang Tidak Terpenuhi

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Keluarga
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rifaat Pratama

Menganggur selama 3 tahun sejak aku lulus dari Sekolah Menengah Atas, aku tidak mengetahui ada kejadian yang mengubah hidupku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifaat Pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 20 - END

Keesokan harinya, aku bersiap untuk pergi dengan Melissa. Dia mengatakan dia akan menjemputku jam 2 siang. Jadi saat ini aku bersiap-siap.

Aku menjadi seperti bukan diriku untuk pertama kalinya, untuk pertama kalinya aku kebingungan baju apa yang harus kugunakan. Aku biasanya hanya memakai baju yang ada di depan mataku, selama itu nyaman aku tidak masalah. Jika aku ingin keluar, aku hanya menutupi tubuhku dengan jaket atau hoodie yang kupunya.

Namun, sekarang aku sudah mengeluarkan seluruh baju yang kupunya, mencobanya satu per satu untuk melihat apakah setelan ini cocok atau tidak. Ini adalah pertama kalinya aku seperti ini, aku merasa harus tampil dengan gaya terbaikku ketika bertemu dengan Melissa.

Dari semua pilihan baju yang ada, aku memilih menggunakan celana hitam panjang dan menggunakan kaos putih polos yang Ibuku belikan tapi tidak pernah aku gunakan. Aku merasa sayang menggunakan baju sebersih itu, aku terus menyimpannya di dalam lemari sampai tidak pernah aku pakai. Namun, ini mungkin momen yang tepat dan aku harus berterima kasih kepada diriku karena tidak pernah menggunakannya.

Warna netral terlihat bagus saat kugunakan, tetapi ini terlalu sederhana. Aku membutuhkan sesuatu yang bisa mendukung gayaku saat ini. Aku melihat cardigan yang kebesaran menggantung di belakang lemariku, ini jarang kugunakan karena aku tidak terlalu suka cardigan dan lebih memiliki menggunakan hoodie. Namun, ketika aku mencobanya, aku merasa diriku sangat tampan dan gayaku saat ini sangat cocok.

Setelah menyiapkan semuanya seperti dompet dan ponsel. Aku keluar dari kamarku.

Ibu menoleh ke arahku. “Mau kemana?”

“Mau keluar bentar.” Kujawab.

Ibu melihatku dengan ekspresi terkejut sekaligus aneh, dia seperti melihat orang lain ketika aku bergaya seperti ini. Tetapi itu adalah hal yang wajar, aku tidak pernah peduli dengan apa yang kugunakan sebelumnya dan untuk pertama kalinya aku mencoba tampil dengan gaya.

Ketika aku keluar dari pintu depan, aku melihat sandal jepit yang biasa aku gunakan untuk keluar. Namun, kali ini aku berpikir tidak akan menggunakannya. Aku mencari sesuatu di rak sepatu dan menemukan sepatu bersih berwarna putih milik Ayah.

Biasanya aku tidak terlalu menyukai pergi menggunakan sepatu dan lebih nyaman menggunakan sandal, tapi hari ini adalah pengecualian. Aku dengan kesadaran penuh mengambil sepatu Ayah dan menggunakannya di kakiku.

Sebelum aku pergi, aku melihat ke jendela. Jendela itu memantulkan bayanganku layaknya cermin, aku bercermin di sana.

Aku melihat penampilanku dari atas sampai bawah, memutar kakiku dan memutar tubuhku untuk melihat keseluruhan penampilan diriku saat ini. Untuk pertama kalinya, aku memuji diriku sendiri dan menyebut diriku, “Sangat tampan.” Walaupun aku hanya mengatakan itu di dalam hati dan tidak mengeluarkannya dari mulutku.

Ketika aku membuka pintu pagarku, aku sudah melihat Melissa dari kejauhan. Dia dengan cepat sampai di depanku.

“Hai.” Melissa membuka helmnya.

“Hai.” Aku terkejut ketika melihat apa yang Melissa kenakan.

Mataku menangkap penampilan Melissa yang indah dan anggun, dia mengenakan rok coklat panjang sehingga memberikan kesan hangat dan alami. Potongannya mengalir lurus menutupi seluruh kakinya, memberinya tampilan bebas dan femininitas saat melihatnya.

Dia menggunakan kaos yang kebesaran, dengan potongan longgar yang mengalir ditubuhnya. Membuatnya terlihat nyaman dan leluasa untuk bergerak. Pilihan warnanya yang netral juga sangat cocok dengan rok panjang coklatnya, menciptakan kombinasi yang menyatu tetapi tetap bergaya. Untuk melengkapi penampilannya, dia menggunakan jaket cardigan berwarna biru tua yang sangat cocok dengan tubuhnya.

Melissa menampilkan gaya yang santai tapi tetap berkelas. Penampilannya mencerminkan kepribadiannya yang ceria dan percaya diri.

Secara tidak langsung, pakaian kami terkesan mirip dan serasi seperti sepasang kekasih. Kami bahkan tidak merencanakan ini dan ini hanya terjadi begitu saja. Ini membuatku sedikit terkejut sekaligus heran.

“Waduh, samaan gaya kita.” Aku berkata kepada Melissa.

“Iya, ya.” Melissa tertawa.

Kami memandang satu sama lain, karena ini adalah kali pertama kami bertemu kembali setelah beberapa lama. Tidak ada satu pun dari kami yang memalingkan mata kami, seakan kami tersihir oleh keberadaan masing-masing.

Namun, aku dengan cepat menyadarkan diriku. “Ayo, pergi sekarang.”

“Oh, iya, iya.” Melissa seperti orang salah tingkah, dia juga dengan cepat kembali ke realita. Dia membuka bagasi motornya untuk menyerahkan helm hitam yang kupakai sebelumnya kepadaku.

Melissa kemudian melirik ke arah lenganku. “Kamu masih make itu?”

Aku awalnya tidak mengerti dia melihat kemana dan membicarakan apa. “Hah?”

Dia kemudian menunjuk lengan kiriku.

“Oh ini.” Aku mengangkat lengan kiriku yang dia tunjukkan, gelang yang kupakai terlihat jelas karena aku mengangkatnya ke langit. “Iya.”

Melissa tersenyum, dia kemudian memutar balik motornya dan aku menariknya. Ketika aku naik, aku tetap seperti biasanya. Tidak ingin menyentuh Melissa karena aku ingin dia merasa aman. Tetapi saat aku sudah naik, dia tidak menyalakan mesinnya.

“Kenapa?” Tanyaku kepada Melissa.

“Duduknya deketan gak bisa jalan ini.” Kata Melissa.

Aku mendengar pernyataan itu sebagai hal konyol, tetapi aku mencoba sedikit lebih maju. Melissa melirik ke belakang dan menggelengkan kepalanya.

“Udah pegangan?” Tanyanya lagi.

“Udah.” Seperti biasa, aku memegang bagian belakang motor.

Ketika Melissa menyalakan mesin motornya, dia menarik gas dengan cepat sampai hampir membuat sepeda motornya melompat.

Aku secara reflek langsung memegang bahunya untuk mencari keseimbangan.

Lalu saat itu dia mengatakan. “Nah sekarang udah.”

Aku mencoba melepaskan tanganku darinya, tetapi dia melakukannya lagi dan membuatku menempatkan tanganku di bahunya.

“Eh, jangan gitu nanti jatoh.” Aku berkata dengan panik.

“Iya nih gak tau motornya kenapa.” Dengan entengnya Melissa menjawab.

‘Memangnya gw gak tahu.’ Aku berkata di dalam hatiku.

Akhirnya, aku terus memegang bahu Melissa saat motor berjalan. Aku tidak menanyakan apapun kemana kita akan pergi karena dia akan membawaku ke tempat yang dia ingin tunjukkan kemarin.

Yang aku tidak tahu adalah, kami berkendara cukup lama. Jarak kafe yang ingin Melissa tunjukkan kepadaku sangat jauh sampai kita harus naik ke pegunungan. Aku merasa tidak enak kepada Melissa, bagaimana bisa aku membiarkan wanita mengendarai sepeda motornya selama ini.

Ketika kami sampai, waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Itu adalah waktu di mana sebentar lagi matahari akan terbenam. Setelah memarkirkan motornya, Melissa dengan cepat menarikku untuk segera masuk agar tidak kehabisan tempat.

Beruntungnya kami, kami menemukan dua kursi kosong yang mengarah langsung ke tempat matahari itu akan terbenam.

Naluri priaku bertingkah lagi, aku menarik kursi untuk Melissa dan mempersilakannya duduk.

Melissa tersenyum, “Terima kasih.”

Aku hanya mengangguk untuk menjawabnya.

Ketika kami berdua duduk, seorang pelayan datang kepada kami dan menanyakan apa yang ingin kami pesan. Karena ini adalah kafe kopi biasa, mereka tidak menjual makanan berat di sini. Mereka hanya menjual sesuatu seperti roti bakar atau kentang goreng untuk cemilan teman kopi.

Aku melihat ke arah Melissa, mencoba menebak apa yang dia inginkan. “Mocha Espreso?”

Melissa tersenyum kepadaku. “Tentu.”

“Mocha Espreso satu, sama es coklat satu.” Aku berkata kepada pelayan, pelayan itu mencatat pesanan kami.

“Baik, mohon ditunggu.” Kemudian pelayan itu pergi.

Aku secara spontan memesan menu yang kupilih dengan tidak sengaja ketika pertama kali bertemu Melissa. Aku merasa seakan pertemuan kita saat ini mengulang kembali pertemuan kita yang pertama. Hanya saja kali ini kami memakai baju seperti seorang pasangan.

Melissa langsung melihat ke arah matahari yang akan terbenam. Dia mencolek lenganku dan menunjuk ke arah mata hari yang akan terbenam, seakan dia ingin menikmati momen ini bersama-sama denganku.

Ini pertama kalinya aku melihat matahari terbenam, dan aku tidak bisa berbohong bahwa ini menakjubkan.

Sambil melihat ke arah matahari yang perlahan-lahan turun dan membuat langit menjadi gelap, aku berterima kasih kepada Melissa karena telah mengajakku merasakan pengalaman ini. “Terima kasih ya, Mel.”

Melissa melirik ke arahku, aku melihatnya dengan sudut mataku, tetapi aku tidak menoleh balik. Dia tersenyum dan berkata. “Kapanpun.”

Setelah matahari terbenam dan langit mulai gelap, pesanan kami sudah datang. Aku menikmati momen bersama Melissa, sesekali aku mencoba memandang dirinya. Rasa suka terhadap dirinya mulai tumbuh sangat besar dalam diriku seakan-akan rasa itu bisa membuat dadaku meledak.

Aku melihat ponselku untuk melihat jam, waktu sudah menunjukkan pukul 6.30. Memikirkan perjalanan kemari, aku sedikit khawatir dengan Melissa. Jadi aku mencoba mengajaknya pulang.

“Mel, udah jam segini. Pulang dulu yuk.” Kataku kepada Melissa.

Melissa menurut dan mengangguk, kami menuju pintu keluar. Sebelum ke luar, aku mampir ke kasir yang berada tepat di sebelah pintu keluar untuk membayar minuman kami.

“Berapa, Mas?” Aku bertanya harga minuman yang kupesan dengan Melissa. Aku meraih dompetku dan mengeluarkan uang pecahan 100 ribu.

“100 ribu, Kak.” Kata seorang kasir pria itu, aku tidak memikirkan apa yang biasa kupikirkan. Biasanya aku akan menganggap ini sangat mahal atau harga ini tidak masuk akal, tetapi aku tidak memikirkan itu saat ini. Aku langsung menyerahkan uangnya dan kasir memberikanku bukti tanda terima.

Setelah selesai membayar, aku berbalik tetapi tidak melihat Melissa. Ketika aku keluar, Melissa ada di samping motornya, menatap ke atas langit dengan tatapan kagum sampai dirinya tidak bergerak.

Aku kemudian menghampiri Melissa dan melihat ke arah yang dia lihat. Di langit yang gelap, bulan purnama bersinar terang sendirian. Melihat bulan itu, aku teringat salah satu frasa jepang yang pernah aku baca di dalam sebuah buku. Frasa ungkapan cinta yang digunakan oleh orang jepang untuk menyatakan perasaan mereka, tetapi mereka tidak bisa mengatakan itu secara terus terang.

Aku melihat wajah Melissa yang mengagumi bulan purnama di atas, aku memandang wajah Melissa untuk beberapa saat dan entah bagaimana aku membayangkan Melissa menggunakan baju pengantin putih bersih yang suci, dia terlihat sangat cantik saat menggunakan itu. Akhirnya, aku tidak lagi bisa menahan perasaanku.

“Bulannya indah, ya?” Tanyaku dengan mata terpana, sambil memandang wajah Melissa. Ekspresi kagum Melissa langsung berubah menjadi terkejut dan dia langsung menoleh ke arahku. Seolah-olah dia mengetahui apa maksud dari perkataanku. Tetapi aku tidak kehilangan tatapanku dan terus memandang wajahnya.

Melissa tersenyum dengan tulus, kemudian dia berkata. “Aku bisa mati dengan bahagia, kan?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!