NovelToon NovelToon
Di Tepi Senja

Di Tepi Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Anggi Febriani

Kebanyakan orang-orang berpikir bahwa tidak ada cinta yang akan bertahan, apalagi di usia remaja, dan aku juga sependapat dengan mereka. Namun, dia membuktikan bahwa cinta itu benar-benar ada, bahkan anak remaja sekalipun bisa mendapatkan cinta yang akan menjadi pasangan hidupnya. Semua itu tergantung siapa orangnya.

Dari pengalaman ini aku juga banyak belajar tentang cinta. Cinta itu memang menyakitkan, tapi di balik semua itu pasti ada jalannya. Dia selalu mengajari ku banyak hal, yang paling aku ingat dia pernah mengatakan "rasa suka tidak harus dibalas dengan rasa suka." Dia lelaki yang dewasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Febriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 28

Hari ini tidak sama seperti hari sebelumnya. Hari-hari sebelumnya aku tidak perlu mengecek handphone ku dan aku tidak perlu membalas chat dari orang setiap waktu. Hari ini berbeda. Mulai dari sekarang, aku wajib mengecek handphone ku dan membalas chat dari seseorang. Aku harus membiasakan diri untuk melakukan hal ini, kalau tidak dia akan marah.

Aku tidak menyangka aku akan menerima Victor secepat ini. Kami berpacaran semenjak malam kemarin. Akhirnya seorang Tarasya punya pacar juga. Aku tidak sabar untuk pulang ke rumah. Aku ingin menghabiskan waktu ku dengan pacarku. Saat ini belum ada yang tahu kalau Victor dan aku berpacaran. Aku belum memberitahu teman-teman ku, bahkan aku belum memberitahu Mama dan Papa.

Senangnya, aku punya pacar. Apa aku harus pamer ke seluruh dunia? Aku mendapat pacar yang baik dan sangat perhatian. Aku pikir setelah menerima Victor semua akan menjadi buruk, ternyata sebaliknya, semua baik-baik saja. Victor, aku sangat mencintaimu.

"Halo sayang, sudah bangun?"

Aku mendapat pesan singkat dari Victor. Sungguh lucu, ini terlalu menggemaskan. Aku melompat kegirangan di kamar. "Sudah. Pagi sayang," balas ku.

Aku tidak tahu aku terlalu alay atau bagaimana, bukankah orang-orang berpacaran biasanya memanggil pacarnya dengan sebutan 'sayang'? Aku tidak salah memanggil dia 'sayang', kan? Memang agak aneh masuk dunia percintaan ini, tapi aku sudah terlanjur menerima dia.

"Pagi juga sayang," balasnya. Victor langsung menelepon aku.

Aku mengangkat telepon dari Victor. Kami berbicara di sana dan tertawa.

Belum lama bertelepon, Mama mengetuk pintu kamar ku. Mama mengajak sarapan. Aku mengakhiri percakapan kami dan keluar dari kamar. Suasana hati ku sangat berbunga-bunga, aku sangat bahagia.

"Ada apa ini? Kamu tampak bahagia," ucap Mama ketika aku keluar dari kamar.

"Biasa, Ma. Mama juga pernah muda," jawab ku.

"Masalah cinta. Anak Mama sudah besar, ya. Siapa cowok nya? Kevin?"

Kevin, Kevin, Kevin, selalu Kevin! Cowok di dunia ini bukan cuman Kevin. Mengapa Mama sangat suka dengan Kevin? Apa spesialnya dia? "Ma, cowok di dunia ini bukan cuman Kevin. Mama kenapa selalu nyebut dia sih?"

"Kamu kok? Sudahlah, lagipula kamu benar, bukan dia saja cowok di dunia ini, tapi yang Mama tahu, dia adalah cowok yang paling baik, dan dia sangat cocok untuk dijadikan pasangan seumur hidup."

Apaan sih? Bukan dia saja yang cocok dijadikan pasangan seumur hidup, Victor juga cocok. Kevin ini sudah mencuci otak Mama atau bagaimana? Atau jangan-jangan Mama menyukai Kevin?

"Kamu mikir apa, sayang? Mama hanya berharap kamu dan Kevin bisa menikah di masa depan nanti. Mama sangat yakin dia tidak akan menyakiti kamu. Mama mau kamu disayang oleh suami kamu nanti. Tapi itu nanti, ya, kalau saat ini kamu harus fokus belajar. Mama tidak larang kamu pacaran, asalkan pacarannya untuk mendukung satu sama lain. Menurut Mama kamu lebih baik pacarannya sama Kevin saja, kamu bisa tumbuh dengan baik jika berpacaran dengan dia."

"Ma, cowok di dunia ini bukan cuman dia. Bukan dia saja yang baik, masih banyak cowok di dunia ini yang baik, Ma. Mama sangat memuja-muja Kevin, kenapa tidak Mama saja yang menikah dengan dia?" Aku pergi meninggalkan Mama, aku menyusul Papa duduk di ruang makan yang sudah disediakan untuk tamu.

Mama menggeleng melihatku. Mungkin Mama berpikir aku masih terlalu kecil untuk membahas hal yang begitu. Mama tidak mengerti, Mama sama sekali tidak mengerti. Aku tidak menyukai Kevin, bagaimana mungkin aku bisa menerima orang yang tidak aku sukai?

Lama-kelamaan aku jadi tidak menyukai Kevin. Lebih baik dia di Prancis selamanya saja. Kalau dia kembali dia akan merusak hubungan ku dan Victor. Dia pasti mendapat dukungan dari Mama. Aku tidak mau aku harus putus dengan Victor gara-gara dia. Sungguh mengerikan!

...***...

Hampir dua minggu berada di Sumatra Utara, akhirnya kami pulang ke rumah. Aku tidak sabar bertemu dengan pria yang aku cintai. Aku tidak sabar masuk sekolah dan menceritakannya kepada Kezia. Pasti Kezia senang karena aku punya pacar. Aku sudah dewasa sekarang.

Beberapa hari ini aku menghabiskan waktu bersama Mama dan Papa. Tidak lupa aku juga ditemani Victor, baik itu melalui chat maupun telepon. Victor hadir di hidupku, dia melengkapi diriku yang masih kosong. Hati ku kini berisi pria yang sangat ku cintai.

Belakangan ini pria pengganggu itu belum ada mengabari ku, sepertinya dia sudah tahu posisinya. Dia tidak layak menjadi pasangan hidupku. Dia hanya berpura-pura baik, benar, bukan?

Aku membereskan barang-barang ku dengan cepat. Kain ku yang kotor langsung aku buat ke mesin cuci. Sepatu-sepatu ku taruh di rak sepatu dengan susunan yang rapi. Semua barang yang ada di mobil ku turunkan tanpa mengeluh, aku menyusun dan mencuci mereka.

Semua sudah selesai aku bereskan, aku sudah bisa berbaring di kamar sepuas yang aku mau. Aku mengambil handphone ku dan mengabari Victor kalau pekerjaan ku sudah selesai. Dia langsung membalas chat ku dan kami mulai chatingan selama beberapa waktu.

Ketika hati ku lagi berbunga-bunga karena gombalan Victor, tiba-tiba Kevin menelepon ku. Aku keluar dari ruang chat kami, lalu aku mengangkat telepon dari Kevin.

"Ada apa?" tanya ku dengan kesal. Dia mengganggu aku chatan dengan Victor.

"Maaf tidak mengabari kamu selama ini. Aku dengar kamu kemarin jalan-jalan, ya? Gimana? Seru?"

"Seru."

Kevin terdiam sejenak, dia tidak langsung menjawab atau berkata sepatah katapun kepadaku.

Sebelum Kevin melanjutkan perbincangan kami, aku menghidupkan laptopku. Entah kenapa aku membuka zoom dan mengajak Kevin untuk zoom. Bukankah aku bodoh? Mengapa aku mengajak dia zoom?

"Baiklah, tunggu sebentar." Kevin langsung membuka laptopnya. Dia masuk ke dalam ruangan zoom yang telah aku sediakan.

Kami sekarang bisa bertatap muka meskipun tidak secara langsung. Aku bisa dengan jelas melihat wajahnya, dia sangat lelah, kertas-kertas berserakan di meja kamarnya, rambutnya juga sedikit berantakan.

"Apa kamu baik-baik saja selama ini?" tanya ku khawatir. Aku tidak tahu mengapa aku khawatir kepada lelaki ini. Seingat ku beberapa hari yang lalu aku membencinya. Aku bahkan menjelekkan dia. Aduh, bodohnya! Mengapa aku menjelekkan dia? Dia adalah sahabatku yang paling baik. Aku harus meminta maaf kepadanya.

"Kamu bisa lihat, aku sangat lelah belakangan ini. Aku melakukan ini semua supaya bisa cepat-cepat bertemu dengan kamu, Tar. Aku sangat rindu berada di samping kamu."

Aku merasa tidak enak dengan Kevin. Apa aku seharusnya tidak menerima Victor, ya? Bagaimana aku mengatakan kepada Kevin kalau aku berpacaran dengan Victor? Aku sangat takut dia akan membenci ku.

"Ada apa, Tar? Kamu seperti ingin mengatakan sesuatu."

"Itu, bolehkah aku bertanya?"

"Tentu saja."

Aku sangat gugup, aku sangat gugup. Kevin tidak akan tahu kalau aku punya pacar, kan? Walaupun Kevin tahu, aku harap dia tidak membenci ku.

"Misalnya orang di dekat kamu, maksudku jika orang yang kamu suka berpacaran dengan orang lain, apa yang akan kamu lakukan? Ini, di sini, orang yang kamu suka itu tahu kalau kamu menyukainya, tapi dia tetap berpacaran dengan orang lain. Dia tidak memilih kamu, dia memilih orang lain."

Aku berusaha menunjukkan ekspresi biasa saja di depan Kevin. Aku tidak mau dia tahu aku punya pacar.

"Itu, ya? Apa yang harus ku lakukan? Sudah jelas mundur dan mengikhlaskan dia, kan? Orang yang kita suka pantas memilih siapa yang dia mau, tidak semua rasa suka harus dibalas dengan rasa suka."

"Apa kamu betulan bisa mengikhlaskan orang yang kamu suka?"

"Sebenarnya kalau aku tidak. Seperti yang kamu tahu, Tar, aku jarang suka sama cewek. Cewek di mata ku semua sama saja, mereka memanfaatkan untuk membantu tugas mereka. Sebenarnya tidak salah, cuman kan tidak enak kalau begitu. Kalau perihal perasaan lebih baik jangan seperti itu. Awalnya si A menerima hanya karena kasihan, lama-kelamaan si A ini mulai menyukai pacarnya. Di saat si A menaruh harapan yang besar kepada pacarnya, eh tahu-tahu nya pacarnya hanya memanfaatkan dia dan pacarnya selama ini diam-diam bermain di belakangnya. Tidak seru, kan? Makanya, pacaran itu kedua pihak harus benar-benar saling suka dan mempunyai tujuan yang jelas. Pacaran bukan main-main dan bukan untuk dipamerkan kepada orang-orang. Belum tentu dia bisa menjadi pasangan hidup kita."

Aku teringat dengan diri ku yang sekarang. Apa aku benar-benar menyukai Victor? Atau ini hanya perasaan sebentar saja? Dan apakah Victor juga benar-benar menyukai ku? Kami baru saja ketemu, tidak mungkin langsung suka begitu saja, kan?

"Lalu apakah kamu akan marah sama cewek yang kamu suka karena dia memilih orang lain?"

"Tidak. Dia bebas menentukan pilihannya. Aku tidak berhak marah atau melarang dia. Kalau pun kesal, itu sudah pasti, kalau memarahi cewek yang ku suka, itu tidak akan terjadi."

"Misalnya dia putus dengan pacarnya, apakah kamu akan menyukai dia kembali?"

"Mau putus atau tidak, aku akan menyukainya. Aku akan menunggu dia seberapa lama pun itu. Tapi jangan 100% bodoh, kalau dapat yang lebih baik dari dia, tinggalkan saja. Maksudku misalnya orang yang ku suka tidak putus dengan pacarnya selama bertahun-tahun dan mereka sudah tunangan."

"Baiklah kalau begitu dan misalnya kalau aku punya pacar?" tanya ku dengan penuh candaan.

Kevin terdiam sebentar. Dia mengubah ekspresi nya menjadi lebih serius.

"Eh aku hanya bercanda," ucap ku karena takut Kevin marah.

"Aku tidak marah, kan kamu katakan tadi 'misalnya'. Kalaupun kamu punya pacar, aku harus buat apa? Aku nunggu kamu lah. Kalau aku kesal dan kamu selalu mengabaikan aku, aku paksa aja kamu putus sama pacar kamu. Lagipula belum tentu dia jadi suami kamu. Kan suami kamu di masa depan, aku." Kevin ini sangat licik. Sungguh menyesal bertanya kepadanya.

"Aku bisa menikahi siapa yang aku suka."

"Tidak akan terjadi. Kamu adalah istri ku di masa depan dan aku adalah suami mu. Tidak boleh ada yang merusak hubungan ini."

Handphone ku bergetar. Aku mengambilnya dari samping laptop. Pesan dari Victor sudah sangat banyak, aku tidak menyadarinya tadi. Aku membalas semua pesan Victor dan mengabaikan Kevin. Mengabaikan sedikit tidak apa-apa kok. Lagipula aku membalas chat pacarku.

"Kamu punya pacar, Tar?"

Pertanyaan itu langsung membuatku menjauhkan handphone ku. Apa sejelas itu kalau aku punya pacar? Tidak mungkin Kevin langsung tahu. Kevin tidak boleh tahu, dia akan membenci ku.

"Eh aku tidak punya pacar, kok," jawabku dengan ragu.

"Mengapa ragu-ragu?"

"Aku tidak ragu-ragu. Mengapa kamu mengatakan seperti itu?"

"Kamu senyum-senyum melihat layar handphone kamu. Aku tidak tahu pasti, sepertinya kamu punya pacar. Jujur saja."

"Tidak kok. Pacar dari mana, coba?"

"Mau mengakui sendiri atau aku cari tahu?"

Sial. Sama Kevin tidak bisa berbohong!

"Kamu janji jangan marah. Janji?"

"Pria sejati tidak akan menarik perkataan sebelumnya."

"Aku punya pacar," jawabku. Aku menundukkan kepalaku dan berbicara dengan suara kecil.

"Siapa?"

"Victor."

1
Shoot2Kill
Ceritanya luar biasa, author semangat terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!