Jatuh cinta pandangan pertama bisa saja terjadi.
Dan katanya pacaran setelah menikah sangat indah.
Benarkah?
Simak yuk dan temukan jawabannya disini.
Seperti biasa cerita ini hanya fiktif, jangan dikaitkan dengan dunia nyata, oke!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 28
Ibunya Meisya mendekat, ibunya Meisya yang paling tau bagaimana perasaan anaknya itu. Ibunya Meisya mengelus rambut Meisya. Meisya menoleh.
"Kalau ibu boleh kasih saran, sebaiknya kamu menikah saja, Nak. Tapi ibu juga tidak akan memaksamu," kata ibunya Meisya yang bernama Sri.
"Aku belum kepikiran kesitu Bu, lagi pula aku masih trauma untuk menikah," balas Meisya.
"Tapi pikirkan putramu, kasihan dia." Viora menyela.
"Terima kasih untuk perhatian nona, aku akan pikirkan nanti," ucap Meisya.
Mereka kemudian terdiam, apalagi Ibra, ia tidak ada yang ingin di bicarakan. Viora berpindah ke sofa, dan disusul oleh Ibra.
Mereka berada diruang VIP, dan semua biaya Viora yang tanggung. Meisya mengelus rambut putranya yang masih tertidur.
"Yah ... Yah" Dalam tidur putra Meisya menyebut ayahnya. Meisya kembali menangis. Ibra yang merasa iba segera menelepon asistennya.
"Assalamualaikum, tuan," ucap Aaron setelah mengangkat panggilan dari Ibra.
"Wa'alaikum sallam, datang ke rumah sakit dalam waktu setengah jam." kemudian Ibra mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.
Aaron yang baru saja menerima telepon pun panik. Dalam waktu setengah jam harus tiba di rumah sakit. Dalam benaknya bertanya-tanya, apa yang terjadi?.
Sedangkan Ibra tanpa merasa bersalah sama sekali telah menekan asistennya untuk segera datang.
"Bagaimana Aaron mau kesini kalau rumah sakitnya tidak diberitahu?" tanya Viora.
"Oh iya, aku lupa, sayang," ucap Ibra sambil menepuk keningnya.
Kemudian Ibra pun mengirimkan alamat rumah sakit dan ruang perawatan nya. Agar Aaron tidak lagi bertanya atau mencari-cari.
Dokter bersama suster masuk, untuk memeriksa pasien. Dan mengganti infusnya.
"Bagaimana dok?" tanya Meisya.
"Keadaannya sudah sedikit membaik, hanya saja kalau bisa, panggil ayahnya kemari. Mungkin itu bisa mempercepat kesembuhannya.
Meisya dan Sri saling pandang, dimana mereka akan mencari ayah anaknya itu? Sedangkan hingga saat ini tidak ada kabar sama sekali.
Dokter kemudian permisi karena akan memeriksa pasien lain. Meisya menghela nafas panjang. Dadanya terasa sesak saat ini.
"Nak, sebenarnya adek waktu itu melihat tetangga kita yang selalu bermain dengan ayahnya. Lalu dia bertanya pada ibu, ibu bilang ayah adek pergi kerja jauh. maafkan ibu Nak. karena sejak saat itu dia sering termenung, dan banyak diam," ucap Sri menceritakan awal sebelum putranya sakit.
"Bukan salah ibu," ucap Meisya.
Setelah setengah jam berlalu, pintu ruangan pun dibuka dengan sedikit kasar. Sehingga semua mata tertuju pada sosok pria tampan masih dengan pakaian formalnya.
"Tuan!" panggilnya dengan nafas yang memburu.
"Duduklah, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu," pinta Ibra.
Aaron pun duduk, Sri dan Meisya saling pandang karena keduanya tidak mengenal pria itu.
"Aku ingin bantuanmu, kamu lihat anak yang berbaring itu?" tanya Ibra. Aaron pun menoleh ke ranjang rumah sakit.
Tadi Aaron tidak begitu memperhatikan, pandangannya hanya tertuju kepada Ibra saja. Karena ia pikir sudah terjadi sesuatu pada bos nya itu.
"Iya, apa yang bisa saya bantu tuan," jawab Aaron.
Kemudian Ibra pun menceritakan semuanya yang ia ketahui. Aaron pun mengerti dan mengangguk. Karena Ibra menjanjikan bonus yang besar bila berhasil.
"Aku belum berpengalaman dalam membujuk anak kecil, tapi bonusnya menggiurkan," batin Aaron.
Mereka masih menunggu, kebetulan Ibra dan Viora tadi belanja minuman juga cemilan. Jadi mereka bisa makan cemilan.
Putra Meisya meringis, perlahan ia membuka matanya. Ibra memberi kode kepada Aaron untuk mendekatinya. Aaron sebenarnya masih sangat kaku.
Karena ia jarang bergaul dengan anak-anak. Putra Meisya menatap pria didepannya. Kemudian beralih ke ibunya. Lalu kembali menatap Aaron.
Aaron mengelus rambut Putra Meisya yang biasa dipanggil adek itu, "a-adek."
Aaron gugup saat melihat anak itu. Tapi ia tetap mengelus rambut anak itu.
"Siapa namanya?" tanya Aaron.
"Cakra," jawab Meisya. Aaron mengangguk.
Cakra hendak bangun, tapi dengan cepat Aaron mengangkat anak itu dan menggendong nya. Untuk pertama kalinya Aaron menggendong anak kecil.
Anak itu menangis dan mengira ayahnya sudah kembali. Cakra melingkarkan tangannya dileher Aaron. Seorang anak yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah.
Kini rasa rindu pada sosok seorang ayah akhirnya tersalurkan dengan memeluk Aaron. Aaron pun merasa nyaman dengan memeluk anak itu.
"A-ayah," ucapnya sambil menangis.
"Iya, ayah pulang, Nak. Adek cepat sembuh ya," balas Aaron.
Aaron tidak memikirkan bagaimana nanti akhirnya, bagaimana kalau anak itu ketergantungan kepadanya? Semua itu tidak ia pikirkan akibatnya.
Yang ada didalam pikirannya sekarang adalah menolong anak itu dengan memberikan kasih sayang seorang ayah.
Meisya dan Sri menangis, mereka juga memikirkan bagaimana nantinya. Bagaimana, bagaimana dan bagaimana. Semua tidak menemukan jawabannya.
Aaron kembali membaringkan Cakra di ranjang pasien. Aaron mencium pipi dan kening anak itu juga menghapus airmata anak itu.
Hal yang belum pernah Aaron lakukan, hari ini ia lakukan demi bonus yang dijanjikan oleh tuannya.
Apa yang Ibra janjikan? Sebuah rumah dan mobil impian Aaron. Itulah yang membuat seorang Aaron tergiur.
Tapi bagaimana dengan perasaan anak itu nantinya? Untuk saat ini Aaron belum memikirkan kedepannya.
Cakra tersenyum, ia menggenggam jari telunjuk Aaron. Aaron duduk disisi ranjang pasien.
"Ayah!" panggilnya. Cakra tidak tau mau ngomong apa. Karena rasa rindunya selama ini.
Ia mengira orang asing yang ada didepannya ini adalah ayahnya, karena dia juga tidak tau bagaimana rupa ayahnya. Sang ibu tidak pernah memperlihatkan foto sang ayah.
Karena semua foto mantan suaminya sudah habis ia bakar. Satu pun tidak ada yang tersisa.
Jadi saat ada yang memperlakukan nya dengan baik, ia mengira bahwa orang itu adalah ayahnya.
Viora bersandar didada suaminya, ia juga menangis haru. Ibra mengelus kepala istrinya yang berbungkus hijab itu.
"Bagaimana nanti akhirnya?" tanya Viora.
"Kalau Meisya mau membuka hatinya untuk Aaron, apa salahnya mereka menikah. Atau setidaknya demi anak," jawab Ibra.
"Tapi mereka tidak saling mencintai, baik itu Aaron dan juga Meisya. Bagaimana kalau Aaron juga tidak mau?" tanya Viora.
"Bercermin pada diri kita, kita menikah secara dadakan. Juga tidak ada cinta, ya meskipun aku sudah mencintai mu sejak awal," jawab Ibra.
Viora menatap suaminya, "aku hanya takut, anak itu kecewa diberi harapan palsu."
"Nanti aku bicara sama Aaron. Lagipula Meisya juga tidak terlalu buruk, janda hanyalah status," kata Ibra.
"Cepat sembuh ya sayang, ayah nanti bawakan banyak mainan untukmu," ucap Aaron.
Meisya sudah sejak tadi menangis, sehingga ia tidak berani menghampiri anaknya. Dia sendiri juga tidak tau, tapi demi anaknya dia rela melakukan apa saja.
Sri menepuk-nepuk pundak Meisya agar bisa lebih tenang, meskipun dia sendiri juga tidak baik-baik saja. Pikirnya juga seperti itu, bagaimana nanti akhirnya?.