Rafael Graziano Frederick, seorang dokter spesialis bedah, tak menyangka bahwa ia bisa kembali bertemu dengan seorang gadis yang dulu selalu menempel dan menginginkan perhatiannya.
Namun, pertemuannya kali ini sangatlah berbeda karena gadis manja itu telah berubah mandiri, bahkan tak membutuhkan perhatiannya lagi.
Mirelle Kyler, gadis manja yang sejak kecil selalu ingin berada di dekat Rafael, kini telah berubah menjadi gadis mandiri yang luar biasa. Ia tergabung dalam pasukan khusus dan menjadi seorang sniper.
Pertemuan keduanya dalam sebuah medan pertempuran guna misi perdamaian, membuat Rafael terus mencoba mendekati gadis yang bahkan tak mempedulikan keselamatan dirinya lagi. Akankah Mirelle kembali meminta perhatian dari Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEPERTI INI RASANYA
Setelah pengumuman yang diberikan oleh komandan mereka telah selesai, Mirelle pun berencana untuk kembali ke kamar tidurnya, kamar yang ia tempati berdua saja dengan Xena. Melihat Mirelle yang akan pergi, Xena langsung berpesan untuk mengingatkan.
“Kita akan latihan menembak dua jam lagi, Elle,” ucap Xena.
“Ya, aku akan langsung ke sana nanti. Aku akan beristirahat dulu sebentar,” ucap Mirelle.
“Mau kutemani?” tanya Xena.
“Tak perlu, Kak. Aku bisa sendiri,” jawab Mirelle.
“Baiklah kalau begitu. Kami akan menunggumu di sana. Kamu sangat menyukai latihan ini kan?” Ujar Cena yang langsung diangguki oleh Mirelle.
Mirelle sangat senang karena akan ada pelatihan lagi, terutama untuk membentuk fisik. Meskipun latihan tersebut nantinya akan menjadi langkah awal untuk sebuah misi, ia merasa ragu dengan kemampuan dirinya. Ia sudah merasa tubuhnya kaku akibat kecelakaan saat misi yang ia alami. Ditambah lagi dengan kehadiran Rafael di sana, yang membuatnya semakin merasa tidak nyaman.
“Denganku saja, Elle! Aku juga ingin kembali ke kamar. Ada sesuatu yang harus kuambil,” ucap Lion. Pria yang usianya sama dengan Xena itu pun melangkah bersama dengan Mirelle.
“Bagaimana kondisi kakimu, Elle?” tanya Lion.
“Sudah jauh lebih baik, hanya saja masih sedikit kaku. Aku harus lebih banyak melatihnya lagi,” jawab Mirelle.
“Tapi jangan dipaksakan, Elle. Otot ototmu akan tegang nantinya jika terlalu dipaksakan.”
“Hmm … terima kasih, Kak.”
“Kamu sudah seperti adikku sendiri, Elle. Aku tak ingin hal buruk terjadi padamu lagi. Aku merasa bersalah dengan musibah yang menimpamu, seharusnya aku juga ada di sana dan membantumu,” ujar Lion, “eh aku malah terbaring karena luka di kaki yang sebenarnya tak seberapa. Komandan saja yang melebih lebihkan dan tidak mengijinkanku untuk kembali.”
Mirelle tertawa saat mendengar ucapan Lion. Rekannya yang satu ini memang humoris, tapi memiliki disiplin yang sangat tinggi. Lion, Snake, dan Xena, sudah seperti kakak baginya, pengganti Marco. Ya, Mirelle sangat merindukan Marco, merindukan keluarganya.
Terkadang Mirelle merasa ia tak adil pada keluarganya. Ia meninggalkan mereka hanya karena ingin menjauhi Rafael. Namun pria itu kini selalu saja ada di sekitarnya, dalam jangkauan pandangannya.
“Aku lebih suka melihatmu tertawa, Elle,” ujar Lion yang tiba tiba saja merangkul bahu Mirelle, kemudian memberi usapan di kepala Mirelle, yang langsung membuat gadis itu berteriak.
“Kakak! Kamu mengacak rambutku!” teriak Mirelle, “Aku akan membalasmu!”
Lion memang suka mengganggu Mirelle, adik kecilnya yang paling sering mereka goda. Adik kecil yang membuat mereka merasa tak terlalu formal saat bersama.
“Ayo kejar aku, Elle!” teriak Lion yang langsung berlari dengan kencang. Dia lah Lion, sang pemilik gerakan gesit. Kaki adalah asetnya, oleh karena itu juga sang komandan begitu menjaganya saat kakinya terluka.
Mirelle tersenyum kemudian melangkah cepat dan lebar untuk mengejar Tiger. Namun, ia belum bisa terlalu berlari karena kondisi kakinya yang masih menyesuaikan. Oleh karena itu juga Mirelle merasa ragu dengan kondisinya yang tak akan mungkin diikutsertakan dalam misi.
“Sampai jumpa di lokasi, Elle!”
“Aku akan membalasmu, Kak!” ucap Mirelle dengan tangan mengepal yang diarahkan pada Lion.
Lion tertawa, “Aku menunggu pembalasanmu, Elle.”
Lion masuk ke dalam kamar tidurnya sementara Mirelle akhirnya berbelok dan masuk ke dalam kamar tidurnya sendiri. Ia melepas sepatunya kemudian berbaring di atas tempat tidur. Mirelle menghela nafasnya pelan, matanya menatap langit langit dan ingatannya seakan kembali ke beberapa tahun yang lalu.
“Aku tak bisa kembali. Aku tak boleh kembali ke titik awal. Aku sudah sampai di sini, tak boleh mundur lagi. Ini hidupku, ini pilihanku. Kamu telah memilih jalan yang berbeda denganku, Dokter Rafael,” gumam Mirelle memejamkan mata dan menutupnya dengan sebelah lengannya.
Sementara itu di luar, Rafael yang melihat interaksi antara Mirelle dengan seorang pria, membuatnya mengepalkan tangan. Ia tak suka melihat kedekatan Mirelle dengan pria lain. Saat pria itu merangkul Mirelle, bahkan mengusap rambutnya, emosi langsung menyelimutinya.
Setelah berbicara sebentar dengan Komandan markas tersebut, Rafael pun pergi menuju ke sebuah pintu yang ia yakini adalah kamar tidur Mirelle. Rafael melihat Mirelle memasuki pintu ini tadi. Ia mengetuk pintu tersebut beberapa kali.
“Ckk … siapa lagi yang menggangguku? Aku hanya ingin istirahat sebentar sebelum latihan menembak dimulai,” gumam Mirelle.
Gadis itu akhirnya bangkit dan melangkah mendekati pintu. Mirelle mengira bahwa pasti Lion lah yang kembali mengganggunya. Pria itu memang sering sekali mengganggu waktu istirahatnya.
“Ada apa, Ka …?” ucapan Mirelle terhenti ketika melihat siapa yang ada di depan pintu kamar tidurnya. Tubuh Mirelle terdiam sesaat hingga Rafael bisa mendorong Mirelle masuk kembali ke dalam kamar tidur tersebut, lalu menguncinya. Kewaspadaan Mirelle kembali dan ia langsung bertindak.
Bughhh
Mirelle langsung balik mendorong Rafael saat pria itu mengunci pintu, kemudian dengan cepat menahan leher Rafael dengan lengannya. Ia tak suka dengan apa yang Rafael lakukan saat ini.
“Keluar sendiri atau aku akan mengeluarkanmu dengan cara kasar,” ujar Mirelle.
“Bisakah kita bicara, Elle?” tanya Rafael dengan nada memohon.
“Sudah pernah kukatakan bahwa tak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Jika anda ingin membicarakan masalah pekerjaan, silakan bertemu dengan komandan.”
Rafael menghela nafasnya dalam dan menatap Mirelle.
“Aku minta maaf atas semua yang pernah kulakukan padamu, Elle. Aku tahu aku salah. Dan tentang Marsha …,” belum selesai Rafael berbicara, Mirelle langsung memutar tubuh Rafael dan mengunci kedua tangan pria itu ke belakang.
“Saya tak memerlukan penjelasan apapun dari anda, Dokter. Bukankah anda datang ke sini untuk bekerja? Maka bekerjalah.”
Dengan gerakan cepat, Mirelle membuka kunci pintu lalu mendorong Rafael keluar dari kamar tidurnya.
“Elle!”
Mirelle menutup pintu kamar tidurnya tepat di depan wajah Rafael, membuatnya kaget dan jantungnya berdetak dengan cepat. Tiba tiba saja Rafael teringat bahwa ia pernah melakukan hal yang sama pada Mirelle.
“Ternyata seperti ini rasanya … berbicara tak didengar, bahkan ia menutup pintu tepat di depan wajahku. Marco Kyler, apa yang harus kulakukan agar adikmu ini memaafkanku?” gumam Rafael.
🧡🧡🧡