Aku tidak pernah menyangka jika kisah cintaku bisa serumit ini. Berawal dari perkenalan yang tidak kusengaja dengan seorang pria yang mengaku masih singel, ternyata dia adalah seorang pria beristri.
Disaat aku mencoba untuk move on, ternyata Allah kembali menguji ku dengan seorang duda beranak satu. Lalu sanggupkah aku lepas dari jerat sang duda?
jangan lupa baca dan suscribe aku ya.. Terima kasih 😊🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjerat Cinta Duda 28
" Betul Amal tak menyentuhmu? Nanti kamu tidak sadar saat tidur. Atau coba rasakan di bagian ******** mu ada yang linu atau sakit? Atau ada bercak darah di seprai hotel?" Tante tampak cemas.
Aku mulai mengingat ingat, " sepertinya gak ada tan, anu ku pun tidak terasa sakit. Mas Amal adalah pria baik-baik tante. Percaya deh sama Zahra. Zahra dan mas Amal tidak serendah itu." Jawabku berusaha meyakinkan tante.
" Syukurlah. Kamu tahu Zina? Zina adalah suatu perbuatan yang dilarang dalam Islam. Seseorang yang melakukannya, tentu akan mendapat dosa zina. Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32)." Tante menjelaskan dengan detail.
" Zahra paham tante ku sayang..." Aku memeluk tante.
" Terima kasih sudah peduli dengan Zahra, terima kasih sudah menyayangi Zahra." Ucapku lagi.
Setelah merasa yakin jika aku baik-baik saja akhirnya tante Lidya keluar dari kamarku."
Aku berbaring di ranjang menatap langit-langit kamar.
Tring! Ada pesan masuk di handphone ku. Ternyata dari mas Amal, ( kangen!)
Ya Allah, lebay banget sih mas, aku tertawa sendiri membaca pesan singkat dari mas Amal.
Aku membalas pesan mas Amal mumpung ia mau mengirimiku pesan. ( Kita kan bari jumpa, masa sudah kangen. Kok Zahra gak percaya ya?) Pesan kukirim.
Mas Amal kembali membalasnya, ( belahlah dadaku, maka akan kau temui namamu tertulis disana.)
Sejak kapan ia menjadi puitis? Mas, Zahra gak nyangka bisa sedekat ini sama kamu.
Kami berbalas pesan dengan mas Amal hingga ada satu pesan yang begitu menyentuh hatiku. ( Zah, percaya sama mas. Mas tidak menyentuhmu sebelum kamu punya label halal buat mas. Mas juga minta maaf karena pernah secuek itu terhadap kamu. Dan percayalah, mas mencintaimu sejak pandangan pertama dengan mu.)
Mas... Aku pun begitu, mencintaimu sejak pandangan pertama kita.
***
Hari ini aku dan mas Amal sudah berada di pemakaman. Sesuai rencana kami hari ini akan berziarah ke makam mama, papa juga ayahnya mas Amal.
Ada perasaan haru saat aku tiba di rumah peristirahatan papa dan mama yang terakhir.
Air mataku berlomba-lomba untuk turun.
Aku membersihkan pemakaman mama dan papa. Setelahnya kami memanjatkan doa untuk almarhum mama dan papa.
Kami lanjutkan ziarah kemakam ayahnya mas Amal, kami pun melakukan hal yang sama seperti almarhum papa dan mama ku.
Selesainya kami pulang. Mas Amal mengantarku sampai depan rumah, namun tak turun dari mobil, " jaga kesehatan! Dua hari lagi kita akan menikah." Pesan mas Amal.
Aku hanya menggangguk, kemudian aku turun dari mobil.
Aku masuk kedalam rumah. Rumah nenek sudah mulai ramai. Saudara juga mulai berdatangan. Tante Lidya dan ibu-ibu yang lain mulai membuat kue untuk jamuan pernikahanku nanti.
Aku membuka bungkusan baju pengantin yang kami beli waktu itu. Rasanya aku sudah tidak sabar lagi untuk memakai gaun pernikahan.
Aku juga begitu rindu pada bayi manis nan gembul. Sedang apa dia sekarang?
*************
Hari yang ku tunggu-tunggu akhirnya tiba. Pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Aku segera mandi dan lekas melaksanakan shalat subuh. Tak lupa doa kupanjatkan agar kiranya pernikahanku nanti dapat berjalan lancar sesuai dengan rencana kami.
Tim makeup yang di pesan oleh mas Amal sudah tiba. Kini aku sedang di rias. Butuh waktu satu jam untuk merubah diriku. Gaun pengantin sudah kupakai. Hijab berhias bunga melati sudah terpasang di kepalaku. Aku suka dengan riasan wajahku yang tidak menor namun tampak lebih natural. Mas Amal memang the best.
Aku melihat dari balik jendelaku. Di luar sana sudah ramai dengan tamu dan keluarga mas Amal. Mas Amal berjalan diapit oleh ibu dan pamannya. Tak lupa si Zuwita di fendong oleh mas Amal.
Sekilas lucu memang, tapi itu semua tidak menjadi persoalan. Anak adalah hal yang paling utama dan aku tidak keberatan jika itu menyangkut tentang Zuwita.
Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi di luar sana, yang jelas aku tak sabar di panggil keluar untuk bertemu dengan mas Amal.
" Zah." Wajah tante Lidya nongol di balik pintu.
Aku berjalan kearah tante Lidya, tante Lidya menggandengku berjalan kearah mas Amal.
Jangan tanya bagaimana gugupnya aku menghadapi tatapan para tamu.
Aku duduk di samping mas Amal.
Mas Amal dan pak penghulu berjabatan tangan.
Air mata mulai jatuh satu persatu, ada wajah mama dan papa yang terbayang di pelupuk mataku.
Yang aku dengar saat itu adalah ucapan sah dari para saksi yang menghadiri pernikahan kami.
Kami selesai menandatangi dokumen pernikahan. Untuk pertama kalinya aku bersalaman dengan mencium tangan suamiku. Kini sah sudah statusku menjadi seorang istri juga sebagai seorang ibu. Banyak yang ikut menangis menyaksikan pernikahan kami.
Kini kami mulai melakukan sungkeman kepada nenek, ibunya mas Amal, tante dan om juga para tamu undangan yang hadir. Tak mau ketinggalan, masih menggunakan baju pengantin, baby Zuwita merengek agar aku menggendongnya.
Dan banyak yang tertawa juga saat aku harus bersalaman dengan tamu dan harus menggendong Zuwita yang gembil.
Inilah resiko menikah dengan seorang duda beranak satu. Dan aku sudah harus siap kapan pun.
Acara pernikahan kami sudah selesai. Para tamu sudah pulang. Hanya tinggal aku, nenek, tante, om dan juga ibunya mas Amal.
Dan hari ini juga aku akan diboyong langsung kerumah mas Amal.
Ini adalah momen tersedih dalam hidupku. Aku harus meninggalkan nenek, padahal selama ini nenek dan tante adalah orang terbaik dalam kehidupanku. Berulang kali nenek memelukku sambil mengusap wajahnya.
" Jangan nangis nek, aku hanya pindah tidur. Dan itupun tidak jauh hanya berselang lima menit. Aku akan sering mengunjungi nenek bersama zuwita." Hiburku lagi.
" Nenek tidak sedih, nenek bahagia bosa melihat kamu menikah. Jadi suatu saat jika nenek pergi tidak ada kekhawatiran lagi." Ucap nenek sambil tersedu-sedu.
Setelah nenek terlihat lebih tenang akhirnya aku berkemas-kemas membawa perlengkapanku seadanya.
Kami berpamitan pada nenek, tante Lidya juga om Iwan. Berkali-kali nenek menitipkan aku pada mas Amal.
" Titip Zahra! Jika ia salah tolong di nasihati. Jangan kasari cucu nenek satu-satunya ini Mal." Pesan nenek.
***********
Kini kami sudah tiba di rumah mas Amal.
Zuwita tampak rewel, " mungkin mau minum susu. Sebentar nenek buat dulu ya." Ibu bergegas kedapur namun ku cegah.
" Biar Zahra saja bu." Ucapku sambil berjalan menuju dapur.
" Susunya di lemari ya, air panasnya ada di termos." Ucap ibu lagi.
Setelah menjadi istri mas Amal aku ingin menggantikan tugas ibu mengurus Zuwita.
Setelah siap membuat susu aku mendekati Zuwita dan memberikan susu.
" Yang, bawa di kamar aja." Mas Amal membawa tas ku kekamar.
Aku menggendong Zuwita masuk kekamar mas Amal. Sementara ibu sudah minta izin untuk istirahat sebentar di kamar.
Aku meletakkan Zuwita diatas kasur, nampaknya Zuwita sangat haus dan ngantuk hingga sebentar saja ia sudah tertidur pulas.
Kini tinggal aku dan mas Amal di kamar ini.
Aku jadi bingung apa yang harus kulakukan.
Mas Amal mendekatiku, bahkan wajah kami sudah tidak ada jarak lagi.
" Harus sekarang ya mas?"
" Kapan lagi?" Tanyanya mesra
" Ceritakan dulu kisah hidupmu bersama uminya sabrina!" Bisikku ditelinga mas Amal.
pelajaran Manis Untuk Suamiku
kshan zahra
yuk ah baca....