" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
yang terbaik
Ratih yang tidak tau kepulangan Pamungkas tentu saja terkejut,
" Mengendap endap seperti itu mau kemana?" Pamungkas mendekat, memperhatikan keponakannya itu dengan seksama.
Ratih mundur, melihat tubuh setinggi itu di keremangan entah kenapa ia takut, tapi ia mengenal betul bahwa itu suara omnya.
" Ka.. kapan om datang?" Ratih tergagap saking kagetnya,
" tadi sore, jangan mengalihkan pembicaraan, kau mau kemana tengah malam begini?" Pamungkas berdiri di hadapan Ratih.
" Aku mau ke mini market dua puluh empat jam di dekat rumah," jawab Ratih.
" Apa yang ingin kau beli?" raut Pamungkas serius,
Ratih tertunduk,
" lho? mau beli apa? kok malah diam?" tanya pamungkas.
" Aku mau beli camilan," jawab Ratih pelan,
" camilan? jam segini?"
" aku sedang nonton drama om, jadi butuh camilan.."
" tidak bisa kau tahan keinginan ngemilmu itu?"
" tidak.." jawan Ratih menggeleng.
" Bukankah kau besok ke cafe?"
" aku tidak masalah datang siang.."
Pamungkas menghela nafas sejenak,
" masuklah kembali ke kamar, biar om yang beli,"
" tidak, om tidak tau mana yang aku suka?"
" tulis saja.."
" tidak usah sajalah.." Ratih berbalik ke arah kamarnya,
" lho, malah purik..?" Pamungkas menarik lengan Ratih,
" ya sudah, ayo beli kutemani,"
" biasanya aku juga sendiri tidak apa apa om, disini kan ramai meski tengah malam?" Ratih masih ngeyel.
" Memangnya kenapa kalau ku temani? menganggu? kau ada janji dengan seseorang?"
Keduanya saling menatap, ada kekesalan yang memercik.
" Om tidak bisa ya bicara baik denganku?" nada Ratih mulai ketus,
" sedari tadi om baik, kau saja yang ngeyel,"
" karena aku bisa sendiri,"
" ini kan ngeyel.. sudah masuk saja kalau tidak mau ku temani," Pamungkas setengah memerintah.
Dengan langkah kesal Ratih berjalan ke kamarnya, membanting pintu dengan keras.
Pamungkas yang mendengar suara pintu di banting itu tidak diam saja, ia menyusul Ratih ke dalam kamar.
" Kau bukan anak kecil? kau sudah pernah berumah tangga, apa pantas kau membanting pintu tengah malam Ratih?!" Pamungkas kecewa dengan sikap Ratih yang belum sepenuhnya dewasa.
" Kau sudah dua puluh enam tahun, belajarlah mengendalikan emosimu?" Ratih tak menjawab, ia membelakangi Pamungkas.
" Jangan mengulangi hatl semacam itu lagi Ratih, sebagai om mu aku wajib memperingatkanmu,
bagaimana jika kelak kau menikah lagi tapi sikapmu masih seperti ini?" imbuh Pamungkas.
" Diamlah om, dan keluar!" ujar Ratih tajam.
Suasana hening cukup lama, namun Pamungkas belum juga pergi.
" Kenapa om tidak pergi? mau menciumku lagi?" Ratih masih ketus saat menyadari omnya itu malah duduk di single sofanya.
" Kenapa kau membahas itu terus?" tanya Pamungkas sembari menatap lantai.
" Karena aku kesal,"
" kau kesal karena aku kurang ajar padamu?"
" tentu saja om?!" tegas Ratih.
" Kau bisa mendorongku, menolakku, bahkan memukulku, kenapa tidak kau lakukan?" tanya Pamungkas.
" Apa kau lemah juga pada laki laki lain?" pertanyaan Pamungkas lagi lagi menyinggung.
Ratih yang kesal mendengar itu mengambil bantal dan melemparkannya tepat di wajah Pamungkas.
" Kalau bukan om ku sudah kuteriaki maling!"
" teriak saja, kalau kau tidak khawatir terhadap papa mamamu,"
" Mau om apa sebenarnya?! tidak ada habisnya mengangguku?!"
" Om mau kita berdamai.."
" Berdamai? bukankah om sendiri yang mencari masalah? aku ini keponakanmu om?!
apa om kira aku senang?!
mungkin di luar sana banyak perempuan yang mengeluh eluhkan om,
tapi tidak denganku?!
saat om sudah berlari aku bahkan masih belum ada di dunia, harusnya om tau, harusnya om tidak begitu terhadapku!" Ratih meluapkan kekesalannya.
"Apa karena ponakanmu ini Janda? jadi om kira aku sedang kesepian dan mau terhadap om sendiri?"
Pamungkas tidak tahan mendengarnya, laki laki itu bangkit dan membungkam mulut Ratih.
" Hentikan Ratih, asumsimu sungguh kejam,
aku tidak pernah sekalipun berpikiran buruk kepadamu,
kau tau itu dengan jelas!" tegas Pamungkas.
" Kau perempuan yang lincah dan cantik,
kau benar.. saat aku sudah tau dunia kau bahkan belum lahir, aku memang cukup tua untuk melakukan kesalahan semacam itu padamu,
tapi om mu ini tetaplah manusia biasa Ratih,
tanganku dan tubuhku tidak mungkin bergerak sendiri, jika hati dan pikiranku tidak memerintahkan ku.." ujar Pamungkas menurunkan tangannya dari bibir keponakannya itu.
" Ratih.. memang akulah yang tidak becus.. memang akulah yang tidak cukup baik untuk menjadi om mu,
tapi percayalah.. tak ada niat buruk sedikitpun di hatiku,
aku ingin kau bahagia.." Pamungkas mundur,
" Aku sudah memutuskan akan mengakhiri masa lajangku Ratih,
itu demi ketenanganku dan ketenanganmu..
yah..
aku akan menikah, jika memang itu yang terbaik.." betapa sedih nada Pamungkas,
setelah mengatakan itu ia segera berjalan pergi meninggalkan kamar Ratih.
Sementara Pamungkas berjalan kembali ke kamarnya,
tanpa Pamungkas sadari pintu Kamar Hendra sedikit terbuka.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆