Kesucian Yang Ternoda

Tring tring

Alvin yang sedang bekerja, dia mendengar ponsel miliknya berdering. Dia mengambil ponsel miliknya yang ada di atas meja. Ternyata itu panggilan masuk dari dokter Luna, yang merupakan dokter rekomendasi dari dokter Irma.

''Hallo, Dok.'' ucap Alvin.

''Maaf jika saya mengganggu waktu Pak Alvin, saya hanya mau memberitahukan jika hasil tes DNA Pak Alvin sudah keluar dan sudah bisa di ambil.''

''Benarkah?'' Alvin terlihat senang.

''Benar, Pak.''

''Baiklah, nanti setelah pulang kerja, saya akan langsung pergi ke rumah sakit,'' ucap Alvin.

Hanya sebentar mereka berteleponan. Kini Alvin kembali fokus bekerja. Dia sudah tidak sabar untuk melihat hasil tes DNA yang dia sendiri juga sudah tahu hasilnya. Dia akan menunjukkan bukti itu ke kedua orang tua Cantika.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sekarang tepat pukul tiga sore. Alvin memilih untuk pulang lebih cepat. Dia membereskan meja kerjanya, lalu bersiap untuk pulang. Namun sebelum pulang, dia berpamitan kepada asisten dan juga sekretarisnya.

Untung saja jalanan tidak macet, jadi Alvin bisa sampai lebih cepat. Alvin memarkirkan mobilnya di parkiran depan rumah sakit. Alvin yang baru keluar dari mobil, dia melangkah memasuki rumah sakit. Alvin langsung saja menemui dokter yang membantunya melakukan tes DNA.

Saat ini Alvin berada di depan ruangan dokter itu.

Tok tok

Alvin mengetuk pintu, dan tak lama dokter Luna membukakan pintu ruangannya.

''Eh Pak Alvin, silakan masuk!'' pintanya.

''Terima kasih, Dok.'' Alvin melangkah memasuki ruangan itu 

Kini mereka duduk berhadap-hadapan.

''Dok, bagaimana hasilnya?'' tanya Alvin.

''Bapak bisa lihat sendiri,'' dokter Luna memberikan amplop putih yang di dalamnya ada hasil tes DNA.

Perlahan-lahan Alvin membuka amplop itu. Lalu dia membaca hasil tes DNA. Ternyata benar, dia dan anaknya tidak ada kecocokan.

''Terima kasih atas bantuannya, Dok.''

''Sama-sama, Pak. Lagian itu sudah menjadi tugas saya.''

Setelah urusannya dengan dokter Luna selesai, Alvin segera berpamitan untuk pulang.

Alvin yang baru pulang, dia melihat keluarganya sedang berkumpul. Pak Dirga juga ada disana.

''Papah Dirga sudah pulang?'' tanya Alvin yang baru memasuki rumah.

''Sudah, Nak. Papah sampai tadi pagi di bandara,'' ucapnya.

Alvin mendekati mereka lalu berjabat tangan. Dia juga ikut duduk bersama mereka. Ayahnya dan mertuanya asyik mengobrol, sedangkan Alvin hanya duduk diam saja.

"Nak, kamu kok diam saja? Tumben sekali nih tidak seperti biasanya," ucap Pak Dirga, sambil memperhatikan menantunya.

"Biasanya juga aku seperti ini kok, Pah."

Alvin diam karena dia memiliki keraguan dalam hatinya. Dia ingin mengatakan kebenaran hasil tes DNAnya, tapi disisi lain dia tidak tega kepada mertuanya yang pasti akan kecewa. Namun Alvin tidak akan menunda lagi, dia harus mengatakannya sekarang juga agar semua permasalahan mereka cepat selesai.

"Pah, Papah Dirga, Mamah Rinda, ada yang ingin Alvin katakan sama kalian," Alvin terlihat mantap dengan apa yang akan dia katakan.

"Apa, Nak?" tanya Bu Rinda, yang merasa penasaran.

Alvin mengambil salinan hasil tes DNAnya. Lalu memberikannya kepada Bu Rinda. Dia sengaja tidak memberikan hasil yang asli.

Bu Rinda menerima selembar kertas yang dia sodorkan oleh menantunya. Lalu membaca apa yang tertulis di kertas itu. Tiba-tiba raut wajahnya berubah.

"Apa maksudnya ini, Vin?" tanya Bu Rinda.

"Apa sih, Mah? Papah penasaran nih," Pak Dirga menyambar selembar kertas yang sedang di pegang oleh istrinya. Saat membaca keterangan yang tertulis disana, Pak Dirga terkejut. Sekaligus tak percaya dengan hasil tes DNA itu.

"Kenapa wajah kalian berubah tegang?" tanya Pak Sanjaya.

"Coba baca ini!" Pak Dirga memberikan selembar kertas itu kepada Pak Sanjaya.

Pak Sanjaya terkejut membaca tes DNA itu. Tidak pernah menyangka jika anaknya akan melakukannya sampai sejauh itu. Apalagi sampai memberitahu kedua orang tua Cantika.

"Cantika ... Canti ... " Pak Dirga memanggil anaknya dengan nada suara yang sedikit keras. Terlihat kekecewaan di sorot matanya.

Cantika yang sedang berada di kamar, langsung saja keluar saat mendengar ayahnya memanggilnya. Kebetulan anaknya juga sudah tidur.

Cantika melihat ekspresi wajah ayahnya yang tampak serius sekali.Ayahnya terlihat sedang menahan emosi.

"Ada apa, Pah?" Cantika mendudukkan diri sebelah suaminnya. Tepatnya dia di hadapan ayahnya.

"Apa ini benar?" Pak Dirga mengambil hasil tes DNA yang di pegang oleh Pak Sanjaya, lalu memberikannya kepada putrinya.

Cantika terbelalak saat membaca hasil tes DNA itu. Sekarang apa yang dia tutupi ketahuan oleh orang tuanya.

"Maaf, Pah." Cantika menundukkan pandangannya.

Mendengar perkataan putrinya saja, Pak Dirga paham jika memang itulah kenyataannya. Pak Dirga sangat kecewa terhadap putrinya, begitu juga dengan Bu Rinda yang tak kalah kecewanya.

"Mamah tidak pernah mengajarkan kamu untuk menjadi wanita pembohong, Canti. Apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan suami kamu saat tahu bahwa kamu hamil anak orang lain. Harusnya dari awal kamu jujur sama kita semua, Nak." ucap Bu Rinda.

"Papah juga kecewa sama kamu, Nak. Kenapa kanu bisa menjadi anak nakal? Sesering apa kamu berhubungan bebas di luar sana sehingga bisa hamil. Parahnya kamu menjerat lelaki lain untuk menjadi ayah dari anakmu. Harusnya dari awal kamu itu jujur, Nak." ucap Pak Dirga.

"Pak Dirga, Bu Rosma, semuanya sudah terjadi. Lagian anak saya Elvan, dia menerima Cantika apa adanya. Buktinya dia selama ini bertanggung jawab," sahut Pak Sanjaya.

"Papah salah, setelah aku di bohongi seperti itu, aku sangat kecewa. Rasa cintaku kepada Cantika seolah memudar. Aku ingin kita pisah, karena aku tidak suka di bohongi. Cukup sabar aku selama ini hidup dalam keraguan. Keputusanku sudah mantap, aku rela jika nantinya akan kehilangan perusahaan atau pun jabatan. Tidak apa-apa aku miskin, asal aku pisah sama Cantika. Kalian tenang saja, aku akan tetap memberi nafkah untuk Naura, yang sudah aku anggap anak sendiri," ujar Alvin.

"Vin, apa kamu tidak bisa membatalkan niatmu itu?" tanya Pak Sanjaya.

"Tidak bisa, Pah. Alvin akan tetap menceraikan Canti⁶ka."

Pak Dirga dan Bu Rinda tak berani untuk meminta Alvin membatalkan niatnya itu, karena disini anaknya lah yang bersalah, bukannya Alvin. Bahkan Alvin sudah menjadi suami dan ayah yang baik selama ini. Dengan berat hati, mereka mengizinkan Alvin yang akan menceraikan putrinya.

Cantika terus menangis, bahkan dia meminta kesempatan kedua kepada Alvin. Namun Alvin tidak bisa memenuhinya, karena dia sudah terlanjur kecewa kepada istrinya.