Ayahnya mengatakan jika Yura akan di jodohkan dengan pria baik dan ramah. Tapi setelah menikah Yura justru mendapati suaminya itu irit bicara, membuat Yura terkadang frustasi dengan suaminya sendiri.
Ketika berhasil meluluhkan sikap dingin suaminya, Yura harus berjuang melawan penyakit mematikan yang menggerogoti tubuhnya dan trauma masa lalu yang terus menghantuinya. Di tambah, Yura kembali bertemu dengan teman kecilnya yang tak lain kembaran suaminya. Hal itu membuat pernikahan mereka di uji.
Akankah Yura tetap bersama suaminya atau kembali dengan teman masa kecilnya? Yura harus memilih satu di antara mereka disaat tubuhnya di gerogoti sel kanker jahat yang membuatnya hampir menyerah untuk hidup.
-Sesuai namamu aku akan memanggilmu pria musim dingin," kata Yura tersenyum di hadapan Winter.
De Willson series 1 (Menikahi mafia kejam)
De Willson series 2 (The devil's touch)
De Willson series 3 (Pria musim dingin)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thenia12 Nurhalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#28
Yura berjalan dari dapur menuju ruang tamu dengan memegang sepotong semangka di tangan nya.
Ia melihat Winter yang sibuk dengan laptopnya. Yura duduk di depan Winter memperhatikan suaminya itu dengan mengunyah semangka.
Kemudian Yura mengambil tissue dan meletakan di atas paha nya, sesekali ia mengeluarkan biji semangka dari mulutnya dan menyimpannya di atas tissue.
"Ini siapa sih yang membuat semangka ada bijinya seperti ini. Rumit sekali!" Yura terus menggerutu sambil mengunyah semangka.
Kemudian seorang pelayan menghampiri mereka dengan berjalan tergopoh-gopoh. Ia menenteng kresek di tangannya.
"Nona, pesanan anda sudah datang."
Yura menoleh. "Akhirnya ..." Gadis itu mengambil pesanannya. "Terimakasih ya."
Pelayan itu mengangguk dengan tersenyum lalu pergi dari ruang tamu.
"Kau mau makan sekarang?" tanya Yura kepada Winter.
Winter mengangguk. Ia memindahkan laptopnya ke meja lalu berjalan dengan Yura ke meja makan.
Ketika Winter pulang dari luar kota, Oris kembali ke mansion Maxime. Dan seperti biasa, tidak ada orang yang memasak di mansion Winter. Alhasil Yura memilih beli saja.
Ketika Yura hendak membuka pelastik makanannya, ia baru ingat kalau dirinya belum membayar pengantar makanan tersebut.
"Astaga aku lupa belum bayar mas-mas itu, aku keluar dulu."
"Jangan!" sergah Winter.
Yura berbalik menatap suaminya. "Kenapa?"
Hening beberapa detik sampai akhirnya Winter menjawab.
"Sudah di bayar oleh pelayan tadi," ucap Winter merujuk kepada pelayan di mansion nya yang mengantar makanan tadi ke ruang tamu.
"Beneran sudah?" tanya Yura memastikan.
Winter mengangguk.
Sebenarnya bukan itu alasannya, Yura membeli ikan bakar. Dan Winter kenal penjualnya, siapa lagi kalau bukan salah satu anak buah grandpa Javier yang menyamar menjadi pedagang untuk memastikan keluarga De Willson tidak makan sembarangan dari orang yang tidak di kenal.
"Oh yasudah ..." Yura menarik kursi dan duduk di samping Winter.
Dengan mata berbinar karena kelaparan gadis itu segera membuka makanannya.
"Kenapa pesan ini?" tanya Winter.
"Aku sedang ingin makan ikan bakar. Kau tidak suka? mau pesan yang lain?" tanya Yura.
"Tidak perlu," ucap Winter kemudian menyendok nasinya ke piring.
Seharusnya aku melayani dia makan kan, aku mengambilkan dia nasi, tapi aku takut dia tidak nyaman dengan sikapku.
Winter mengambil satu ikan dengan sendok kemudian menyimpannya di piring Yura.
Yura tersenyum dan langsung melahap makanannya. Winter mengerutkan dahinya.
"Kenapa pakai tangan?"
"Lebih enak pake tangan tau, waktu kecil aku makan ikan dekat pantai pake tangan," ucap Yura yang sedetik kemudian gadis itu terdiam ketika sadar ada yang aneh.
Kapan aku makan ikan dekat pantai. Kenapa kalimat itu tiba-tiba keluar dari mulutku.
"Yura."
"Hah?" Yura menoleh.
"Kenapa?"
"Tidak, tidak apa-apa." Yura tersenyum tipis kemudian melanjutkan makannya.
Winter masih menatap gadis itu dengan heran, kenapa tadi Yura tiba-tiba diam dan melamun.
"Ayo makan, kenapa melihatku?" tanya Yura.
Winter mengangguk dan memakan ikannya dengan sendok dan garpuh sementara Yura menggunakan tangan nya.
*
"Mau kemana?" tanya Yura melihat Winter memasukan kaos yang mirip seperti kaos basket ke dalam tas.
"Main basket."
"Dimana? dengan siapa?"
"Summer di sekolah."
Winter keluar dari kamar dengan menenteng tas hitam. Yura pun berlari sambil berteriak.
"Winter aku ikut ..."
Yura menuruni anak tangga menyusul langkah Winter yang terlalu cepat.
"Winter ih mau ikut."
Gadis itu menghadang langkah Winter dari depan dengan melentangkan kedua tangannya.
"Ikut ya?"
"Sudah malam."
"Tidak apa-apa, aku mau ikut. Ya ... Ya ..."
Winter menghela nafas. "Pakai jaket."
"Oke ..." Senyum Yura tiba-tiba merekah. "Tunggu di sini, jangan kemana-mana." Yura kembali naik ke kamarnya untuk mengambil jaket.
Winter menunggu Yura dengan sesekali menatap arloji di pergelangan tangan nya.
"Lets go ..." Yura dengan semangat menuruni anak tangga.
Mereka pun berjalan keluar dari mansion, lagi-lagi kali ini mereka hendak pergi dengan menaiki motor.
Yura memeluk Winter dari belakang dengan dagu menempel di pundak kanan pria itu. Mereka terus mengobrol di sepanjang jalan, lebih tepatnya Yura yang berusaha untuk tidak membuat suasana hening di antara mereka.
"Winter." Ekor mata Yura menatap suaminya.
"Hm."
"Kau masih suka main basket ya walaupun sudah tua."
"Aku belum tua."
Yura terkekeh. "Kau sudah brewokan, sudah tua tau. Eh tapi tadi itu baju basketmu saat sekolah dulu?"
"Buat baru."
"Oh ... buat baru."
"Kau hanya main basket berdua dengan Summer?"
"Ada Julian."
"Julian Sekretaris Summer?"
"Iya."
"Terus kenapa sekretarismu tidak di ajak juga?"
"Dia bukan laki-laki Yura," sahut Winter.
"Hehe iya juga sih."
*
Sesampainya di SMA Ganesha, Winter memarkirkan motornya di parkiran. Di sampingnya ada mobil Summer, pria itu sudah sampai lebih dulu.
Yura turun dari motornya mengedarkan pandangan ke bangunan sekolah yang cukup besar.
"Ini sekolahmu ..."
"Iya."
"Kenapa sekolah di sini?" tanya Yura.
"Ibuku sekolah di sini dulu. Ayo ..."
Winter jalan lebih dulu dan Yura mengikutinya dari belakang. Sebenarnya bermain basket tidak perlu memakai kaos basket karena mereka bukan atlit atau anak sekolah lagi.
Hanya saja Summer yang memaksa Winter untuk memakai baju basket.
"HAI YURA ..." Julian melambaikan tangan dari arah lapangan melihat Winter dan Yura berjalan di koridor sekolah. Yura membalas dengan lambaian tangan juga, Summer terlihat menatap gadis itu.
"Aku ganti baju dulu," ucap Winter lalu berjalan ke kamar mandi.
Yura pun sedikit berlari menuju lapangan, menghampiri Summer dan Julian.
"Hei ..." Yura tersenyum kepada mereka berdua.
"Aku pikir kau tidak ikut, Yura," ucap Julian.
"Aku penasaran dengan sekolah Winter."
Julian mengangguk-ngangguk kemudian Julian menyikut lengan Summer yang tengah menatap Yura tanpa berkedip.
"Sadar, Boss. Sadar!" bisik Julian.
Summer pun langsung mengerjapkan mata kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain. Yura menaikkan alisnya menatap Summer.
"Kenapa Summer?" tanya Yura.
"Tidak," sahut Summer.
Kemudian pria itu duduk untuk memakai sepatu, Julian pun bertanya kepada Yura.
"Menurutmu siapa yang akan menang kali ini?"
"Eum, tidak tau. Aku tidak pernah melihat mereka basket sebelumnya. Menurutmu?"
"Aku tim Bosku, tapi yang menang pasti Tuan Winter. Karena dia tidak pernah kalah."
"Omong kosong apa itu," pekik Summer setelah memasang kedua sepatunya.
"Aku juga pernah menang kau lupa."
"Iya bos, baru tiga kali. Sisanya Tuan Winter yang menang," sahut Julian.
"Oh iya, sekarang taruhannya apa?" tanya Julian kemudian.
"Taruhan apa?" tanya Yura menatap bergantian mereka berdua.
"Biasanya, bos dan Tuan Winter sebelum main ada taruhannya dulu. Seperti, kalau Tuan Winter yang menang, dia akan mengambil salah satu barang milik bos Summer. Begitu Yura."
"Oh ..." Yura memanggut-manggut.
"Bagaimana kalau taruhan malam ini kau saja," ucap Summer menatap Yura dengan wajah datar.
"Bos!!"
"Hah?" Yura menaikan satu alisnya tidak mengerti.
Kemudian Summer tersenyum. "Bercanda," ucapnya sembari mengacak-ngacak gemas rambut Yura.
Winter yang berjalan menuju lapang menghentikan langkahnya melihat itu.
Bersambung