ANAKKU KORBAN OBSESI PELAKOR

“Iya ya. Apa motivasi penculik?” Sashi tergiring dengan pemikiran Dewa.

”Aku takutnya selama diculik Sathya kembali seperti yang dulu. Digendam. Jadi dia tidak sadar. Sehingga dia tidak terluka sebab Sathya tidak punya inisiatif untuk kabur atau mencari tentang mami dan papinya,” ucap Sashi penuh penyesalan.

“Ada dua sisi mata uang dari perlakuan gendam untuk korban penculikan.”

“Yang pertama adalah dia tidak tersiksa, karena dia tidak merasa dipisahkan oleh orang-orang tercinta, sehingga dia tetap enjoy saja di dalam lingkungan barunya itu.”

“Sisi lain yaitu dia benar-benar hilang kontak dengan keluarga intinya sehingga dia tidak bisa menghubungi mami dan papinya,” jelas Dewa.

“Tapi kalau untuk saat ini aku lebih bersyukur dia tidak disiksa saja. Kalau dia ingat siapa dirinya, dia pasti  ingin memberontak mencari atau menghubungi papi dan maminya. Pasti dia akan disiksa bila memberontak,” lanjut Dewa.

“Kalau dia tidak ingat tebtang mami dan papinya, tentu dia tidak akan disiksa. Jadi ya sementara aku berpikir lebih baik memang dia di gendam untuk melupakan semuanya. Setidaknya dia tidak tersisa batinnya maupun fisiknya,” Dewa malah bersyukur bila saat ini Sathya dalam pengaruh gendam.

“Iya juga sih ya. Pasti dia akan tersiksa bila dia ingat bahwa dia dipisahkan sama mami dan papinya. Kalau sekarang kan dia tidak terluka sebab dia tidak memberontak. Karena tidak memberontak tentu dia tidak disakiti,” Sashi merasa apa yang dipikirkan Dewa ada benarnya.

“Ya deh sementara aku lebih memilih Sathya tidak ingat mami papinya daripada dia disiksa,” ucap Sashi.

“Aku akan ceritakan pada Mbak Ebbry. Sebab aku tahu Sathya itu hafal nomor ponsel maminya. Jadi tidak mungkin dia tidak menghubungi sang mami bila ada kesempatan.”

“Bila dia ingat siapa dirinya, Sathya pasti akan cari cara untuk menghubungi sang mami dengan ponsel siapa pun yang ada di situ. Mungkin karena sekarang dia dibuat tidak ingat maka dia tak mencari mbak Ebbry. Aku rasa biar Mbak Ebbry agak tenang, karena yakin anaknya tidak tersisa fisik maupun psikisnya.”

“Ya bikin Mbak Ebbry tenang dulu. Sekarang aku lihat dia sudah semakin kuyu. Sudah tak ada harapan hidup. Untung masih ada Kak Sena yang menunjang dan menopang dia.”

“Bener banget. Mereka memang pasangan serasi, pernikahan mereka guncang hanya gara-gara Thea.”

≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

”Baik Kak, aku akan beritahu bagaimana perkembangan selanjutnya. Tapi itu yang anak-anakku ( anak buah ) dapat, mungkin bang Arra bisa follow up data itu,” ucap Dewa pada Sena.

“Iya kamu langsung lapor bang Arra saja,” kata Sena menyarankan Dewa.

Dewa memberitahu tempat rumah tinggal Thea selama di Tasik. Rupanya bukan di Tasik tapi di kota lain. Thea tinggal di sebuah perumahan  di kota Padalarang. Bukan rumah kecil, rumah cukup besar dan pola hidup masyarakatnya sudah individual. Jadi tak peduli tetangga sebelah mau ngapain. Itu yang dicari oleh Thea. Ternyata memang penculiknya Thea.

Thea mendaftarkan diri bersama seorang lelaki yang ditulis sebagai suaminya dan anak mereka yang berusia 7 tahun jadi ditulis bahwa Dalmar Guntoro adalah anak Kirana dan Almar Guntoro. Itu identitas baru Thea bersama ‘suami’ dan anak mereka. Anak mereka jelas adalah Sathya.

“Semua penemuan anak buahmu langsung dibahas di grup saja. Kamu jangan japri telepon atau kirim peesan seperti ini,” jelas Sena.

“Oh iya Kak aku lupa. Aku akan bahas di grup kita saja,” Dewa sadar, dia segera memutus pembicaraan dan melaporkannya di group.

≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

‘Oke aku terima dan aku langsung menyuruh anak-anakku ke posisi yang tertera. Anakmu jangan bergerak. Di sana diam saja. Biar yang bergerak anak-anak aku,’ tulis Arra di grup pencarian Sathya.

“Dan ingat. Yang lain hanya boleh stand by. Tidak boleh ngapa-ngapain. Tidak boleh memberi info ini keluar, ke siapa pun. Tidak boleh.”

“Info ini tak boleh bocor,” tulis Arra lagi.

“Sena dan Ebbry jangan menghampiri ke sana. Kalian stand by di rumah saja. Tetap bekerja seperti biasa. Jangan ikut apa pun. Karena emosi kalian itu beda dengan emosi kami. Kalau kalian bergerak karena emosi, maka logika kalian nggak akan bergerak. Logika kalian akan langsung tertutup dan itu sangat bahaya.”

“Aku mengerti bagaimana perasaan kalian berdua. Tapi kalian tidak boleh bergerak sama sekali. Itu akan merusak tatanan.”

“Bahkan anak buah Dewa saja hanya boleh diam di sana untuk memperhatikan. Nanti biar anak-anak aku yang bergerak. Ingat jangan overlapping,” Arra tegas memerintah semua agar menurut dalam satu komando yang dia atur.

“Iya Bang aku mengerti,” jawab Sena.

Ebbry sama sekali tak menjawab. Dia sangat berharap bahwa keluarga yang dituliskan oleh Dewa itu benar-benar Thea dan Sathya karena nama mereka beda. Identitas diri mereka beda, cuma sosoknya adalah sosok Thea dan Sathya, terlihat dalam video mau pun foto Sathya baik-baik saja. Tetap ceria.

Dalam foto dan video Sathya terlihat sering pergi keluar bersama Thea. Entah untuk pergi belanja atau main di taman atau di mana pun. Benar-benar tak ada beban buat Thea mau pun Sathya. Keduanya seperti anak dan ibu yang saling mencinta.

Sena dan Ebbry cukup tenang melihat anaknya tidak menjadi kurus atau sedih atau terluka. Itu saja sudah yang membuat mereka tenang. Memang setelah Sashi memberitahu lebih baik Sathya berada dalam lingkungan yang digendam.

Ebbry sadar bahwa Sathya tidak bisa menghubungi karena dia tidak ingat apa pun sekarang. Buktinya sudah satu bulan Sathya tidak menghubunginya padahal di video terlihat Sathya memegang ponsel. Kalau dia ingat, tentu dia akan menghubungi Ebbry.

Sathya terlihat tidak menjadi lebih kurus. Hari ini hari ke-32 dari hilangnya Sathya dan baru ada titik terang dari Dewa.

Sekarang semua tinggal mengharap gebrakan dari Arra karena timnya Dewa hanya boleh memantau dan melaporkan bila ada perubahan posisi. Tapi sepertinya tidak akan ada perubahan posisi sebab jati diri Thea dan suaminya itu sudah valid tinggal di sana dan mereka menyewa rumah tersebut selama 2 tahun. Dewa juga melaporkan bahwa Thea dan suaminya sedang mencari tanah untuk mereka beli untuk membangun rumah. Benar-benar sepertinya Thea dan suaminya ingin tinggal di Padalarang.

≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

“Kalau ngikutin emosi, aku memang langsung ingin lari ke Padalarang. Untung Abang Arra sudah mencegahku,” kata Ebbry saat pagi hari esoknya berangkat kerja dengan Sena.

“Bener banget. Emosi kita tinggi sampai kita kehilangan logika. Kalau kita main nabrak ke sana saja sedangkan Sathya sama sekali nggak kenal kita, nanti kita yang dituduh akan menculik anaknya Thea tersebut. Malah bahaya.”

“Jadi lebih baik kita memang menggunakan logika orang-orang yang bisa berpikir jernih. Aku ngerti sih bagaimana perasaanmu,” balas Sena sambil menengok istrinya. Mereka sedang di trafick light, Sena melambatkan laju kendaraannya menunggu lampu kembali hijau.