Pria Musim Dingin
Winter berdiri di atas gedung pencakar langit memandang jalanan di bawah sana. Ini hari pertama ia menjadi seorang pemimpin perusahaan besar setelah pelantikan dua jam lama nya, ia berkenalan dengan banyak rekan bisnis Ayahnya dan juga banyak berbincang soal bisnis mereka di masa depan.
Usianya kini dua puluh lima tahun. Saudara kembarnya masih saja tinggal di Negara X dan enggan kembali ke tempat kelahirannya.
Sepupunya juga sukses di bidangnya masing-masing. Lalita menjadi seorang desainer terkenal dengan Laura yang menjadi model pakaian yang ia rancang. Laura sudah masuk model internasional, ia banyak di gandungi banyak fans dari berbagai Negara.
Begitupula dengan Nathan, dia tumbuh menjadi seorang penyanyi dan aktor terkenal. Dan Nala menjadi seorang novelis kaya melebihi sang Ayah dulu.
Banyak novelnya yang di film kan dengan Nathan sebagai peran utama di film tersebut. Mereka benar-benar saling melengkapi satu sama lain dengan pencapaian masing-masing.
Winter dan Summer sama-sama menjadi seorang pengusaha.
Seorang perempuan masuk ke ruangan berdiri di belakang Winter dengan memegang sebuah map.
"Tuan ..."
Winter menoleh tanpa membalikkan tubuhnya.
"Yayasan akan di bangun hari senin besok. Ada berkas yang harus anda tanda tangani."
"Di meja," ucap Winter.
Perempuan yang bernama Lusi itu mengangguk lalu menyimpan berkas tersebut di meja.
"Tuan Javier meminta bertemu dengan anda pukul tujuh malam di restaurant mawar, Tuan ..."
Winter menganggukan kepalanya, Lusi pun keluar dari ruangan tersebut. Lusi adalah Sekretaris Winter yang ketiga. Sudah dua orang yang memilih berhenti bekerja dengan Winter karena sikap dingin pria itu sulit di pahami.
Dan mantan Sekretarisnya itu laki-laki, ini kali pertama Sekretaris Winter seorang perempuan. Lusi cepat beradaptasi dengan pria itu, ia mudah memahami sikap dingin Winter di banding Sekretaris sebelumnya.
*
Winter keluar dari mobil setelah Lusi membukakan pintu untuknya. Winter masuk ke dalam restaurant menghampiri kakeknya yang sedang menuangkan minuman ke gelas.
"Berhenti minum alcohol, grandpa," ucap Winter seraya mengambil teko kecil di tangan Javier kemudian duduk di depan kakeknya itu.
Javier tersenyum. "Bagaimana rasanya menjadi seorang pemimpin? kau seperti di beri beban berat untuk memajukan perusahaan bukan?"
Winter hanya menjawab dengan senyuman dan anggukan kepala. Kemudian Lusi datang dan berdiri di belakang Winter.
Javier menatap Lusi lalu berdecak seraya menggelengkan kepala. "Ini Sekretaris ketigamu. Apa nanti akan ada yang ke empat?" tanya Javier kemudian kepada Winter.
Winter tersenyum samar kemudian menggelengkan kepala.
"Kita makan dulu, ada hal penting yang ingin grandpa sampaikan ..."
Seorang pelayan datang membawa troli makanan setelah Javier mengangkat tangan nya. Semua makanan itu di sajikan di meja.
Winter mengambil suapan pertama mencoba panzanella makanan khas italy yang di hidangkan. Winter berhenti mengunyah sejenak, menghela nafas kemudian kembali mengunyah makanan tersebut.
Lusi yang melihat itu pun mengangkat tangannya, pelayan kembali datang membuat Javier mengerutkan dahinya.
"Tolong ganti makanan Tuan Winter dengan menu yang lain," ucap Lusi.
Winter pun menyimpan sendoknya. Javier menatap bergantian Winter dan Lusi.
"Tunggu ..." sergah Javier ketika makanan tersebut hendak di ambil.
"Cucuku sedang makan, kenapa kalian mengambilnya!"
"Tuan Winter tidak menyukai makanan tersebut Tuan Javier," ucap Lusi.
"Dia dari tadi diam saja, tidak bilang tidak suka!"
"Dia hanya menghargai makanan tersebut." Lusi menjelaskan. Sementara pelayan perempuan itu hanya berdiri di dekat Winter dan Javier dengan sesekali melirik mereka satu persatu, bingung. Harus mengambil makanan itu atau tidak.
"Kau tau darimana?" tanya Javier.
"Cara Tuan Winter mengunyah makanan seperti tidak menikmati makanan tersebut ..."
Javier menatap cucu nya yang memasang ekspresi datar itu.
"Kau tidak suka makanan nya?" tanya Javier kemudian.
Dan jawaban Winter adalah anggukan kepala membuat Javier menghela nafas.
"Kenapa diam saja kalau begitu!"
*
Selesai makan, mereka mengelap mulutnya dengan kain.
"Begini ..." Javier menyimpan kain tersebut di meja lalu menatap mata Winter.
"Ayahmu mau menjodohkanmu dengan putri teman nya ..."
Winter terlihat tenang, walaupun hatinya cukup terkejut dengan perkataan kakeknya.
"Dia tidak mau berbicara langsung denganmu karena takut kau menolak ..."
Winter mengambil segelas wine dan meneguknya sampai habis. Javier dapat menyimpulkan cucu nya itu walaupun tidak berbicara apapun dia pasti menolak perjodohan ini.
"Tapi kalau kau tidak mau grandpa akan berbicara dengan Ay--"
"Aku bersedia."
"Hah?" Javier melebarkan matanya.
*
Yura keluar dari kamarnya dengan memakai piyama berwarna pink. Ia menguap di depan pintu, menggaruk kepalanya dengan mata setengah terbuka karena masih ngantuk.
"AYURAAAA ..." teriak Benjamin, sang Ayah.
"Hmmmm ..." Yura menjawab dengan malas sambil berjalan menuruni anak tangga.
"Astaga anak ini ..." Benjamin menggelengkan kepalanya seraya memercak pinggang. Sementara Ibunya, Bayuni. Ia hanya duduk di meja makan dengan menghela nafas panjang.
"Dad ... aku masih ngantuk," rengek Yura berbicara tepat di anak tangga terakhir.
"Ayo makan ..."
Benjamin menarik tangan putrinya duduk di meja makan.
"Yura, kau ini tidak bisa minum obat. Setidaknya kau harus bisa menjaga kesehatanmu." Bayuni menggerutu sambil menyendok nasi ke piring.
Yura dari dulu tidak bisa minum obat. Obat sekecil apapun tidak bisa di telan gadis itu dengan alasan tidak enak dan pahit. Selain itu, Yura juga sangat takut suntikan. Ia benar-benar benci semua peralatan medis. Kalau sakit, Yura hanya meminum jamu yang dibuat oleh Bi Ijah, asisten rumah tangga nya.
"Kalau telat makan terus-terusan, kau bisa sakit dan harus di suntik, mau?" Benjamin mengancam.
Sontak Ayura menatap Benjamin dengan menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Tidak Dad, jangan suntik aku!" ucapnya dengan memeluk dirinya sendiri dengan wajah ketakutan.
"Makannya, jangan susah di atur. Ayo makan." Bayuni menyimpan piring yang sudah terisi penuh dengan nasi dan beberapa lauk di depan Yura.
Yura sarapan dengan wajah malas dan tidak bergairah, ia bahkan mengunyah makanan dengan mata tertutup.
Bi Ijah datang menyimpan buah-buahan di meja. "Non Yura semalam nonton film sih, begadang terus jadinya sekarang masih ngantuk."
Yura langsung menatap tajam Bi Ijah dengan tatapan mengintimidasi karena telah membocorkan dirinya begadang semalam.
"Ohhh ... bagus ya, berapa kali Dad harus bilang berhenti nonton film sampai larut malam! kalau masih seperti itu Dad akan menyita laptop, tv dan ponselmu di malam hari Yura!" ucapan Benjamin sedikit meninggi.
Ayura berdecak kemudian mendengus. "Dad ..." Ayura menatap Ayahnya. "Semalam itu aku harus nonton film idolaku ..."
"Siapa idolamu?" tanya Bayuni.
"Nathan ..." Mata Ayura langsung berbinar senang seakan Nathan ada di depannya. "Ahhh ... dia sangat tampan dan badannya sangat bagus, Mom ... sepertinya tidak ada yang bisa mengalahkan ketampanan Nathan ku ..."
Bayuni menghembuskan nafas seraya mengusap keningnya melihat ekspresi putrinya yang selalu berlebihan dan lebay ketika menceritakan soal aktor tampan itu.
"Yura berhenti mengidolakan lelaki itu karena sebentar lagi kau akan menikah dengan pria pengusaha." pekik Benjamin.
"APAAA?!!"
#Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
KaylaKesya
memang menghargai SANGAT🤣🤣
2023-12-26
0
KaylaKesya
hahahahahah...🤣lusi hebat uhuuuu
2023-12-26
0
lina
awal yang menarik
2023-01-02
0