18+
Ikatan yang terjalin karena sebuah fitnah, membuat Karenina terpenjara oleh cintanya, hingga ia memutuskan untuk menjadi selingkuhan suaminya sendiri.
Penyamaran yang begitu apik, dan sempurna, sehingga sang suami tidak menyadari kalau ternyata, wanita lain dalam rumah tangganya adalah istri sahnya.
"Kau yang mengurus segala keperluanku, dan saat kau memutuskan untuk pergi, ada ketidak relaan dalam hatiku, namun aku tak bisa mencegahmu.
Hidupku kacau tanpamu, rapuh porak poranda" DANU ABRAHAM BUANA
"Anna Uhibbuka Fillah Lillah..., itu sebabnya aku menjadi orang bodoh, bertahan hampir dua tahun untuk mengabdikan diriku pada suami yang tidak pernah membalas cintaku" KARENINA LARASATI ARIFIN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 28
Merebahkan kepala di atas bantal, Danu menatap langit-langit kamar, pikirannya tak lepas dari Nina yang mencerna tentang kerinduan padanya. Perasaan pada istrinya memang datang terlambat. Betapa mirisnya saat tidak ada lagi wanita yang mengurus segala keperluannya. Hati merasa sepi, rumah terasa mati, itulah yang di rasakan Danu saat ini, hingga ia tak mampu lagi menahan matanya yang sayup-sayup mulai terpejam.
Pagi harinya, selepas sholat subuh, karena di hari minggu Danu tidak bekerja, dia mengarahkan kaki menuruni anak tangga menuju ke sebuah ruangan. Saking gemarnya berolahraga, dia membuat ruang fitnes pribadi di dalam rumahnya.
Ruangan yang cukup luas, dengan kaca besar di salah satu dinding sehingga bisa berolahraga sambil berkaca.
Peralatan pun cukup lengkap, mulai dari treadmill hingga samsak tangan untuk latihan meninju.
Saat sudah berada di ruangan itu, Danu menekan sebuah saklar, menyalakan beberapa lampu, lalu ia berjalan menuju treadmill. Ia mengatur kecepatan sebelum memulai menggunakannya.
Puas dengan berlari, ia memungut sebuah dumbbell yang tergeletak di lantai. mengangkatnya dengan perlahan, mulai dari tangan kiri, lalu bergantian dengan tangan kanan untuk melatih otot khususnya bagian lengan.
Satu jam lebih Danu berolah raga di dalam ruangan, dengan peluh yang membanjiri seluruh tubuhnya, ia memasuki ruang makan yang menyatu dengan dapur, tampak ARTnya sedang fokus memasak.
Ada segelas teh chamomille kesukaan Danu di atas meja makan, beserta kue bolen, yang sudah di siapkan oleh teh wati untuk mengganjal perut majikannya. Setelah itu ia kembali ke kamar untuk membersihkan diri.
Kaos polo berkerah, di padukan celana chino, menjadi pilihan Danu untuk mengunjungi rumah mertuanya.
"Teh aku mau pergi ke rumah mertua, jadi tidak perlu menyiapkan sarapan untuku" ucap Danu lalu melenggangkan kakinya menuju garasi mobil.
Sebuah mobil Mercedes-benz berwarna putih susu akan menemani perjalanan Danu menuju rumah orang tua sang Istri. Dengan kecepatan sedang mobil itu membelah jalanan yang sedikit macet.
Pintu gerbang rumah abi dan umi terbuka lebar saat salah seorang santri membukanya. Rumah mertuanya yang bersebelahan dengan pondok pesantren, dan juga gedung sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyah) setara SD, MTs (Madrasah Tsanawiyah) setara SMP, dan juga MA (Madrasah Aliyah) setara SMA, selalu ramai dengan suara riuh para santriwan dan santriwati.
Para santri sudah paham siapa pemilik mobil mewah yang baru saja memasuki area rumah pengasuh pondok pesantren Ar-Rahim.
Ustadz Arifin sang ayah mertua yang biasa di panggil Abi, dan Ny Lela umi dari Nina, paling suka makan secara lesehan dengan beralas tikar. Ada Nila bakar, ayam panggang, sambal lalab, dan juga orek tempe yang sudah di persiapkan oleh umi dan ARTnya.
Tak ada obrolan saat Danu menikmati sarapan bersama ayah dan ibu mertuanya. dia tidak berani membuka percakapan saat sedang makan.
"Bagaimana pekerjaanya nak?" tanya abi seraya mengelap mulutnya dengan tisu usai melahap habis sarapannya.
"Alhamdulillah lancar Bi"
"Ingat pesan abi, selalu jalankan bisnismu dengan jujur, biar selalu berkah dunia akherat"
"Insya Allah" jawab Danu meraih gelas lalu meneguknya pelan.
"Bagaimana ibadahmu, sholatmu, bacaan Qur'anmu?"
"Sholat Insya Allah juga lancar Bi, kalau baca Qur'an hanya jika sempat"
Abi tampak menganggukan kepala.
"Nak ini umi potongin buah, ayo di makan" Sela umi menaruh piring berisi potongan buah pepaya, Naga, dan juga mangga. "Abi, ayo di makan buahnya" lanjutnya.
"Coba di sempatkan lagi, walau hanya satu ayat. Karena Rasulullah bersabda, Siapa saja yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Alquran), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.” (HR. At-Tirmidzi). Terus perbaiki diri, karena dirimu, adalah cerminan dari istrimu"
"Iya Bi Insya Allah"
Abi terlihat meraih garpu, lalu menusukan pada sepotong buah Naga dan melayangkan ke mulutnya.
"Abi, bagaimana dengan Nina, sebenarnya dia ada di mana sekarang?" tanya Danu sedikit ragu.
"Nak, sampai sekarang, Abi dan Umi belum pernah bicara baik langsung maupun lewat telfon dengan Nina. Mas Haidar bilang, dia butuh waktu untuk menata hatinya. Jadi abi mohon maaf, tidak bisa memberi informasi, coba sekali lagi tanya sama mas Haidar, bilang kalau abi yang menyuruhmu"
"Iya bi, besok kalau sempat saya akan ke rumah mas Haidar, saya benar-benar ingin memperbaiki rumah tangga saya bi"
"Assalamu'alaikum" sela orang kepercayaan Abi bernama pak shaleh.
"Wa'alaikumsalam" jawab Abi dan Danu secara bersamaan di sertai kepala menengok ke arah suara salam.
"Pak Ustadz, sudah waktunya berangkat ke bandara"
Ustadz Arifin menganggukan kepala sebagai jawaban.
"Nak, abi akan mengisi dakwah di Yogyakarta selama seminggu, dan umimu juga akan menemani abi. Bersabarlah menunggu istrimu, sesungguhnya di balik kesabaran pasti akan ada buah yang manis. Yang penting, kita bersama-sama mendo'akan istrimu, agar Allah senantiasa melindunginya"
"Iya Bi"
Abi pun berdiri, Beliau menepuk bahu Danu sebelum meninggalkannya yang masih terduduk.
Setelah sang mertua berpamitan padanya, Danu memilih berjalan-jalan sebentar di area lapangan samping gedung pondok.
Beberapa Santriwan sedang bermain bola.
"Mas Danu, kita masih kurang satu personel, maukan mas ikut kami bermain bola?" tanya salah satu santri yang Danu sendiri tidak tahu siapa namanya.
"Boleh" jawab Danu semangat.
Musuh dari tim Danu mendapat giliran menguasai bola, tampak benda bundar itu bergulir lebih liar dan menyerbu seperti air bah. Setiap kali bola datang, sang kiper timnya, terpontang-panting mengamankan gawang. Sebaliknya, alangkah sulitnya menggiring si kulit bundar ke gawang sebelah.
Bola berhasil di rebut oleh Danu, mengalir deras dari kakinya. Umpan demi umpan dengan gemilang disorongkannya. lalu ia mengopernya pada Apri, yang selalu mampu menerima umpanannya dengan cukup baik.
Tim Danu berhasil memenangkan permainan seru mereka dengan skor 3:2.
"Mas lain kali main lagi?"
"Ok" jawaban Danu di sertai deringan ponsel dari dalam sakunya.
"Kok mendadak?"
"Ya sudah kamu kerumahku dan tungggu di sana" lalu memutuskan sambungan telfonnya.
"Ok anak-anak, saya pamit dulu, nanti kalau ada waktu, kita main lagi, Assalamualaikum"
Danu mendapat kabar dari sang Asistennya Rio, ia mengatakan bahwa hari ini harus berangkat ke semarang untuk acara meeting besok pagi.
Mobil memasuki pelataran rumahnya, tampak sudah ada mobil Rio terparkir di halamannya.
Danu segera memasuki rumahnya, dan mendapati Rio sedang berkutat dengan laptop di ruang TV.
"Bro, aku mandi dulu sebentar" kata Danu seraya berjalan ke arah tangga.
"Dari mana saja kamu?" Rio menatap punggung bosnya yang semakin menjauh.
"Dari rumah mertua" teriak Danu dengan kaki yang terus melangkah menaiki tangga.
Satu jam berlalu Danu sudah siap untuk pergi ke semarang bersama Rio, saat sedang memakai kaos kaki, pandangannya menangkap sebuah benda mengkilap berada di bawah lemari pakaian, Danu mengerutkan dahinya penuh heran, lalu berjalan ke arahnya.
Dia berjongkok kemudian mengulurkan tangan meraih benda itu.
"Cincin" gumam Danu dengan alis menukik tajam.
BERSAMBUNG