I HATE MY BOSS!

Setelah hari itu, gue mendoktrin diri gue buat yakin bahwa diri gue adalah bagian dari "friend" yang Kevin minta.

Just being his friend.

Gak mau berpikir ada perasaan apapun dengan dia secara gue sekarang di posisi assitennya.

Gue gak naif, bukan berarti gue gak mikir entah bagaimana dimasa depan kita mungkin entah bagaimana lebih jauh dari temen. Tapi gue sama sekali gak mau biarin hati gue ngarepin orang setinggi itu. Bisa punya gaji yang sangat lumayan udah cukup buat gue, udah bilang syukur.

Dan  gue gak mau sakit hati. Gue tahu dia bukan jangkauan gue, jadi gue bentengin diri gue buat mikir aneh-aneh. Dan setelah belajar  mikir seperti itu gue bisa lebih tenang dan gak deg-degan lagi ngadepin dia.

Gue jadi jauh lebih gak sungkan. Kalau gue lagi cuma berdua ngobrol gue manggil dia pake nama doang sekarang. Pekerjaan jauh lebih lancar.

"Gue rasa kita harus bikin laporan lebih terperinci di setiap project Kev. Lu liat data-data ini, ini kumpulan data biaya yang dikumpulkan random. Biaya ini bisa kita minta IT kode in per project. Dan laporan per project bisa kita di analisa oleh manager marketing wilayah buat pengawasan biaya. Atau kita bisa punya pengawas khusus nanti..."  Gue yang pernah kerja sebagai pengawas proyek lapangan kasih usul buat perbaikan laporan biaya, gue sekarang punya akses ngeliat laporan keuangan secara keseluruhan.

"Usul you bagus. Kita atur meeting dengan bagian IT dan operasional proyek..."

"Jangan digabung, IT dulu. Setelah IT menyanggupi format kita, kita akan mulai reset sistemnya per bulan baru secepatnya. Kita juga bisa minta IT ngatur kode akses buat masing-masing bagian nanti... "

"Fine, atur pertemuan IT-nya, kamu yang atur jabarkan ini ntar, oke..."

"Sip,  gue cari jadwal lu yang kosong dalam waktu deket..."

"Dah gue udah beres, ada lagi?"

"Hmmm bilang ke Pak Bambang, saya mau liat schedule mereka buat penyelesaian alat yang masih di bengkel."

"Oke..."

Sekarang gue ngomong ke Kevin udah kaya temen beneran. Beneran gak pakai pak lagi. Even gue gak takut ngebantah dia kalo gue rasa itu gak  bener. Dan dia gak keberatan dibantah selama gue punya alasan yang kuat.

"Lu beneran? Masa lu order ginian? Ini bukannya pembelian sia-sia?" Satu kali gue lihat order yang dia masukkin ke bagian Purchasing.

"Napa emang?"

"Ini barang fluktuasi harganya cepet, lu nyetok sebanyak ini mubazir. Usia pakainya juga gak panjang. Beli secukupnya tapi stok terus jalan continue, jangan sekaligus..."

"Tapi kita dapet lebih murah, proyek juga lagi banyak..."

"Lebih murah dari mana, bulan lalu kita dapet  lebih murah dari ini."

"Oh? Really? Jensen ngerayu buat makan stoknya, bilang harganya minta lebih murah dari bulan lalu kita ambil. Bilang sama dia minta diskon yang sama dengan bulan kemarin..."

"Ya uda ntar gue telepon dia... "

"Wah tuh temen, udah di okein ambil semua bohongin gue juga." Gue nyengir doang.

"Eh, satu lagi... Besok minggu temenin gue."

"Kemana?"

"Ditodong harus datang di reuni alumni."

"Alumni mana, hotel atau resto, malem atau siang, ..."

"Ini yang bikin geng temen SMA, di resto doang..."

"Hmm oke...." Gue angguk-angguk. "Gue mesti ngaku jadi pacar lu ya..."

"Yes, ada satu cewe disitu yang kekeh, namanya Ester. Dia agak nyelekit kalo ngomong. Nanti jangan kepancing, biar saya aja yang ngomong.

"Lu gak ada ke mana kan. Kalo lu ada acara bilang aja..."

"Gak..."

"Itu siang, jam 12an, bisa? "

"Oke." Dan dimulai tugas lainnya. Apa gue menganggap ini tugas. Iya, biar gue gak nganggep yang aneh-aneh. Ini akan jauh lebih mudah jika gue anggap ini bagian dari kerjaan. Not even a friend help.

"Terus kalo ditanya asal usul gue gimana."

"Bilang aja lu kerja di perusahaan lain. Perusahaan sama kaya kita. Kita ketemu di proyek bersama. Baru jadian. Yang lainnya kayanya lu boleh ngeles-ngeles kasih keterangan gak jelas..."

"Repot lu! Makanya cepet cari pacar sana boss!" Dia ngakak doang.

"Dah ya, gue kedepan dulu."

"Oke."

Mungkin akan beberapa permintaan yang mengharuskan gue nemenin dia lagi. Entah kawinan teman atau gathering lain. Entahlah...

Dan gue takut gue ngarepin dia suatu saat. Takut banget.

Besoknya, gue  pakai salah satu baju terusan casual A Line  dengan warna pastel biru yang cantik dengan corak bunga-bunga kecil cantik dibagian bawah roknya.

"That's lovely..." Gue noleh ke dia saat baru masuk ke mobilnya. Dia natap gue dan senyum kecil.

"Makasih boss... " Nyengir lebar. "Gue gak ada recehan lhoo."

"Gue nerima cek doang, gak nerima tunai."

"Ewww sombong kali abang. Inget bang dulu kau pernah ngamen di pelataran stasiun." Dia ngakak sekarang.

"Bener gue pernah ngamen. Tapi di konser charity..."

"Lu bisa nyanyi? Beneran?" Dia naikin alisnya.

"Napa gak percaya?!"

"Ehmm... gimana ya, gak sebelum gue liat sendiri."

"Suatu saat ya... Ntar gue ngundang kalo gue konser lagi." Gue nyengir. Setengah gak percaya.

"Iya, iya kabarin kalo lu konser ya gue pasti dateng."

"Pasti lu gak percaya...."

"80% engga percaya..." Dia senyum kecil.

"Then I promise someday you will see it..." Gue tepuk tangan.

"Sip, awas lu ingkar janji ya."

"Gak akan...." Nyengir gak jelas.

Mobil jalan ke restoran yang kita tuju. Sebuah restoran steak wilayah Jakarta Utara.

"Sih Ester ini, kata lu pedes. Emang dia bisa ngapain." Gue harus siap sama kemungkinan apapun sekarang.

"Bapaknya punya perusahaan tambang. Dulu kita ada kerjasama ama dia. Dan karena itu gue terpaksa, terpaksa nih lho ya karena menjaga hubungan baik ke costumer,  pernah sekali makan malam sama dia. Jalan-jalan malem lah, tapi gak ngapa-ngapain. Gue gak tertarik sama dia, tapi sejak itu dia kekeh ngejar gue."

"Ohh, biasanya dia ngapain."

"Nyinyir, ngatain orang, nyindir ... nanya latar belakang, pamer dia anak siapa."

"Oooo...."

"Dia emang judes, tapi kalo lu gak bales judes dia biasanya cape sendiri. Kalo terpaksa ngomong berdua sama dia.  Panggil aja dia cici. Biar dia ngerasa udah tua, dan agak calm inget umur, sekitar 33 dia kayanya. Jangan mancing dia naek, Bapaknya ketua asosiasi  agak mengkhawatirkan soalnya. Bisa aja dia dendam dan bikin masalah sama perusahaan kita kalo dia sakit hati..."

"Tahu gak, gue kaya mau pergi  ngegolin proyek sekarang. Gambaran lu serem banget..."

"Kalo gue udah sering bawa lu. Otomatis mereka gak kepo lagi sama gue. Sorry ya bawa lu ke sarang kucing garong..." Ehhh dia malah ngakak ketawa.

"Sekali tuh kucing nyakar 20 juta ya..."

"What!?"

"Bayaran asuransi dan hansaplast gue sebulan gaji...."

"Hansaplast bukannya goceng tiga."

"Ke psikiater pemulihan shock." Tambah ngakak si kuya.

"Iya iya terserah lu lah..."

"Serius lu? Tambahin di pasal perjanjian kontrak kerja ya." Gue langsung seriusin.

"Dasar assiten mata duitan! Duit aja ijo mata you!" Kali ini gue yang ngakak.

Udah rame orang. Kita turun dari mobil dan gandengan. Pikiran gue bilang, ini cuma kerjaan yang harus lu lakuin Ren. Biasa aja!

Kevin dengan ringan ngegandeng tangan gue. Kaya itu udah biasa bagi dia. Apa mungkin dia udah terbiasa ngegandeng cewe ya, terbiasa bersikap akrab sama semua cewe.

Dia bilang dia pernah di posisi playboy. Mungkin karena dia sudah terbiasa jadi player. He act as what naturally he usually do.

"Hola Kevin, bro ..." Seorang cowo nyambut kita.

"Oscar, long time no see ...." Ini orang yang ngejebak boss ama kucing Persia. Kucing Persianya  juga ada disini harusnya.

"Terakhir kita janjian lu gak bisa datang, malah orang lain yang datang. Lu gak inget... " Dia ketawa.

"Sorry bro, gue ditodong ama dia. Gue gak bisa nolak satu kali itu. Dan dia datang juga kali ini sama yang satu lagi...." Oscar ngeliat gue.

"Ohh hai, kita belum kenalan.... Ini?" Oscar celingak celinguk bolak balik antara gue dan Kevin sambil nyalamin gue.

"Iya pacar gue..."

"Ohh, ini bakal jadi berita seru... Sorry ya, cowomu ini sebelumnya adalah pria paling diinginkan oleh adik-adik kelas reuni ini." Gue senyum-senyum doang.

"Halo Kevin, welcome..." kali ini kayanya istri Oscar.

"Ini Renata, ini Natalie, istri Oscar... " ternyata gue bener.

"Hai Renata.... banyak gosip soal cewe baru Kevin ternyata sekarang terkonfirmasi. Selamat buat kalian berdua, ditunggu kabar selanjutnya...." Kabar selanjutnya akan tetep begitu-begitu saja sampai dia nemu cewe sebenernya atau gue yang  nemu duluan.

"Hai Natalie, ... Renata."

"Ayoo mereka uda  pada kumpul."

Ini dia nih bakal ketemu kucing garong lagi.

💛🧡💜💚💛🧡💜💚

Jangan lupa vote kalo kalian suka novel ini ya