MONSTER KEJAM itulah yang Rahayu pikirkan tentang Andika, suaminya yang tampan namun red flag habis-habisan, tukang pukul kasar, dan ahli sandiwara. Ketika maut hampir saja merenggut nyawa Rahayu di sebuah puncak, Rahayu diselamatkan oleh seseorang yang akan membantunya membalas orang-orang yang selama ini menginjak-injak dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amarah Pak Rio
Bi Surti bergerak gemetar mengambil air hangat. Suasana kamar itu mendadak sesak, seolah oksigen ditarik paksa keluar. Andika ingin melangkah maju untuk mencegah, namun tatapan Pak Rio yang sedingin es mengunci kakinya di lantai.
Pak Rio menerima handuk basah itu. Dengan gerakan yang sangat perlahan namun pasti, ia mengusapkan handuk ke pipi Rahayu. Sekali usap, lapisan bedak tebal itu luntur, menyingkapkan memar ungu kehitaman yang kontras dengan kulit pucat putrinya.
Tangan Pak Rio bergetar hebat. Ia mengusap bagian dahi dan sudut mata. Luka robek kecil yang belum kering sempurna mulai terlihat.
Terakhir, dengan sentakan cepat, ia menarik syal sutra di leher Rahayu.
Mata Pak Rio membelalak. Di leher putrinya, terpampang jelas bekas cengkeraman tangan yang membiru, melingkar seperti jeratan maut.
"APA-APAAN INI?!" raung Pak Rio. Suaranya menggelegar menghantam dinding kamar.
Andika mundur selangkah, wajahnya kini seputih kertas.
"Pa, itu... Rahayu jatuh dari kamar mandi, saya..."
Bugh!
Satu pukulan mentah dari tangan kekar Pak Rio mendarat telak di rahang Andika hingga pria itu tersungkur menabrak meja rias.
Belum sempat Andika mengaduh, Pak Rio sudah menerjangnya. Ia mencengkeram kerah baju Andika dan menyeretnya berdiri.
"Kamu bilang dia sakit?! Kamu bilang dia jatuh?!" Pak Rio mencekik leher Andika dengan satu tangan, sementara tangan lainnya terkepal kuat.
"Ini bekas tangan manusia, Andika! Kau apakan putriku, HAH?!"
"Ugh... Pa... lepaskan..." Andika megap-megap, wajahnya mulai membiru karena pasokan udara terputus.
Bugh! Bugh!
Dua pukulan lagi menghantam perut dan wajah Andika. Pak Rio seolah kehilangan kendali, kemarahan seorang ayah yang melihat permata hatinya dihancurkan telah mengubahnya menjadi monster yang menakutkan.
"Pak Rio, tolong berhenti! Andika bisa mati!" teriak Bu Citra histeris, mencoba menarik lengan Pak Rio, namun ia justru terhempas oleh kibasan tangan pria tua itu.
Kegaduhan hebat itu akhirnya menembus kabut kesadaran Rahayu. Matanya perlahan terbuka, mengerjap menyesuaikan suara di sekitar. Hal pertama yang ia dengar adalah sosok gagah yang sangat ia rindukan sedang berdiri murka di depan suaminya yang bersimbah darah.
"Pa... Papa?" suara Rahayu sangat lirih, hampir seperti bisikan.
Mendengar suara itu, cengkeraman Pak Rio pada leher Andika melonggar. Ia melepaskan menantunya yang kini terkapar di lantai sambil terbatuk-batuk hebat. Pak Rio segera berbalik, ekspresi wajahnya berubah seketika dari kemarahan menjadi kesedihan yang mendalam saat menatap Rahayu.
"Sayang... ini Papa," ucap Pak Rio serak. Ia kembali duduk di samping Rahayu, mencoba menyembunyikan tangannya yang gemetar karena amarah.
Rahayu tersenyum lebar, sebuah senyum sumringah yang sudah lama tidak terlihat, meski sudut bibirnya terasa perih karena luka yang belum sembuh. Ia berusaha duduk dan langsung memeluk leher ayahnya erat-erat.
"Papa datang... aku tahu Papa pasti datang jemput aku," isak Rahayu pecah di pundak ayahnya.
"Sakit, Pa... semuanya sakit..."
Pak Rio memejamkan mata, mendekap putrinya dengan protektif sambil menatap tajam ke arah Andika dan Bu Citra yang meringkuk di pojok ruangan.
"Jangan takut, Sayang," bisik Pak Rio dengan nada dingin yang mematikan.
"Papa di sini. Dan gak akan ada satu orang pun yang akan keluar dari rumah ini dengan selamat setelah apa yang mereka lakukan pada kamu Nak."
Bu Citra bersimpuh dengan lutut yang bergetar hebat, tangannya yang terbiasa memakai perhiasan mahal kini kotor oleh debu lantai saat ia memeluk kaki Pak Rio.
Wajahnya yang biasanya angkuh kini basah oleh air mata ketakutan.
"Ampun, Pak Rio! Tolong ampuni kami! Itu semua kecelakaan, kami tidak bermaksud..." rintih Bu Citra dengan suara serak.
Pak Rio tidak bergeming. Tatapannya masih terpaku pada Rahayu yang terisak dalam pelukannya. Putrinya yang malang itu perlahan melepaskan pelukan, wajahnya yang cantik kini tampak hancur, dan kedua matanya menatap kosong ke depan.
"Papa..." suara Rahayu bergetar,"
"Mereka bohong. Andika... dia memukuliku. Dan Bu Citra..." Rahayu menunjuk ke arah suara Bu Citra dengan tangan gemetar.
"Ibu tidak pernah menghentikannya. Malah... malam itu..."
Rahayu tercekat, tangisnya berubah menjadi raungan pilu yang menyayat hati.
"Ibu membawa lima orang pria ke mansion ini Pah. Mereka preman, Pa... Ibu bilang aku hanya beban yang merusak nama baik keluarga kita. Ibu membiarkan mereka... mereka, menodai aku Pah..."
Kalimat itu tidak selesai, namun maknanya menghantam ruangan itu seperti bom atom.
Wajah Pak Rio yang semula pucat karena sedih, kini berubah menjadi merah padam yang mengerikan. Urat-urat di lehernya menonjol, dan napasnya menderu seperti banteng yang terluka.
"Kalian... membawa preman untuk putriku?" suara Pak Rio rendah, namun mengandung ancaman kematian yang nyata.
Tanpa peringatan, Pak Rio mengayunkan kakinya, melepaskan cengkeraman Bu Citra dengan kasar hingga wanita itu terpental ke dinding. Pak Rio mendekat, tidak lagi melihat Bu Citra sebagai seorang wanita, melainkan sebagai monster yang telah mengoyak martabat putrinya.
PLAK!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Bu Citra
hingga sudut bibirnya terluka. Pak Rio menjambak rambut wanita itu, memaksanya mendongak.
"Kau perempuan iblis! Kau menyebut dirimu seorang ibu?!"
"Pa, jangan! Cukup!" teriak Andika yang berusaha bangkit dengan sisa tenaganya. Ia tidak tega melihat ibunya diperlakukan seperti itu. Dengan langkah sempoyongan, Andika menerjang Pak Rio, mencoba melepaskan tangan mertuanya dari rambut sang ibu.
"Jangan sentuh ibuku!" raung Andika.
Namun, amarah telah memberi Pak Rio kekuatan yang luar biasa. Saat Andika mencoba menarik bahunya, Pak Rio justru memutar tubuhnya dan mendaratkan satu pukulan uppercut tepat di hidung Andika.
BUGH!
Andika terangkat sedikit dari lantai sebelum jatuh berdentum ke arah meja kaca yang langsung pecah berkeping-keping. Pecahan kaca menusuk kulitnya, namun Pak Rio tidak peduli. Ia kembali beralih pada Bu Citra yang mencoba merangkak kabur.
Pak Rio menarik kerah baju Bu Citra dan mengangkatnya hingga kaki wanita itu hampir tak menyentuh lantai.
"Lima orang preman, katamu? Maka aku akan memastikan kalian berdua merasakan penderitaan yang seribu kali lebih hebat dari apa yang diterima Rahayu!"
"Papa, tolong..." Rahayu memanggil pelan, tangannya meraba-raba udara mencari sosok ayahnya.
Pak Rio menghempaskan Bu Citra ke lantai di dekat Andika yang bersimbah darah. Ia menoleh ke arah pintu dan berteriak dengan suara yang menggetarkan seluruh rumah.
"ORANG-ORANG DI LUAR! MASUK!"
Lilis, Bi Sari, dan kelima preman yang membantu Bu Citra menyiksa Rahayu masuk dengan gemetar ke dalam ruangan.
"KALIAN SEMUA BIADAB! KALIAN AKAN TERIMA BALASANNYA!" murka Pak Rio.
Tiba-tiba, Bu Citra berteriak.
"PAK RIO CUMA SENDIRIAN DATANG KE SINI! KALIAN HABISI SAJA DIA!"
Bersambung
jangan lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB🙏