NovelToon NovelToon
Penebusan Ratu Malam

Penebusan Ratu Malam

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Keluarga / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Cinta pada Pandangan Pertama / Cintapertama
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Ra

Di tengah gelapnya dunia malam, seorang Gus menemukan cahaya yang tak pernah ia duga dalam diri seorang pelacur termahal bernama Ayesha.

Arsha, lelaki saleh yang tak pernah bersentuhan dengan wanita, justru jatuh cinta pada perempuan yang hidup dari dosa dan luka. Ia rela mengorbankan ratusan juta demi menebus Ayesha dari dunia kelam itu. Bukan untuk memilikinya, tetapi untuk menyelamatkannya.

Keputusannya memicu amarah orang tua dan mengguncang nama besar keluarga sang Kiyai ternama di kota itu. Seorang Gus yang ingin menikahi pelacur? Itu adalah aib yang tak termaafkan.

Namun cinta Arsha bukan cinta biasa. Cintanya yang untuk menuntun, merawat, dan membimbing. Cinta yang membuat Ayesha menemukan Tuhan kembali, dan dirinya sendiri.

Sebuah kisah tentang dua jiwa yang dipertemukan di tempat paling gelap, namun justru belajar menemukan cahaya yang tak pernah mereka bayangkan.

Gimana kisah kelanjutannya, kita simak kisah mereka di cerita Novel => Penebusan Ratu Malam.
By: Miss Ra.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

Langkah kaki Arsha bergaung pelan di atas lantai pualam koran pesantren yang resik. Setelah berpamitan sejenak pada Ummi Halimah untuk membersihkan diri seadanya dan mengganti kemeja perjalanannya dengan koko putih bersih serta sarung tenun berwarna gelap, ia memulai langkahnya menuju perpustakaan pribadi milik sang abah.

Jalur menuju perpustakaan itu mengharuskannya melewati deretan kelas-kelas santri putri yang terletak di sayap timur kompleks utama. Suasana pagi yang tenang di Pesantren Al-Falah seketika berubah saat bayangan Arsha tertangkap oleh mata para santriwati yang sedang menyimak pelajaran.

"Itu... Gus Arsha?" bisik seorang santriwati di barisan depan kelas Ula.

Suara bisikan itu seperti api yang menyambar rumput kering. Dalam sekejap, kepala-kepala berbalut jilbab putih itu menoleh serempak ke arah jendela yang terbuka lebar. Sosok Arsha yang berjalan dengan tenang, sorot mata yang teduh namun berwibawa, serta garis rahang yang tegas, selalu memiliki daya tarik tersendiri di mata para penghuni pesantren. Bagi mereka, Arsha bukan sekadar putra kiai, melainkan simbol kesempurnaan seorang pria yang menjaga kehormatan dan ilmunya.

"Masya Allah, Gus Arsha pulang!" gumam yang lain dengan wajah yang merona.

Kegaduhan kecil mulai tercipta. Suara gesekan bangku dan bisik-bisik yang tertahan membuat suasana kelas menjadi tidak kondusif. Sang Ustadzah yang sedang mengajar di depan kelas berdehem keras, mencoba mengembalikan fokus para santrinya.

"Fokus, anak-anak! Ilmu tidak akan masuk ke hati yang sedang sibuk mengagumi makhluk secara berlebihan," tegur Ustadzah tersebut dengan nada tegas namun terselip senyum maklum.

Arsha menyadari kegaduhan itu. Ia menundukkan pandangannya sembari mempercepat langkahnya sedikit. Ia tidak merasa besar kepala, justru hatinya merasa semakin berat. Ia melihat betapa sucinya lingkungan ini, betapa terjaganya para santriwati di sini, dan kini ia pulang membawa sebuah nama yang menurut standar dunia pesantren mungkin dianggap 'cacat'.

Ayesha, batinnya menyebut nama itu. Jika mereka tahu siapa wanita yang ingin kubawa ke sini, apakah kekaguman itu akan berubah menjadi cibiran?

Pikiran itu sempat menyengat hatinya, namun ia segera menepisnya. Ia ingat air mata Ayesha saat menyiram tanaman, ia ingat perjuangan wanita itu untuk bangkit dari kubangan dosa yang bukan sepenuhnya pilihannya. Di mata Arsha, Ayesha justru memiliki kemuliaan yang berbeda, kemuliaan seorang pendosa yang bertaubat dengan sungguh-sungguh.

.

Kegaduhan di koran kelas putri perlahan menghilang saat Arsha memasuki area taman dalam yang memisahkan area pendidikan dengan perpustakaan pribadi Abah. Suasana di sini jauh lebih hening. Wangi melati dan bunga tanjung menyeruak, memberikan efek tenang yang magis.

Arsha berdiri di depan pintu kayu jati berukir yang tertutup rapat. Di dalamnya, ia tahu, sang abah sedang menenggelamkan diri di antara ribuan kitab kuning dan literatur klasik. Abahnya adalah sosok yang jarang bicara, namun setiap kalimat yang keluar dari lisan beliau adalah hukum yang mutlak dan penuh hikmah.

Arsha menarik napas panjang, merapikan letak kopiahnya, lalu mengetuk pintu perlahan.

"Assalamualaikum," ucapnya dengan suara rendah namun mantap.

"Waalaikumussalam. Masuk, Arsha."

Suara berat dan berwibawa itu terdengar dari dalam. Arsha memutar kenop pintu dan melangkah masuk.

Perpustakaan itu adalah jantung dari Pesantren Al-Falah. Rak-rak kayu setinggi langit-langit memenuhi ruangan, menampung ribuan jilid kitab yang menjadi saksi bisu perjalanan ilmu Kiai Hafidz. Di sudut ruangan, dekat jendela yang menghadap ke arah kiblat, duduk seorang pria dengan janggut yang sudah memutih seluruhnya, mengenakan kacamata baca.

Kiai Hafidz meletakkan kitab yang sedang dibacanya ke atas meja kayu besar. Beliau melepas kacamatanya dan menatap putra sulungnya yang baru saja datang dari hiruk-pikuk ibu kota.

Arsha melangkah mendekat, lalu bersimpuh di samping kursi ayahnya. Ia meraih tangan kanan sang Abah, mencium punggung tangan itu dengan penuh takzim. Ada aroma minyak gaharu yang khas menempel di tangan ayahnya, aroma yang selalu membuat Arsha merasa kecil dan rendah hati.

"Bagaimana perjalananmu, Nak?" tanya Kiai Hafidz lembut, tangannya yang mulai keriput mengusap kepala Arsha dengan penuh kasih.

"Alhamdulillah, lancar, Abah. Salam dari semua rekan di Jakarta untuk Abah dan Ummi," jawab Arsha.

Kiai Hafidz mengangguk. Beliau tidak langsung bertanya mengapa Arsha tiba-tiba pulang tanpa kabar sebelumnya. Beliau adalah tipe pengamat. Beliau memperhatikan cara Arsha duduk, cara Arsha bernapas, dan keresahan yang tersembunyi di balik ketenangannya.

"Duduklah di kursi, Arsha. Jangan di lantai, kamu bukan santri yang sedang setoran hafalan," gurau Kiai Hafidz sedikit, mencoba mencairkan suasana.

Arsha tersenyum tipis dan berpindah duduk ke kursi kayu di depan meja abahnya. "Bagi Arsha, sampai kapan pun Arsha adalah santri Abah yang masih butuh banyak bimbingan."

Kiai Hafidz tersenyum bangga. "Ilmu yang kamu cari di kota mungkin sudah banyak, tapi sepertinya kau sedang ada beban? Apa ada kabar yang tidak mengenakkan tentang proyekmu?"

Jantung Arsha berdegup kencang. Ia tahu, inilah saatnya. Tidak ada gunanya berbasa-basi di depan seorang kiai besar. Ia menatap mata abahnya dengan penuh keberanian, meskipun tangannya sedikit bergetar di bawah meja.

"Bukan, Abah... Ini bukan masalah proyek." Arsha menjeda, membasahi bibirnya yang terasa kering. "Arsha pulang untuk meminta restu. Arsha... Arsha ingin menyempurnakan separuh agama Arsha."

Alis Kiai Hafidz terangkat sedikit. Sebuah senyum tulus mengembang di wajah beliau. "Alhamdulillah. Itu adalah kabar yang Abah dan Ummi tunggu-tunggu sejak lama. Siapa wanita beruntung itu? Apakah putri salah satu kiai kenalan kita? Atau teman bisnismu yang shalihah di sana?"

Pertanyaan itu terasa seperti hantaman godam bagi Arsha. Ia memikirkan Ayesha, yang saat ini mungkin sedang duduk di apartemen, menatap langit Jakarta dengan penuh kecemasan. Ia memikirkan syarat yang diberikan Ayesha - kejujuran yang utuh.

"Dia... Namanya Ayesha, Abah," suara Arsha terdengar lebih dalam. "Dia... dia bukan seorang putri kiai, bukan pula wanita yang tumbuh besar di lingkungan pesantren."

Kiai Hafidz terdiam, memberikan ruang bagi Arsha untuk melanjutkan. Beliau tidak menyela, tidak menghakimi, namun tatapannya menuntut penjelasan yang lebih dalam.

"Arsha ingin jujur pada Abah dan Ummi. Ayesha memiliki masa lalu yang..." Arsha berusaha menjelaskan semuanya pada sang Abah, tidak ada satu pun yang ditutupi.

Suasana perpustakaan itu mendadak menjadi sangat dingin. Detak jam dinding yang berdetak di sudut ruangan seolah terdengar semakin keras. Arsha menatap abahnya, menunggu reaksi dari pria yang menjadi kiblat moral bagi ribuan orang itu.

...----------------...

Next Episode....

1
🌹Widianingsih,💐♥️
duhh .. Arsya..jangan jatuh cinta pada Ayesha, nanti akan mendatangkan masalah besar
🌹Widianingsih,💐♥️
benar-benar cobaan berat bagi seorang Gus , bagaimana nanti jika ada yang tau. ...pasti fitnah besar yang datang !
duh Gusti nu maha agung.... selamatkan keduanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!