Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.
Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."
Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."
Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A M BAB 27 - canggung.
Terkabul. Kini keduanya sedang bersantai. Duduk lesehan di atas sebuah karpet empuk nan lembut. Sambil menonton televisi yang menampilkan kartun Spongebob. Sungguh suasana tidak biasa, mengingat jam yang telah menunjukkan waktu tengah malam. Bahkan sangat larut—02.00.
"Cewe gemesin, kamu laper gak." Kata si pemuda. Menepuk punggung seorang gadis yang sedang dalam posisi tiarap. Kaki gadis itu bergoyang-goyang, sembari sorotnya tertuju penuh pada televisi. "Ayo makan."
"Gak. Lagian tadi kita udah makan." Sahut Dinya. Tanpa melirik. Hanya mengunyah keripik singkong sembari masih fokus pada apa yang ditontonnya. "Kalau mau, makan aja sendiri. Gue masih kenyang."
Mengerucutkan bibir. Lantas ikut tiarap tepat di samping sang gadis. Menoleh dan menatap gadis itu. Bermaksud memperlihatkan dirinya yang sedang cemberut.
Srek.
"Gamau, maunya di temenin." Keukeh. Bersikeras caper dengan lebih mendekatkan wajahnya pada Dinya. Bahkan sampai berbaring, menatap sepasang netra bulat itu dari bawah. "Mam mam.."
"Lagian makan tengah malem gini gak baik, udah nonton aja." Menasehati. Memberi lirikan pada wajah tampan yang sok-sokan cemberut. Dasar bayi bajang. Sempat mengembuskan nafas panjang, berusaha maklum.
Sampai berpuluh-puluh menit kemudian, sorot berkaca-kaca itu masih dilayangkan pada sang gadis. Membuat Dinya menyerah dan menuruti apa yang si pemuda mau.
Akhirnya dua sejoli tersebut turun ke lantai bawah untuk mengambil lebih banyak makanan, khususnya makanan yang bukan camilan atau cokelat-cokelat manis seperti yang tadi mereka jadikan teman menonton. Ketika bawaan dirasa cukup, mereka lantas kembali naik dan suasana hampir kurang lebih sama seperti tadi.
Bedanya mungkin hanya pada apa yang keduanya tonton.
"Kalau aku jadi hantu gitu, kamu masih suka gak." Berkomentar. Pandangan Sinan masih tertuju pada TV yang menampilkan film horror. Sambil melahap nasi goreng sosis. "Tapi kalau aku mati, aku bakal jadi hantu tertampan deh kayaknya."
"Lo gak jadi hantu aja gue belum tentu suka." Sahutan yang begitu melukai. Lawan bicara bahkan sampai memegangi dadanya penuh dramatis. Terluka sekaligus malu.
"Sakit rasanya, putus cinta.. sesaknya di dada~" tiba-tiba berirama. Menelan nasi yang seolah berubah menjadi kerikil. Dan melanjutkan. "Membuat Sinan jadi gegana, gelisah galau meranaa~"
Terkekeh. Melirik pemuda itu geli.
"Jangan ketawa." Kata Sinan. Sebelum ikut terkekeh dan mengudarakan tawa renyah lebih dulu. Geli sendiri. Lantas menatap Dinya dengan senyum. "Udah ah malu.. kamu bercandanya jangan gitu. Hati aku nyut-nyutan beneran ini, tega banget.."
Film terus berputar sementara kedua remaja berbeda jenis kelamin itu menyimak. Menjadi semakin fokus ketika si film sudah hampir berjalan setengah dan alurnya menjadi semakin serius dan penuh konflik.
Ditengah-tengah asyiknya menonton, pihak perempuan yang lebih dulu merasa bosan. Bergulir di atas karpet penuh bantal dan berakhir memainkan handphone si pemuda.
"Buset.." bergumam pada diri sendiri. "Kapan ngambil fotonya dah.. nih orang.."
Disana terpampang dengan jelas foto-foto miliknya. Bahkan di bagian paling atas, terdapat foto dan vidio tiarapnya saat asyik menonton Spongebob tadi.
"Waket D3 siapa." Katanya. Bangkit dari posisi rebahan guna memperlihatkan isi layar pada Sinan. Sementara bunyi-bunyi teriakan dari TV bergema. "Kita D2."
"Lilie, cinta." Sahut si pemuda. Terkekeh ketika Dinya hanya mengangguk dan kembali menjatuhkan tubuhnya. "Biasa typo, males ngebenerinnya aku."
Jeritan seram yang tadinya terdengar begitu heboh perlahan menghilang. Membuat mereka sedikit melirik ke arah si televisi. Yang sialnya malah menampilkan adegan tidak senonoh antara si hantu dengan pemeran utama.
"Ngawur." Komentar pemuda itu sebelum menutup kedua belah telinga Dinya. Menunduk sembari menatap si gadis yang berbaring terlentang. "Film sesa-"
"Calon pacar apanya." Memotong. Lantas menunjukkan kontak miliknya yang tersimpan pada handphone pemuda tampan itu. Membuat si pemuda langsung nyengir.
Sepenuhnya melupakan bunyi decapan serta lenguhan dari televisi. Kedua remaja itu malah dengan santai saling melempar tatapan sebelum sama-sama menyemburkan tawa.
"Kocak. Calon pacar calon pacar, yeuu~" mengejek. Menatap geli pada Sinan yang masih terpingkal, tawa yang sengaja dibuat-buat untuk menutupi rasa malu pemuda itu. "Hadeh, gue benerin namanya."
"Jangan ah. Gausah diganti udah bagus itu, yang dibenerin punya si Lilie aja." Sedikit merengek. Melirik ke arah televisi yang menampilkan adegan ciuman brutal sebelum ikut menjatuhkan diri disebelah sang gadis. Memeluknya dari samping.
Selanjutnya yang tersisa hanya bunyi-bunyi decapan penuh gema. Pantul-memantul pada setiap sisi ruangan, memenuhi indra pendengaran dua sejoli itu.
Tentu dititik ini suasana berubah canggung. Mereka sama-sama terdiam dengan pikirannya masing-masing. Sebenarnya inilah alasan mengapa Dinya hanya menonton Spongebob sejak tadi, ia bisa menonton yang lain. Tapi dirinya hanya berusaha mengantisipasi agar tidak terjebak dalam situasi seperti sekarang.
"Sayang.." serak Sinan. Meneguk ludah dengan susah payah, lantas mengeratkan pelukan. Menunduk untuk berbisik lemah pada telinga sang gadis. "Filmnya nyebelin.."
***
Sementara di sisi lain, dua orang remaja nakal sedang berkelut akan keringat. Saling memberi sentuhan kenikmatan pada satu sama lain, menggeliat dengan mulut yang meracaukan desahan. Nikmat dan tersiksa.
"Cup cup.. kenapa malah nangis, nikmatin dong. Ayo sayang.. desah yang kenceng." Kata pihak lelaki, menghentak tubuh lawan main sekencang-kencangnya. Mendesah puas ketika melakukan pelepasan entah sudah yang keberapa kali di rahim tersebut.
"Ngotak dikit bngst." Kata Bianca. Menatap murka Max yang hanya menyeringai. Lantas sembari menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut ia lanjut berujar. "Tch.. ini karena si burik culun itu, kita jadi terancam dikeluarin dari sekolah. Anjing anjing."
Padahal sebelum-sebelumnya tidak jarang dirinya melakukan perundungan serupa, bahkan jauh lebih parah.
"Sinan juga kenapa malah kepincut sama dia, padahal dilihat dari sisi manapun juga udah jelas siapa yang paling bagus." Kesalnya. Melirik Max yang menyalakan rokok lalu mendekat untuk menghembuskan asap rokok itu ke wajahnya. "Bngst lo."
"Dia banci." Max terkekeh. Melirik Bianca liar, lalu berkata lagi. Terus terang dan menghina. "Lagian.. gak semua cowo harus suka sama lo. Dasar jalang sangean."
Kejujuran itu langsung membuat lawan bicara naik pitam. Bianca menarik tengkuknya, melotot penuh peringatan sebelum menghempaskan Max yang masih menyeringai.
Srek.
"Omong-omong.. gue sekarang lumayan suka sama cewe yang kata lo culun itu." Hanya jujur. Dirinya yang memang menemukan suatu ketertarikan lantas terkekeh. Melirik Bianca yang sedang menampilkan raut tidak menyangka. "Jadi jangan ngehujat dia lagi, atau memek lo gue robekin. Bianca sayang."
"Sinting." Langsung berkomentar. Menatap Max tidak menyangka. Tertawa mengejek lalu terdiam karena suatu ide yang dirasa cemerlang melintas. "Gue tau rasa suka lo mengarah kemana. Max yang bngst.. gue udah hafal."
"Gimana kalau gue kasih lo penawaran. Sebagai sahabat sekaligus patner ranjang yang baik, gue bakal dengan bermurah hati buat bantu lo ngedapetin dia."
Yang menangkap maksud dari ucapan Bianca hanya terkekeh. Mengangkat tangan untuk mengelus pipi perempuan itu, penuh sayang dan peringatan.
"Lo emang paling tau gue, ututu.. jadi makin sayang." Mengubah usapan jadi sentuhan kasar. Memaksa Bianca mendongak. "Tapi gue gak butuh. Gak semua tentang sexs Bianca. Dan gak ada yang bisa gue liat juga dari badan dia. Gue cuma.. bose-"
"Jangan sok suci, bngst." Menghempaskan tangan Max. Lalu menarik lelaki itu untuk dihempaskan ke kasur. Merangkak naik ke atas tubuhnya. "Denger, lo harus ngelakuin apapun yang gue suruh, sialan?! Pake sok-sokan ngelak. Najis najis. Pokoknya ikuti permainan gue. Kita hajar habis-habisan mentalnya, sampai dia milih buat mati."
"Untuk caranya gampang. Gue juga udah muak banget sama dia. Si culun itu perlu cepet-cepet kita singkirin, biar Sinan memihak kita lagi dan kita gak di keluarin."