NovelToon NovelToon
BAKSO KALDU CELANA DALAM

BAKSO KALDU CELANA DALAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Selingkuh / Playboy / Penyesalan Suami / Mengubah Takdir
Popularitas:310
Nilai: 5
Nama Author: Mama Rey

Sri dan Karmin, sepasang suami istri yang memiliki hutang banyak sekali. Mereka menggantungkan seluruh pemasukannya dari dagangan bakso yang selalu menjadi kawan mereka dalam mengais rezeki.
Karmin yang sudah gelap mata, dia akhirnya mengajak istrinya untuk mendatangi seorang dukun. Lalu, dukun itu menyarankan supaya mereka meletakkan celana dalam di dalam dandang yang berisikan kaldu bakso.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TERNYATA KUNCINYA ...?

"Wes nanti saja jenguk tetangga! Sekarang kamu cepetan pulang! Bantuin aku nyariin uang! Uangku hilang!" Suara Karmin terdengar gemetar dan menggelegar. Ia sepertinya sangat kesal.

"Uang? Memangnya kamu punya uang, Mas? Berapa? Di mana? Kamu sembunyikan di mana?" Sri menyahuti dengan santai.

"Katanya kamu gak punya uang? Emangnya sekarang kamu punya uang?" tandasnya.

DEGH!

Karmin pun ternganga.

"Wes ojo banyak omong! Cepetan pulang sekarang! Nanti aku jelaskan!"

Sri pun terkekeh seraya menyumpal mulutnya saat mendengar sang suami marah-marah di ujung telepon sana.

"Bentar lagi aku pulang, aku masih belum selesai berbelanja."

"Jangan bentar lagi bentar lagi! Tapi sekarang, Sri! Aku sudah pusing dan kepalaku terasa berat ini. Mumet!"

"Kalau mumet, kepalanya taruh saja di dapur, nanti aku masak biar jadi kaldu bakso, wekekeke."

"Sri! Astagah! Dasar istri gendeng!"

KLIK.

Sri langsung mematikan saluran teleponnya tanpa menyahuti omelan sang suami. Wanita itu terkekeh-kekeh sendirian di warung dawet.

"Umak kenapa, Sri? Kok cekikikan sendiri?" Bawon tiba-tiba muncul.

"Ini, Mas Karmin marah-marah tanpa alasan yang jelas. Kayaknya aku nggak bisa ikut kamu menjenguk Nurul sekarang deh. Ini suamiku ngamuk menyuruh aku pulang, karena ada sesuatu hal yang membuat kepalanya puyeng di rumah." Sri meminum kuah dawet hingga tandas.

"Uwalah, Ya wes kapan-kapan saja. Nanti kamu telepon deh kalau waktumu sudah longgar," kata Bawon. "Hari ini sebenarnya ... aku juga banyak tagihan yang harus aku datangi."

"Oke, Won."

"Dah pulang sana! Jangan-jangan suamimu lagi kena sawan. Dawetnya aku yang bayar."

"Oyi, makasih, Won."

"Heeemmm."

Sri pun segera meninggalkan warung dawet itu dan bergegas pulang.

Di tengah-tengah perjalanan, ternyata Sri tidak langsung pulang. Dia membelokkan motornya ke sebuah bank swasta untuk mengamankan uang-uang yang telah ia temukan di dalam sepatunya Karmin tadi.

"Oh yeees, aku akan membuat rekening tabungan untuk menyimpan uang-uang ini, wekekek."

******

Di rumah.

Begitu motor yang Sri kendarai memasuki halaman rumahnya, Karmin sudah berdiri di depan warung baksonya dengan wajah memerah. Di dalam warung, nampak beberapa orang sedang menikmati bakso. Jadi, Karmin masih menahan amarahnya untuk tidak berteriak di depan para pelanggan.

Sri pun memarkir motornya di teras, dan pria itu langsung menghampiri istrinya.

"Kenapa lama sekali?" Ucapnya pelan, namun dengan setengah sebal. Nampak wajah Karmin begitu menegang.

"Apa matamu tidak melihat barang belanjaan ini? Aku harus antri lama untuk mendapatkan daging yang bagus. Apalagi untuk mendapatkan gajih sandung lamur agar kaldu bakso menjadi nikmat!" Sri melirik sinis.

"Ya kan aku hanya bertanya, Dek."

"Bertanya itu mbok ya baik-baik itu ngomongnya, nggak usah pakai emosi!"

"Gak gitu, aku itu khawatir karena menunggu kamu lama sekali. Tadi bilang mau cepetan pulang, tapi ternyata sampai 1 jam lebih nggak nyampe rumah."

"Siapa yang bilang mau cepetan pulang? Aku gak ada bilang gitu tuh! Kamu yang nyerocos menyuruh aku cepet pulang karena uangmu hilang! Uang yang mana?" Kedua mata wanita itu menatap tajam kepada suaminya. Sejerus kemudian, dia pun masuk ke dalam rumah seraya membawa barang belanjaan yang menggunung.

Karmin mengekor di belakang sang istri seraya menggaruk kepalanya berulang kali. Dia bahkan tidak membantu istrinya menenteng barang belanjaan itu.

"Uang itu sebenarnya ... uang yang kusiapkan untuk jatah tambahan buat kamu, Dek."

"Jatah tambahan? Tumben?" Sri mencebik.

"Ya, Aku ingin memberimu kejutan. Jadi, aku menyembunyikannya untuk sementara waktu, agar uangnya terkumpul banyak. Tapi uangnya hilang." Suara Karmin melandai.

Sri meletakkan barang belanjanya di dapur, lalu memutar tubuhnya dan menghadap sang suami.

"Berapa jumlah uangnya?" Tatapan matanya begitu tajam dan mengintimidasi.

"Lima juta, Dek."

"Apaaaah!? Di mana kamu sembunyikan uang sebanyak itu?" Sri mendelik.

"Di dalam sepatu."

"Koen gendeng tah, Mas? Bisa-bisanya kamu menyimpan uang di dalam sepatu? Bahkan dengan nominal sebanyak itu kamu menyimpannya di tempat sembarangan?" Sri segera menghampiri rak sepatu dan mulai mengacak-ngacak tempat itu seperti seekor anjing yang sedang mencari sesuatu yang hilang.

"Ya kan aku itu bingung mau ku-taruh di mana," kata Karmin dengan bibir mecucu.

"Kamu kan biasanya lihai jika disuruh mencari sesuatu yang ketelisut atau hilang. Itulah sebabnya, aku menelponmu dan menyuruhmu cepat pulang, karena kepalaku sudah sakit sekali mencari uang itu."

Sri melirik suaminya sekilas selalu mendengkus panjang. Dia harus berpura-pura syok agar Karmin tidak mencurigainya.

"Ya sudah, kamu kembali ke warung saja. Aku akan mencoba mencari uang-uangmu itu. Kalau memang tidak ketemu, ya berarti memang benar apa yang dikatakan orang-orang di pasar tadi."

"Apa kata mereka?" Kening Karmin mengernyit.

"Di kampung kita ini ada yang memelihara tuyul." Sri berbisik pelan.

"Haaah? Serius?" Karmin memekik.

"Yo aku ndak tahu itu beneran apa cuma rumor, wekekeke." Sri terkekeh.

"Baksoo!" Tiba-tiba terdengar seorang pelanggan memanggil di halaman.

"Dah sana! Tuh banyak pembeli," kata Sri.

Karmin pun meninggalkan istrinya yang sedang berjibaku dengan tumpukan sepatu di dapur.

Sri menyeringai puas saat menatap punggung suaminya nampak menjauh.

"Inilah saatnya aku mencari kunci lemari itu!" bisiknya.

Saat Karmin tengah sibuk berjualan di warung, Sri pun juga sangat sibuk mencari sesuatu yang akan menambah pemasukan pundi-pundi rupiah bagi dirinya. Dia kembali menyisir setiap inchi rumahnya untuk menemukan kunci lemari Karmin yang tidak pernah dia ketahui wujudnya sama sekali.

Merasa bahwa usahanya sia-sia, Sri memutuskan untuk pergi ke teras rumahnya untuk sekedar mencari angin dan inspirasi.

"Ketemu, Dek?" Karmin menghampiri sang istri yang sedang duduk di teras.

"Tidak. Sepertinya memang benar-benar diambil tuyul," kata wanita itu dengan lemas.

"Yaaah, gagal dapat jatah uang belanja tambahan dong." Dia mencebik.

Sri terduduk di ubin seraya mengusap keringat di wajahnya.

"Nanti aku akan pergi ke tempat Mbah Samijan untuk mencari pagar. Pagar untuk keselamatan kita," kata pria itu.

"Pergi saja! Mintalah pagar yang kokoh, asal jangan membawa gendruwo ke rumah ini!" Wanita itu menimpali asal-asalan.

"Kamu dengar kan, waktu dukun itu menawarkan agar kita membawa gendruwo peliharaannya untuk penglarisan tambahan. Hiiiii, aku ogah!" Sri begidik.

Karmin nampak manggut-manggut pelan. Dia sepertinya sangat berduka sekali atas hilangnya uang yang ia sembunyikan di dalam sepatu-sepatu itu.

"Kira-kira uang itu ke mana ya?" ucapnya seraya menggaruk kepala.

"Yo aku gak tau lah!"

"Kamu gak mengambilnya, kan, Sri?" Karmin tiba-tiba menatap istrinya dengan lekat.

"Wooohh! Berani-beraninya kamu menuduh istrimu tanpa bukti! Kalaupun aku mengetahui keberadaan uang itu, mungkin uangnya sudah aku setorkan kepada Bawon! Kamu tahu lah berapa nominal angsuran kita kepada si Bawon! Enak saja main tuduh sembarangan!" Sri menggerutu.

"Kalau pun seandainya aku menemukan uang itu, tentu saja aku sudah beli perhiasan emas, atau handphone baru, atau baju baru, atau minimal ... aku akan membeli susu protein yang konon bisa membuatku menjadi langsing. Aku akan membeli skin care agar wajahku tidak dibilang mirip badak! Lah buktinya mana? Aku ya masih saja berpenampilan mirip gembel begini!" Dia mendengkus.

Karmin mengecap ludahnya. "Ya ampun, Dek. Kan aku cuma bertanya."

"Bertanya apa menuduh? Ucapanmu tadi itu terdengar seperti tuduhan bukan pertanyaan!" Sri melirik sinis.

"Iya, Maaf. Sudahlah, jangan emosi. Aku gak menuduh kamu, kok."

"Gak menuduh apanya? Jelas-jelas kamu menanyakan apakah aku mengambilnya atau tidak!" Sri mulai meradang.

"Dek, maksud aku gak begitu. Aku bertanya baik-baik, kok. Barangkali kamu menemukan uang itu jatuh atau tergeletak, lalu kamu menyimpannya, hehehe." Karmin merapatkan tubuhnya ke samping sang istri.

"Ya itu sama saja!" Sri mencengkram dada Karmin dan mendorongnya agar pria itu tidak mendekat.

Entah kekuatan apa yang dimiliki oleh wanita itu, cengkraman tangannya telah memuat kancing baju Karmin terlepas. Dada pria cungkring itu pun terlihat.

Sri terngaga. Dia menatap dada suaminya seraya menelan ludah. Bukan karena dia bergairah karena melihat dada bidang milik Karmin. Tapi ... Sri melihat kunci itu ada di sana. Ya, kunci itu tergantung di dada Karmin. Kunci itu terjuntai menjadi liontin dari sebuah kalung benang hitam yang memanjang sampai ke dada pria itu.

"Ooohh, rupanya kunci itu bersembunyi di sana?" Sri terkekeh di dalam hati.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!