NovelToon NovelToon
Ranjang Berdarah Kamar 111

Ranjang Berdarah Kamar 111

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Roh Supernatural / Balas Dendam
Popularitas:909
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Tahun 2005, seorang karyawan hotel bernama Nadira Pramesti, 21 tahun, menjadi korban pemerkosaan brutal oleh tamunya sendiri di kamar 111 Hotel Melati Aruna. Ia ditahan, disiksa, lalu dibunuh dengan cara yang sangat kejam. Mayatnya ditemukan dua hari kemudian—telanjang, penuh luka, dan wajahnya tertutup kain sprei hotel.

Pelaku tak pernah ditangkap. Kasusnya tutup begitu saja.

Sejak hari itu, kamar 111 menjadi teror.

Setiap kali ada pasangan yang belum menikah menginap di kamar itu lalu melakukan hubungan intim, lampu kamar akan padam… suara isakan perempuan terdengar… seprai bergerak sendiri… hingga salah satu dari mereka ditemukan tewas dengan kondisi mirip Nadira.

Sudah 8 pasangan meninggal sejak 2006–2019.
Hotel ditutup selama 4 tahun.
Rumornya, roh Nadira hanya muncul jika “dosa yang sama” terulang.

Namun tahun 2024, hotel direnovasi dan dibuka kembali dengan nama baru:
Hotel Sunrise 111 — tanpa menghapus nomor kamarnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27 — Teror yang Mengikuti Fira ke Kampus

​Ikatan yang Tak Terhindarkan

​Rumah Kontrakan Raya, Pagi Hari, 2024.

​Malam itu, Fira dan Raya berhasil menahan diri untuk tidak langsung melaksanakan jebakan terhadap Rahmat Setyawan, menyadari bahwa mereka perlu merumuskan rencana yang lebih pasti setelah mendapatkan kunci master dari David. Namun, penundaan mereka memiliki konsekuensi yang mengerikan.

​Fira kini tidak hanya mencium aroma melati di sekitarnya; ia juga mulai merasakan emosi Nadira. Kemarahan, rasa sakit yang membekas, dan hasrat kuat untuk membalas dendam kini bercampur dengan emosi Fira sendiri, menciptakan kebingungan mental yang membuatnya sulit membedakan antara dirinya dan roh itu.

​Raya memperhatikan perubahan itu dengan cemas. Fira menjadi lebih dingin, lebih pendiam, dan terkadang matanya memancarkan amarah yang asing.

​“Fira, kamu harus menjauh dari kalung itu sebentar,” pinta Raya, menatap Kalung Nadira yang selalu melingkari leher Fira.

​“Aku tidak bisa,” jawab Fira, suaranya terdengar serak. “Jika aku melepasnya, aku tidak bisa mendengar atau merasakan dia. Dan jika aku tidak merasakannya, bagaimana aku bisa tahu kapan Rahmat akan menyerang? Atau, lebih buruk lagi, kapan Nadira akan menyerang Revan lagi?”

​Keputusan dibuat: Fira harus kembali ke kampus sebentar. Ini adalah tindakan nekat, sebuah upaya untuk mencari sepotong normalitas di tengah kegilaan, dan sekaligus untuk menghindari kecurigaan dari teman-temannya. Raya, yang kini menjadi pengasuh Revan, setuju untuk tetap tinggal di kontrakan.

​Kampus yang Tiba-Tiba Dingin

​Fira tiba di gedung kuliahnya, Kampus Teknik yang biasanya ramai dan penuh energi. Namun, saat Fira berjalan di lorong, ia merasakan perbedaan suhu yang mencolok. Udara di sekelilingnya terasa beberapa derajat lebih dingin, seperti ada AC sentral yang rusak dan hanya mendinginkan ruang di sekitar Fira.

​Saat Fira duduk di bangkunya di ruang kuliah yang penuh, ia meletakkan tasnya. Baru saja ia membuka buku catatan, kursi di depannya tiba-tiba bergeser sendiri dengan bunyi gesekan keras di lantai beton.

​Semua mata di ruangan itu menoleh ke arah kursi yang bergerak itu, lalu ke Fira, yang duduk dengan wajah pucat.

​“Angin?” gumam salah satu teman sekelasnya, Ridwan, dengan nada tidak yakin. Jendela ruangan itu tertutup rapat.

​Fira hanya menggeleng, berusaha mengabaikannya. Dia tahu itu bukan angin. Itu adalah Nadira, yang mengikuti dan mulai menunjukkan kekuatannya di lingkungan Fira.

​Teror Visual di Ruang Kuliah

​Kuliah dimulai. Fira mencoba fokus pada materi dosen, tetapi indranya terus-menerus diserang. Aroma melati begitu kuat hingga Fira merasa mual.

​Tiba-tiba, teman sebangku Fira, Dinda, menjerit. Bukan jeritan kecil, tapi jeritan histeris yang menusuk.

​Semua orang terkejut. Dinda menatap Fira dengan mata ketakutan, lalu menunjuk ke belakang dosen yang sedang menjelaskan materi di papan tulis.

​“Wanita itu! Di belakang Bapak!” jerit Dinda, suaranya pecah.

​Dosen itu, Profesor Hartono, menoleh, bingung. Tidak ada siapa-siapa di belakangnya selain papan tulis putih.

​Fira melihatnya. Tepat di belakang bahu Profesor Hartono, melayang dalam bayangan dinding, adalah sosok seorang wanita berdarah. Wajahnya tidak jelas, tetapi gaunnya putih dan kakinya tidak menyentuh lantai. Sosok itu tampak seperti manifestasi visual dari trauma yang dibawa Nadira.

​Profesor Hartono hanya melihat udara kosong. Hanya Dinda dan, yang paling penting, Fira, yang bisa melihat penampakan itu dengan jelas.

​Dinda langsung pingsan, ambruk di meja. Kekacauan melanda ruangan.

​Saat Fira berlari untuk membantu Dinda, ia melihat sesuatu yang lebih dekat, lebih pribadi, dan jauh lebih dingin.

​Di bawah meja Fira, di balik tasnya, bayangan hitam yang samar bergerak-gerak, seolah ada sesuatu yang bersembunyi di sana, menatapnya. Bayangan itu bukan hantu, melainkan proyeksi kegelapan dan kengerian murni.

​Fira tahu, ini adalah pesan Nadira: Tidak ada tempat yang aman untukmu. Fokus pada pembalasan.

​Energi Aneh dan Pengasingan

​Setelah Dinda dibawa ke klinik kampus, Profesor Hartono menatap Fira dengan tatapan aneh dan curiga.

​“Fira, kamu baik-baik saja? Sejak awal semester, kamu terlihat… berbeda,” tanya Profesor Hartono.

​Saat Fira berjalan keluar dari ruangan, beberapa teman sekelasnya menghindarinya.

​Ridwan, teman dekatnya, mendekati Fira dengan hati-hati. “Fira, aku tidak bermaksud jahat, tapi… Dinda bilang kamu membawa ‘energi aneh’ sejak kamu ikut staycation itu. Beberapa hari ini, suasana di sekitarmu selalu dingin, dan barang-barang elektronik di sekitarmu sering mati.”

​Pengakuan Ridwan membuat Fira menyadari bahwa ikatan dengan Nadira tidak hanya memengaruhi dirinya secara internal, tetapi juga secara eksternal. Energi Nadira, entitas yang terikat pada situs kejahatan, kini terikat pada Fira, dan memancarkan kegelisahan dan aura kematian ke sekitarnya.

​Fira kini menjadi terasing, seperti orang buangan yang membawa kutukan.

​Kehilangan Batasan Diri

​Fira tidak bisa lagi membedakan antara mimpinya dan penglihatan yang dipaksakan Nadira.

​Malam itu, kembali di kontrakan Raya, Fira tertidur pulas karena kelelahan emosional. Tapi Raya mendengarnya.

​Fira mulai berbicara seperti Nadira saat mengigau.

​“Jangan! Jangan sentuh aku! Aku tidak mau!” rintih Fira, suaranya bukan suara Fira yang biasa.

​“Rizky, tolong! Buka pintunya! Mereka… mereka menyakitiku…”

​Raya mendekat, mencoba membangunkan Fira.

​“Fira, Fira, ini aku, Raya. Bangun!”

​Fira tersentak bangun, tetapi matanya masih setengah tertutup. Ia menatap Raya dengan pandangan kosong.

​“Siapa Raya?” bisik Fira, nadanya manja, genit, dan sedikit memohon—seperti seorang gadis muda yang baru mengenal cinta. “Aku tidak kenal Raya. Aku butuh Revan. Aku ingin kembali ke ranjangku… di kamar 111…”

​Fira kini dirasuki sebagian saat mengigau, jiwanya terjalin dengan Nadira. Kepribadian Nadira yang lama—sebelum dibunuh, penuh cinta dan penolakan yang membawanya pada kematian—kini mengambil alih dirinya yang kelelahan.

​Raya menjadi sangat ketakutan. Jika Fira tidak segera memutus ikatan ini, atau setidaknya menyelesaikannya, Fira akan kehilangan dirinya sendiri, menjadi wadah permanen bagi jiwa Nadira yang kacau.

​“Kita harus cepat, Fira. Kamu harus menyelesaikan ini sebelum dia mengambil alih total,” desak Raya. “Dia tidak hanya ingin membalas dendam; dia ingin kamu menjadi dia.”

​Fira, kembali menjadi dirinya sendiri, merasakan kengerian yang dalam. Dia tahu waktunya terbatas. Keinginan Nadira untuk pembalasan harus dipenuhi secepatnya, atau Fira akan menjadi korban kesepuluh.

​“Besok malam,” kata Fira, matanya dingin dan penuh tekad. “Kita akan memancing Rahmat Setyawan. Kita akan mengambil ponsel itu. Setelah itu, kita akan membuka kamar 111 yang asli. Tidak ada lagi penundaan.”

1
Apri Andi
knpa belum up kak
SecretS
Ini kisahnya benar atau tidak kak, dan daerah mana kok kisahnya tragis gitu 😮😐
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!