NovelToon NovelToon
Antara Air Dan Api

Antara Air Dan Api

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi / Kultivasi Modern / Evolusi dan Mutasi / Cinta Beda Dunia / Pusaka Ajaib
Popularitas:200
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Syihab

novel fiksi yang menceritakan kehidupan air dan api yang tidak pernah bersatu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Syihab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gelombang yang Menantang Bara

Panas dari tubuh Pemimpin Api Merah memenuhi ruangan seperti badai lava yang ingin melahap seluruh keberadaan. Dinding-dinding kuil Bara Lembut mulai retak, lapisan emasnya meleleh perlahan, seperti lilin terkena lidah api. Namun di tengah teror itu—di tengah kekacauan, ledakan, dan ancaman yang hampir meruntuhkan dunia kecil itu—Cai berdiri.

Tidak goyah.

Tidak mundur.

Tidak takut.

Air di tubuhnya bergetar, membentuk garis-garis halus berwarna biru perak yang bergerak ke luar seperti riak tenang di permukaan laut.

Pemimpin Api Merah menatap fenomena itu dengan mata sempit. “Makhluk air seharusnya meleleh. Tapi kau… bahkan tidak berkeringat.”

Cai tidak menjawab. Tatapannya hanya tertuju pada Sena yang terikat rantai api, tubuhnya terluka parah, napasnya berat. Rantai panas itu mencengkram kulit Sena hingga menghitam, namun ia tetap berdiri—sulit, tapi masih melawan dengan sisa tenaga.

Sena berteriak, suaranya serak. “CAI! LARI!”

Cai menggeleng perlahan. “Aku tidak akan meninggalkanmu lagi.”

Pemimpin Api Merah terkekeh rendah. “Hubungan konyol antara elemen yang seharusnya saling memusnahkan. Sangat… menggelikan.”

Sena memberontak, rantai di tubuhnya berkerincing. “Jangan sentuh dia!”

Pemimpin itu mencengkeram rantai dan menarik Sena mendekat seperti boneka. “Tenang saja. Kau akan melihatnya hancur. Perlahan.”

Cai menggigit bibir hingga terasa asin. Aura airnya memanas—bukan karena suhu, tapi karena tekanan emosi yang tumpah ruah. Ia mengangkat tangannya yang memegang pecahan inti Bara Lembut.

Kristal itu berdenyut keras, seperti merespons kemarahan Cai.

Penjaga Bara Lembut di belakang Cai berbisik cemas, “Tunggu sinyal saya. Kita tidak bisa menyerang langsung, kekuatannya—”

“Tidak.”

Penjaga itu tersentak. “Cai, kau tidak—”

“Aku sudah menunggu terlalu lama.” Cai menatap lurus pada Pemimpin Api Merah. “Jika aku menunggu lagi, Sena mungkin sudah mati.”

Pemimpin Api Merah menyeringai. “Berani sekali makhluk cair.”

Ia mengangkat tangannya yang seperti batu magma cair, membentuk bola api merah pekat—lebih gelap dan lebih padat daripada apa pun yang pernah Cai lihat. Panasnya memaksa udara bergetar, membuat lantai retak di bawahnya.

Cai menarik napas dalam-dalam.

Ia memejamkan mata.

Lalu membukanya kembali.

Di dalam bola mata biru-keperakannya itu, ada serpihan cahaya emas—pantulan dari kristal Bara Lembut yang kini sepenuhnya menyatu dengan aura tubuhnya.

Pemimpin Api Merah melempar bola api itu.

BWOOM!

Api menyala besar, melesat seperti meteorit menuju Cai.

Penjaga Bara Lembut berteriak, “CAI! MUNDUR!”

Namun Cai hanya mengangkat tangannya—satu gerakan sederhana yang bahkan tampak terlalu kecil untuk menghadapi bencana itu.

BRUUUAAAAASH!

Gelombang air tak terlihat meledak keluar dari tubuh Cai. Bukan air fisik, melainkan arus energi biru-perak yang membentuk pusaran besar. Ketika bola api raksasa itu menyentuh pusaran, suara berat terdengar—

SSSKRRRKKK—

Api itu tidak meledak.

Tidak memusnahkan.

Ia… tenang. Mereda. Menghilang seperti kabut panas yang disapu angin sejuk.

Semua makhluk api di ruangan itu terdiam.

Sena membelalak, lututnya hampir goyah. “Cai…”

Pemimpin Api Merah memicingkan mata, ekspresi jijik dan marah bercampur di wajahnya. “Kau memilih jalan yang melawan kodrat elemenmu. Air seharusnya takut pada api.”

“Aku tidak takut.” Cai mengambil langkah maju. “Bukan lagi.”

Aura air di sekitarnya mulai berubah wujud. Kini bukan sekadar kabut atau aliran lembut.

Melainkan pusaran biru-perak yang berputar lambat, seperti arus laut dalam yang diciptakan untuk menantang badai.

Pemimpin Api Merah menurunkan tubuhnya, bersiap menyerang. “Maka aku akan menghancurkanmu dengan cara yang sesuai.”

Ia melesat.

Kecepatan itu tak dapat ditangkap mata biasa. Bahkan penjaga Bara Lembut terpaksa mundur, tidak mampu melindungi Cai dari serangan secepat kilat itu.

Tapi Cai—

Ia tidak mundur.

Tidak bergerak.

Ia hanya menatap.

Dan ketika Pemimpin Api Merah hampir sampai di hadapannya, Cai mengangkat satu jari.

Satu.

Arus air meledak seperti tornado kecil, menghantam tubuh Pemimpin Api Merah dan memaksa energinya mundur. Api merah gelap di tubuhnya tertarik mundur seperti disentuh sesuatu yang lebih tua daripada api itu sendiri.

Pemimpin Api Merah menjerit, suaranya hampir tidak terdengar seperti suara makhluk hidup.

“AIR APA INI?!”

Cai menjawab dengan suara datar, “Air yang tidak takut terbakar.”

BAAM.

Sosok besar itu terdorong mundur hingga menembus salah satu pilar kuil, membuat serpihan batu terbang ke segala arah. Sena memalingkan wajah saat debu panas beterbangan, tubuhnya gemetar karena terkejut.

Penjaga Bara Lembut ternganga. “Itu… kemampuan apa?”

Cai mengabaikannya. Tatapannya hanya satu: Sena.

Ia mendekatkan diri, tapi Pemimpin Api Merah tidak memberi kesempatan. Meski tubuhnya hancur sebagian, ia bangkit kembali. Api merah gelap berkobar lebih tinggi, lebih kejam.

“Cukup bermain,” katanya dengan suara bergetar oleh amarah. “Aku akan mematahkanmu dulu—lalu aku akan membakar Sena di depanmu.”

Arus air di tubuh Cai berputar liar, pancaran cahaya biru keperakannya semakin kuat.

“Aku sudah bilang,” Cai berjalan maju.

Langkah demi langkah.

“Sentuh dia…”

Arus air naik mengikuti emosinya.

“Dan aku akan—”

Pemimpin Api Merah menerjang.

Cai mengangkat tangannya.

—menghancurkanmu.

Dua kekuatan itu bertabrakan.

Api merah hitam beradu dengan air biru perak, menghasilkan suara yang tidak seharusnya ada—gabungan desis panas dan gemuruh arus, seperti dunia sedang dicampur paksa. Gelombang energi menyebar ke seluruh ruang, membuat setiap makhluk yang ada terlempar mundur.

Sena terjatuh ke lutut, rantai di tubuhnya berguncang. “CAI!!”

Tapi Cai tidak mendengar apa pun kecuali amarahnya sendiri.

Pemimpin Api Merah mendorong seluruh kekuatannya ke depan, namun air biru-perak itu tidak padam. Tidak menguap. Tidak menghilang.

Sebaliknya—

Air itu berubah.

Menjadi lebih pekat.

Lebih padat.

Lebih panas? Tidak. Bukan panas.

Lebih hidup.

Seperti nyala api dalam wujud air.

Pemimpin Api Merah berteriak kesakitan. “HENTIKAN! INI… INI BUKAN AIR!”

Cai akhirnya mendekat, jaraknya tinggal satu langkah. Matanya bersinar dengan intensitas yang tidak pernah dimiliki makhluk air.

“Benar,” katanya pelan.

Ia meraih inti energi di dada Pemimpin Api Merah—bagian paling panas dari tubuh makhluk api. Suatu tindakan yang seharusnya membakar habis tubuh makhluk air mana pun. Tapi tangan Cai menggenggamnya tanpa terbakar.

Pemimpin Api Merah terhuyung, tidak percaya.

Cai menatap mata merah itu dengan tatapan dingin.

“Aku bukan hanya air.”

Dan dengan kekuatan yang tidak sesuai wujudnya—ia menarik inti itu keluar.

CRAAAAACK!

Api merah gelap itu padam. Tubuh besar Pemimpin Api Merah runtuh menjadi abu panas, jatuh ke lantai dengan suara berat.

Keheningan menyelimuti ruangan.

Penjaga Bara Lembut hampir tidak percaya apa yang baru mereka lihat.

Cai terengah—baru sekarang tubuhnya gemetar karena kekuatan yang ia keluarkan. Air biru-peraknya memudar perlahan.

Ia memalingkan tubuh.

Sena masih terikat rantai api, wajahnya penuh luka, tapi matanya terfokus hanya pada Cai.

“Cai…” suaranya bergetar, seperti seseorang yang baru saja melihat keajaiban dan bencana dalam satu waktu.

Cai berjalan mendekat dengan langkah pelan. Ia meraih rantai api itu.

Rantai itu seharusnya membakar.

Seharusnya memusnahkan.

Tapi saat jari-jari Cai menyentuhnya—api rantai itu padam seperti lilin terkena angin.

Satu per satu, rantai di tubuh Sena hancur menjadi debu hitam.

Sena terjatuh ke depan—dan Cai menangkapnya.

Tubuh Sena panas, sangat panas, namun Cai tidak melepaskannya.

“Kau… gila…” Sena terbatuk, tapi bibirnya melengkung ke senyum kecil. “Kenapa… kau… kembali?”

Cai memeluknya lebih erat.

“Karena aku tidak mau hidup di dunia mana pun… kalau tidak ada kamu.”

Sena berhenti. Tubuhnya menegang. Senyumnya pudar, digantikan ekspresi yang benar-benar rapuh.

Di antara dinding yang runtuh, lantai yang hancur, dan sisa abu pemimpin musuh—

Dua makhluk dari dua elemen yang tidak seharusnya bersatu itu saling memeluk erat.

Dan untuk pertama kalinya—

Sena membiarkan air memadamkan api di hatinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!