NovelToon NovelToon
Mencintai Dalam Diam

Mencintai Dalam Diam

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Cinta Murni / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Husnul rismawati

kisah cinta di dalam sebuah persahabatan yang terdiri atas empat orang yaitu Ayu , Rifa'i, Ardi dan Linda. di kisah ini Ayu mencintai Rifa'i dan Rifa'i menjalin hubungan dengan Linda sedangkan Ardi mencintai Ayu. gimana ending kisah mereka penasaran kaaan mari baca jangan lupa komen, like nya iya 🥰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Husnul rismawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 26 kegelisahan

Ardi berpamitan pulang, meninggalkan Ayu dengan segudang perasaan yang campur aduk. Sepanjang perjalanan, pikirannya tak henti berputar, mencoba memecahkan teka-teki di balik sikap aneh Ayu hari ini. Sebagai sahabat, Ardi sangat mengenal Ayu. Ia tahu betul, ada sesuatu yang disembunyikan sahabatnya itu. Kecurigaan mulai merayap, dan nama Rifa'i tiba-tiba muncul dalam benaknya.

"Tidak mungkin," bisik Ardi, mencoba menepis pikiran itu. Ayu adalah sahabatnya, begitu pula Rifa'i. Mereka semua adalah sahabat. Tapi, semakin ia berusaha mengabaikan, semakin kuat bayangan interaksi antara Ayu dan Rifa'i terlintas di benaknya.

Ardi mengingat bagaimana Ayu selalu bersemangat setiap kali Rifa'i datang ke rumah ayu, Ardi menghela napas panjang, menatap jam di dasbor mobilnya. Sudah larut malam. Ia tahu, tidak etis untuk kembali dan menanyakan hal sepenting ini pada Ayu sekarang. Ayu pasti lelah, dan ia sendiri juga butuh waktu untuk menenangkan diri, merangkai kata-kata yang tepat.

"Baiklah, besok," putusnya. Besok, saat mereka bertemu lagi di rumah ayu, ia akan bicara dari hati ke hati dengan Ayu. Ia akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sebagai sahabat, ia merasa berhak tahu. Dan sebagai seseorang yang diam-diam menyimpan perasaan, ia merasa harus tahu.

Pikiran itu sedikit meredakan gejolak di dadanya, namun kegelisahan masih membayangi. Ardi menginjak pedal gas lebih dalam. Malam semakin pekat, jalanan mulai sepi. Kecepatan tinggi mobilnya seolah mencerminkan kecepatan pikirannya yang terus berputar. Bayangan Ayu yang melamun, senyum Rifa'i, dan Linda yang selalu ada di samping Rifa'i, berkelebat silih berganti.

Ia mencoba fokus pada jalanan di depannya, namun otaknya sibuk menganalisis setiap detail, setiap ekspresi, setiap kata yang terucap. Apakah Ayu benar-benar mencintai Rifa'i? Jika iya, bagaimana dengan perasaannya sendiri? Bisakah ia menerima kenyataan itu?

Angin malam berdesir kencang di luar jendela mobil, seolah ikut menghembuskan kekalutan dalam hati Ardi. Ia tahu, besok akan menjadi hari yang berat. Tapi ia harus siap. Demi persahabatan mereka, dan demi hatinya sendiri.. Ia juga ingat bagaimana mata Ayu berbinar saat berbicara dengan Rifa'i. Ardi mulai merasa ada yang tidak beres. Mungkinkah Ayu menyukai Rifa'i?

Pikiran itu membuatnya tidak nyaman. Ardi tahu, ia sendiri memiliki perasaan lebih dari sekadar sahabat pada Ayu. Selama ini, ia berusaha menyembunyikan perasaannya, menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkannya. Tapi, jika Ayu ternyata menyukai Rifa'i, semua harapannya akan pupus.

Ardi merasa bimbang. Di satu sisi, ia ingin percaya bahwa Ayu tidak mungkin menyukai Rifa'i. Mereka semua adalah sahabat, dan Ayu tidak akan pernah mengkhianati persahabatan mereka. Tapi, di sisi lain, ia tidak bisa mengabaikan perasaannya sendiri. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Ayu, dan ia curiga Rifa'i adalah penyebabnya.

Ardi menghela napas panjang. Ia tahu, ia harus mencari tahu kebenarannya. Ia tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian. Sebagai sahabat, ia berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, bagaimana caranya? Apakah ia harus bertanya langsung pada Ayu? Atau haruskah ia mencari tahu dari orang lain?

Ardi memutuskan untuk mengikuti kata hatinya. Ia akan berbicara dengan Ayu. Ia akan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, dan ia siap menerima apapun jawabannya. Ia percaya, persahabatan mereka cukup kuat untuk menghadapi masalah ini bersama-sama.

Sesampainya di rumah, Ardi bagai robot yang kehilangan tenaga. Tanpa berganti pakaian, ia langsung merebahkan diri di kasurnya. Punggungnya terasa sakit, tapi pikirannya jauh lebih sakit. Lampu kamar dibiarkan mati, hanya remang cahaya dari lampu jalan yang menembus celah gorden.

Ia menatap langit-langit kamar, mencoba mengosongkan pikiran. Namun, bayangan Ayu dan Rifa'i justru semakin jelas. Ia membayangkan mereka tertawa bersama, berbagi cerita, dan mungkin... saling mencintai. Hatinya mencelos.

Ardi memejamkan mata, berharap bisa segera tertidur dan melupakan semua kekacauan ini. Tapi justru semakin banyak pertanyaan yang bermunculan. Bagaimana jika Ayu benar-benar mencintai Rifa'i? Apakah ia harus merelakan perasaannya? Apakah persahabatan mereka akan tetap sama?

Ia mencoba mengingat kembali momen-momen kebersamaannya dengan Ayu. Tawa mereka, candaan mereka, dan dukungan yang selalu mereka berikan satu sama lain. Ardi merasa bersalah karena telah mencurigai Ayu. Ia tahu, Ayu adalah orang yang jujur dan setia. Tidak mungkin ia mengkhianati persahabatan mereka.

Tapi, bagaimana dengan perasaannya sendiri? Ardi sudah lama memendam perasaan pada Ayu. Ia selalu ada untuknya, selalu mendukungnya, dan selalu berusaha membuatnya bahagia. Ia berharap, suatu saat nanti, Ayu akan menyadari perasaannya.

Ardi membuka mata, meraih ponselnya di meja samping tempat tidur. Ia ingin menghubungi Ayu, ingin mendengar suaranya, ingin memastikan bahwa semua baik-baik saja. Tapi, ia mengurungkan niatnya. Ia tidak ingin mengganggu Ayu. Ia tahu, Ayu pasti sedang istirahat.

Ardi menghela napas panjang, meletakkan kembali ponselnya. Ia membalikkan badan, mencoba mencari posisi yang nyaman. Tapi, tetap saja, pikirannya tidak bisa tenang. Ia terus memikirkan Ayu, Rifa'i, dan perasaannya sendiri.

Akhirnya, Ardi memutuskan untuk berdoa. Ia memohon kepada Tuhan untuk memberikan petunjuk, untuk memberikan kekuatan, dan untuk memberikan yang terbaik bagi dirinya dan sahabat-sahabatnya. Ia percaya, Tuhan akan selalu menuntunnya ke jalan yang benar.

Perlahan, rasa kantuk mulai menyerang. Ardi memejamkan mata, membiarkan dirinya terhanyut dalam kegelapan. Ia berharap, esok hari akan membawa jawaban atas semua pertanyaan yang selama ini menghantuinya. Ia berharap, esok hari akan membawa kebahagiaan bagi dirinya dan sahabat-sahabatnya.

××××××××

Di tempat lain, Ayu juga sedang bergulat dengan pikirannya. Bayangan Rifa'i terus menari-nari di benaknya, namun bukan dalam konteks romantis yang ia inginkan. Justru, bayangan itu tiba-tiba tertuju pada Linda. Ia membayangkan suatu saat nanti Linda dan Rifa'i menikah, sebuah skenario yang entah mengapa terasa begitu nyata dan menyakitkan. Tanpa terasa, air matanya pun menetes, membasahi pipi.

Hatinya terasa perih, bukan karena cemburu buta, melainkan karena kebingungan dan rasa bersalah yang mendalam. Ia merasa terjebak di antara tiga hati, dan ia tak tahu bagaimana cara melepaskan diri dari belitan perasaan rumit ini. Ia memejamkan mata, berharap bisa mengusir semua pikiran kalut itu, namun percuma. Setiap kali ia mencoba melupakan, bayangan Rifa'i yang kini sudah menjadi kekasih Linda, silih berganti memenuhi benaknya. "Apa aku egois ya? Kenapa aku nggak bisa bahagia aja buat mereka?" bisik hatinya.

Ayu bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju jendela kamarnya. Ditatapnya kerlip lampu kota yang samar di kejauhan. Ia bertanya-tanya, apakah Rifa'i bahagia dengan pilihannya? Dan yang terpenting, apakah ia sendiri bisa menemukan kebahagiaannya di tengah semua kekacauan ini? "Apa yang sebenarnya aku inginkan? Kenapa semua terasa begitu rumit?" batinnya bertanya-tanya. Sebuah desah napas berat lolos dari bibirnya. Ia merasa lelah, bukan hanya secara fisik, tapi juga mental. Ia hanya ingin semua ini berakhir, menemukan jalan keluar yang tidak melukai siapa pun. Namun, jawaban itu tak kunjung datang, hanya menyisakan kegelisahan yang semakin dalam di malam yang sunyi. Pikirannya hanya tertuju pada Rifa'i dan Linda, tanpa menyadari ada hati lain yang mungkin terluka karena kebingungannya. "Aku harus bagaimana?" lirihnya dalam hati, berharap ada jawaban yang datang bersama angin malam.

Ayu kembali lagi ke tempat tidur. Ia meraih ponselnya, lalu mulai memutar suara hujan. Dengan hati-hati, dipasangnya handsfree di telinganya, berharap suara gemericik hujan itu bisa menenangkan pikirannya dan membantunya untuk segera terlelap. "Semoga aja aku bisa tidur nyenyak malam ini," bisiknya dalam hati, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Namun, alih-alih membantunya tidur, suara hujan itu justru membawa pikirannya semakin jauh. Ia teringat momen saat sedang bersama Rifa'i, saat mereka berdua berteduh di bawah pohon rindang ketika hujan deras mengguyur kota. Mereka tertawa bersama, berbagi cerita, dan saat itu, Ayu merasa ada sesuatu yang istimewa di antara mereka. "Apa mungkin aku yang salah mengartikan semua ini?" batinnya bertanya-tanya, air mata kembali menggenang di pelupuk mata .

Ia mencoba memejamkan mata, memaksa dirinya untuk tidak lagi memikirkan Rifa'i. Namun, semakin ia berusaha, semakin jelas pula bayangan Rifa'i dan Linda yang sedang bersama. "Aku harus bisa menerima kenyataan ini. Rifa'i bukan milikku," ucapnya dalam hati, meski hatinya terasa begitu sakit. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan isak tangis yang mulai pecah.

Ayu terus memutar suara hujan hingga larut malam, berharap bisa menemukan kedamaian dalam suara alam itu. Namun, hatinya tetap bergejolak, penuh dengan pertanyaan dan keraguan. Ia tahu, ia harus segera mengambil keputusan, namun ia tak tahu harus mulai dari mana. "Tuhan, tolong beri aku petunjuk," pintanya dalam hati, berharap ada jawaban yang datang dalam mimpinya.

Ayu terus memutar suara hujan hingga larut malam. Perlahan, tubuhnya mulai terasa remuk dan matanya seperti diganjal batu. Di tengah gemericik hujan yang seharusnya menenangkan, pikirannya justru semakin menggila. Jantungnya berdebar tak karuan, napasnya tercekat, dan tenggorokannya terasa kering. Ia merasa seperti tercekik oleh kenyataan bahwa Rifa'i mungkin tak pernah menjadi miliknya.

Samar-samar, ia masih bisa mendengar suara hujan, namun tak mampu meredam badai di dalam dirinya. Bayangan Rifa'i dan Linda semakin jelas, menghantamnya bagai ombak besar yang menerjang karang. Akhirnya, tanpa ampun, Ayu pun terlelap dalam tidurnya. Namun, tidurnya tak membawa kedamaian, melainkan hanya jeda singkat dari siksaan batin yang tak berkesudahan. Ia berharap, esok hari akan membawa jawaban, namun jauh di lubuk hatinya, ia tahu bahwa badai ini baru saja dimulai. Kegelisahan mencengkeramnya erat, membuatnya tak berdaya dalam gelapnya malam.

1
Guillotine
Sudah nggak sabar untuk membaca kelanjutan kisah ini!
husnul risma wati: trimakasih kakak sudah mampir di karya sayaa🤗 mohon dukungan nya like komen nya iya kak trimakasih... 🤗🤗
total 1 replies
PetrolBomb – Họ sẽ tiễn bạn dưới ngọn lửa.
Ayo thor update secepatnya, kita semua sudah tidak sabar untuk baca terus nih!
husnul risma wati: iya kak , makasih iya kak udah komentar di sini saya akan lebih semangat lagi 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!