NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Dieksekusi oleh suamiku sendiri, Marquess Tyran, aku mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu.

​Kali ini, aku tidak akan menjadi korban. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah mengkhianatiku dan merebut kembali semua yang menjadi milikku.

​Di sisiku ada Duke Raymond yang tulus, namun bayangan Marquess yang kejam terus menghantuiku dengan obsesi yang tak kumengerti. Lihat saja, permainan ini sekarang menjadi milikku!

Tapi... siapa dua hantu anak kecil itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13 : Eksekusi Jika Perlu

Tiga hari pun berlalu dalam keheningan yang tegang. Tiga hari di mana Ayah tidak pernah keluar dari ruang kerjanya, dan Cedric tidak pernah menunjukkan wajahnya saat makan.

Aku menggunakan waktu itu untuk menyusun kembali semua informasi yang kumiliki, membuat rencana darurat untuk setiap kemungkinan dan skenario.

Waktu itu aku memang menang. Namun, resikonya terlalu besar. Aku tidak boleh mengulangi hal seperti itu lagi. Aku harus sempurna.

Pada hari keempat, akhirnya aku dipanggil. Bukan dengan teriakan atau hardikan, tapi dengan sebuah panggilan formal dari kepala pelayan. "Tuan Count ingin bertemu dengan Anda di ruang kerjanya, Nona."

Saat aku masuk, suasana di dalam ruangan terasa berbeda. Tidak ada lagi amarah yang meledak-ledak atau keputusasaan yang sunyi. Udara terasa dingin, tajam, dan formal. Seperti ruang dewan sebelum sebuah keputusan besar diambil.

Ayah duduk di belakang mejanya, wajahnya tampak kuyu dan lebih tua, tapi matanya tajam dan penuh perhitungan. Cedric berdiri di sudut ruangan, lengannya bersedekap, wajahnya dipenuhi kebencian yang tertahan.

"Kau bicara besar tentang menyelamatkan keluarga ini," kata Ayah, suaranya datar, tanpa emosi. "Kata-kata itu murah, Elira."

Dia mendorong sebuah buku besar yang tebal dan berdebu ke seberang meja. Sampul kulitnya retak, ujung-ujungnya usang. "Ini laporan dari Tambang Lumina di Greywood. Aset keluarga yang paling merugi. Cedric sudah mencoba menanganinya selama setahun dan hanya berhasil menambah utang kita."

Aku melirik Cedric. Wajahnya menegang karena malu dan marah.

"Kau bilang kau bisa menyelamatkan keluarga ini," lanjut Ayah, matanya menatap lurus ke mataku. "Buktikan. Beri aku solusi yang nyata untuk ini dalam seminggu. Jika kau berhasil, kita akan membahas tuntutanmu. Jika kau gagal, semua omong kosongmu tentang otoritas akan berakhir, dan kau akan kembali ke kamarmu dan fokus pada pelajaran menarimu. Mengerti?"

Ini adalah sebuah tantangan. Sebuah ujian yang tampak mustahil lagi. Dia melemparkanku ke dalam masalah terburuk yang dimiliki keluarga ini, berharap aku akan gagal dan kembali ke tempatku semula. Sebesar itulah budaya patriarkal baginya.

"Saya mengerti, Ayah," jawabku tenang, mengambil buku besar itu. Rasanya berat di tanganku, seberat beban pembuktian yang kini ada di pundakku.

Aku tidak hanya membaca laporan itu. Laporan itu sendiri adalah sebuah lelucon. angka-angka yang tidak masuk akal dan penjelasan yang dibuat-buat. Keesokan harinya, aku melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh bangsawan Hartwin sebelumnya.

Mengunjungi Tambang Lumina itu sendiri.

Perjalanan ke Greywood seperti perjalanan ke dunia lain. Tanah subur di sekitar kediaman dan peternakan kuda perlahan berubah menjadi perbukitan tandus dan berbatu.

Udaranya dipenuhi debu dan bau tanah basah. Tambang itu sendiri adalah sebuah luka menganga di sisi gunung, dikelilingi oleh barak-barak kumuh tempat para penambang tinggal.

Manajer tambang, seorang pria gemuk bernama Sirus, menyambutku dengan senyum palsu dan membungkuk berlebihan. "Nona Elira! Sungguh sebuah kehormatan! Tapi ini bukan tempat untuk seorang nona bangsawan."

"Justru karena aku seorang nona bangsawan dan pemilik tempat ini, aku harus melihat asetku dengan mata kepala sendiri, Tuan... Sirus," balasku dingin.

Aku menghabiskan sepanjang hari di sana. Aku mengabaikan protes Sirus dan masuk ke dalam terowongan yang gelap dan pengap. Di sana, aku melihat peralatan yang usang dan berkarat.

Terlihat tidak masuk akal, tapi ini normal bagi istri-istri Marquess Tyran untuk merangkak dan berlumuran darah dam lumpur, persaingan yang begitu memuakan hanya untuk perhatian dari suami yang bahkan tidak bisa mengingat dengan jelas nama-nama istrinya.

Aku berbicara dengan para mandor dan beberapa penambang, menanyakan tentang kuota, keselamatan, dan upah mereka. Wajah mereka dipenuhi kelelahan dan ketidakpercayaan. Mereka menjawab pertanyaanku dengan singkat, jelas tidak terbiasa diajak bicara oleh seorang bangsawan. Atau... kebencian yang ditahan.

Aku bisa merasakannya. Keputusasaan. Tempat ini tidak hanya miskin secara finansial, tapi juga miskin secara semangat.

Saat menjelang sore, aku meminta untuk melihat terowongan baru yang katanya baru saja dibuka. Sirus tampak gugup. Terowongan itu gelap, sempit, dan terasa dingin.

Saat kami berada jauh di dalam, aku sengaja menjatuhkan sapu tanganku. Saat Sirus membungkuk untuk mengambilnya, aku mengambil kesempatan itu untuk menyelinap lebih dalam ke cabang terowongan yang lebih kecil, hanya diterangi oleh lampu minyak di tanganku.

Di sanalah aku melihatnya.

Di ujung terowongan buntu, sesosok figur kecil duduk di atas batu. Seorang gadis kecil dengan rambut emas yang dikepang dua, mengenakan gaun sederhana. Dia sedang menyenandungkan sebuah lagu pengantar tidur yang samar-samar kukenali. Di tangannya, dia memegang sebuah boneka kain yang kasar.

Napas tersangkut di tenggorokanku. Jantungku berdebar sangat kencang hingga terasa sakit. Ada rasa rindu yang begitu mendalam, begitu menyakitkan, menusukku tanpa alasan yang jelas.

Gadis kecil itu menoleh. Matanya yang berwarna hazel menatapku dengan kesedihan yang tak terhingga. Dia tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengangkat tangannya yang mungil dan menunjuk ke sebuah celah di dinding batu di sampingnya.

Lalu, seperti asap lilin yang ditiup, dia memudar dan menghilang.

Aku berdiri gemetar dalam kegelapan, air mata panas mengalir di pipiku tanpa kusadari kenapa. Siapa dia? Mengapa melihatnya terasa seperti sebagian dari jiwaku direnggut?

Setelah beberapa saat, aku memaksa diriku untuk bergerak. Aku mendekati dinding yang dia tunjuk. Di sana, tersembunyi di balik sebuah batu yang longgar, ada sebuah kantong kulit yang berat.

Aku membukanya. Di dalamnya, berkilauan di bawah cahaya lampu, ada segenggam Batu Lumina berkualitas terbaik. Murni, tanpa cacat, dan jauh lebih besar dari semua yang dilaporkan Sirus dalam bukunya.

Ini dia. Bukti penggelapannya.

Aku kembali ke kediaman saat senja. Aku tidak langsung menghadap Ayah. Aku menghabiskan sepanjang malam menyusun proposal.

Tepat satu minggu kemudian, aku kembali berdiri di ruang kerja Ayah. Cedric juga ada di sana, senyum puas tersungging di wajahnya, jelas mengharapkan kegagalanku.

"Waktumu habis, Elira," kata Ayah.

"Saya hanya butuh sepuluh menit," jawabku, meletakkan setumpuk perkamen yang rapi di atas mejanya. Lalu, di sampingnya, aku menuangkan isi kantong kulit itu. Batu-batu Lumina yang indah berkilauan di atas kayu mahoni yang gelap.

Senyum di wajah Cedric lenyap. Mata Ayah membelalak.

"Masalah pertama bukanlah pada tambangnya, Ayah," aku memulai. "Tapi pada tikus yang menggerogotinya. Ini adalah hasil curian Manajer Sirus, yang dia ambil sebelum mencatat hasil panen resmi."

Aku tidak berhenti di sana. Aku mempresentasikan rencanaku yang terdiri dari tiga bagian:

"Pertama, Restrukturisasi Manajemen. Pecat Sirus dan seret dia ke pengadilan. Kalau perlu, eksekusi dia secara publik sebagai contoh untuk yang lain. Setelah itu, promosikan mandor yang paling setia kepada keluarga Hartwin untuk menggantikannya."

"Kedua, Investasi Modal. Gunakan lima ribu koin emas untuk membeli peralatan tambang sihir baru dari para kurcaci utara. Menurut perhitungan saya, ini akan meningkatkan efisiensi sebesar empat puluh persen."

"Ketiga, Optimalisasi Sumber Daya Manusia. Naikkan upah dasar sebesar sepuluh persen, dan terapkan sistem bonus berdasarkan produktivitas tim. Pekerja yang dihargai adalah pekerja yang setia dan produktif."

Aku selesai. Rencanaku detail, didukung oleh bukti fisik dan perhitungan yang cermat.

Cedric menatapku dengan mulut ternganga, wajahnya pucat pasi. Dia tidak bisa membantah satu kata pun.

Aku menatap Ayah. Dia tidak sedang melihatku. Dia sedang menatap tumpukan proposal di depannya. Dia mengambil lembar pertama, matanya bergerak cepat membaca setiap baris. Dia melihat analisis pasar, proyeksi keuntungan, detail teknis peralatan.

Keheningan yang menyelimuti ruangan terasa berbeda dari sebelumnya. Ini bukan keheningan karena amarah atau shock. Ini adalah keheningan dari seseorang yang dunianya baru saja dijungkirbalikkan untuk kedua kalinya.

Dia perlahan mengangkat kepalanya. Dia tidak lagi melihatku dengan rasa takut akan hal yang tidak diketahui.

Dia menatapku dengan keterkejutan total. Seolah-olah dia baru pertama kali melihatku. Bukan sebagai putrinya, bukan sebagai pemberontak, bukan sebagai aset.

Dia melihatku sebagai orang dengan kualitas seorang pemimpin.

Dia membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi tidak ada suara yang keluar. Keheningannya adalah jawaban yang paling jelas.

Keseimbangan kekuasaan di rumah ini telah bergeser. Secara permanen.

1
BlackMail
Makasih udah mampir.🙏
Pena Santri
up thor, seru abis👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!