Delia Aurelie Gionardo hanya ingin mengakhiri pernikahan kontraknya dengan Devano Alessandro Henderson. Setelah satu tahun penuh sandiwara, ia datang membawa surat cerai untuk memutus semua ikatan.
Namun malam yang seharusnya menjadi perpisahan berubah jadi titik balik. Devano yang biasanya dingin mendadak kehilangan kendali, membuat Delia terjebak dalam situasi yang tak pernah ia bayangkan.
Sejak malam itu, hidup Delia berubah arah—antara rasa ingin bebas dan kenyataan bahwa Devano tak pernah benar-benar rela melepaskannya. Cinta, luka, dan rahasia yang terkuak perlahan justru menyeret Delia kembali ke sisi pria yang seharusnya ia tinggalkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadia_Ava02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBMS - Bab 32 Kedatangan Giselle
"ASTAGA! Apa yang kalian lakukan!!" pekik Mama Raisa dengan suara pecah, memecah keheningan kamar itu. Tubuh mama Risa lemas, hingga nyaris terhuyung jika tidak ditopang oleh papa Bryan.
Delia langsung mendorong dada Dev dan langsung berdiri dijarak aman. Sementara Dev langsung merentangkan tangannya, dan hanya menyunggingkan senyum tanpa merasa canggung sedikitpun.
Sementara Delia masih terus menunduk dengan wajah merah. Malu sekali rasanya ditangkap basah dengan posisi seperti itu oleh mama Raisa dan papa Bryan.
Dev duduk dan menatap kedua orangtuanya. "Kalian sudah pulang?" tanya Dev santai, seolah tak ada yang aneh.
Mama Raisa yang tadinya lemas, nyaris pingsan kini berubah menjadi lebih bertenaga, wanita itu dengan cepat langsung menghampiri putranya. "Dasar anak nakal! Apa yang kamu pikirkan hah?" Kesal mama Raisa sambil memukulinya dengan guling.
Dug.
Dug.
Dug.
"Awwh! Ma, kenapa mama memukulku?!" protes Devano kesal, padahal dia tidak melakukan hal yang melampaui batas dengan Delia. Ia hanya ingin diakui sebagai seorang ayah dari bayi yang ada diperut Delia, itu saja.
"Kamu pikir posisi kalian tadi tidak berbahaya untuk perut Delia? Bagaimana jika terjadi sesuatu pada kandungannya? astaga Devano!" mama Raisa nyaris menjerit, wajahnya pucat saking cemasnya.
"Sudah, sudah... jangan ribut lagi, kasihan Delia," ucap papa Bryan, tatapannya beralih pada Delia yang masih berdiri sambil mengelus perutnya.
Mama Raisa sontak tersadar. "Ya ampun.. Aku sampai lupa." ucap mama Raisa
Ia segera menghampiri Delia dan memeluknya erat. "Sayang, maafkan mama, ya. Selama ini pasti semuanya sangat sulit bagimu,"
Delia membalas pelukan itu sembari tersenyum samar. "Tidak ma.. Aku baik-baik saja, bahkan sangat sehat,"
Mama Raisa menatap sendu sambil tersenyum. "Mulai saat ini, jangan sungkan untuk bercinta tentang apapun. Bicarakan pada kami jika kamu butuh sesuatu," ujarnya.
Delia mengangguk. "tentu, ma..."
Lalu pandangan mama Raisa turun ke arah perut Delia yang sudah besar. "Ini... Cucu mama?" suaranya bergetar.
Delia tersenyum lebar, dan lagi-lagi mengangguk. "iya,"
"Astaga.. Boleh mama pegang?"
"Tentu saja boleh," ucap Delia.
Mama Raisa mengulurkan tangannya, mengusap perutnya dengan tangan bergetar sambil meneteskan air mata. Papa Bryan yang berdiri di belakang ikut tersenyum tipis, dengan ekspresinya yang tetap tegas. Hal ini adalah hal yang paling dinantikan oleh seluruh anggota keluarga Henderson. Dan kini akhirnya mama Raisa bisa langsung memegangnya secara langsung.
"Berapa usia kandunganmu sekarang Delia?" tanya papa Bryan.
"Delapan bulan," jawab Delia.
"Berarti secepatnya kita harus menyiapkan segala keperluan untuk mu dan bayi ini," ucap papa Bryan.
"Besok kita belanja ya... Mama akan bawa kamu keliling toko baby," ucap mama Raisa.
Tapi Delia menggeleng pelan. "Aku sudah menyiapkan sebagian. Tidak banyak, tapi kurasa cukup, ma."
Mama Raisa tersenyum tipis, tapi gelengan kepalanya menunjukkan ia tak sepakat. "Tidak, sayang. Kita butuh lebih. Ada ranjang bayi, selimut, perlengkapan lain. Itu semua harus disiapkan."
Delia hanya bisa menunduk, malu sekaligus terharu. Ia tahu perhatian ini tulus.
Namun suasana hangat itu buyar saat terdengar ketukan pintu.
Tok. Tok.
"Permisi, Tuan Dev..." suara pelayan terdengar. "Ada yang mencari Anda di depan."
Dev mengernyit. "Siapa?"
Pelayan itu terlihat ragu, menunduk. "Eh... anu..."
Dev akhirnya menghela napas. "Baik. Aku turun sebentar lagi."
Setelah pelayan pergi, Mama Raisa langsung menatap tajam. "Siapa yang datang malam-malam begini, Dev?"
"Aku tidak tahu, ma," jawab Dev sambil berdiri.
"Temui dulu," ucap Papa Bryan tegas.
Dev mengangguk dan melangkah keluar kamar. Mama Raisa lalu menggandeng tangan Delia dengan lembut. "Ayo, kita juga turun. Hati-hati ya, sayang."
Mendapatkan perhatian lebih seperti ini membuat Delia jadi malu sendiri. Selama ini ia sudah terbiasa hidup mandiri. semua Delia lakukan sesuka hatinya.
tapi sekarang ia jadi terlihat seperti ibu hamil yang sangat lemah dan butuh banyak perhatian. Padahal jika untuk keluar sendiri ia masih bisa.
Meskipun demikian, Delia sangat menghargai mama Raisa. Ia memaklumi karena ini adalah calon cucu pertama mereka.
***
Di lantai bawah, Dev membuka pintu. Matanya langsung melebar begitu melihat sosok yang berdiri di ambang pintu.
"Giselle?" suaranya tercekat.
Wanita itu tersenyum lega, lalu tanpa ragu langsung memeluk Dev erat. "Dev... aku merindukanmu."
Namun pelukan itu segera ditepis kasar. Tatapan Dev tajam, dingin, penuh penolakan. "Untuk apa kamu ke sini?" bisiknya menekan.
Giselle terdiam sesaat menatap wajah Devano. Pria itu kini sudah benar-benar berubah, bukan seperti Devano yang ia kenal.
"Aku kesini untuk bertemu denganmu.. aku merindukanmu Dev," ucap Giselle mencoba meraih tangan Dev. Tapi pria itu segera menghindar.
"Gila kamu sel! aku sudah bilang, kita sudah selesai!" tekan Dev.
"Selesai? Semudah itu?" ucap Giselle tak percaya. Suaranya bergetar dengan mata berkaca-kaca.
"Kita menjalin hubungan sejak masih kuliah. Bahkan aku sudah memberikan segalanya padamu," pekik Giselle.
Dev langsung menajamkan tatapannya. "Apa yang kamu bicarakan? Apa kamu sudah gila?" sentak Dev.
"Gila?" Giselle tertawa hambar. "Wanita mana yang tidak gila ditinggalkan setelah memberikan kehormatannya!"
Suara Giselle meledak, memenuhi ruangan. Seluruh penghuni sampai mampu mendengarnya.
"Jangan bicara omong kosong, sel! Aku tidak pernah melakukan apapun padamu! Aku tidak pernah menyentuhmu!" tekan Dev. Ia sungguh tak mengerti apa yang diinginkan Giselle sampai berbuat senekat itu.
"Omong kosong? Aku ada buktinya." balas Giselle, nadanya mengandung sebuah ancaman.
"Ada apa ini?" sentak papa Bryan.
Tatapan Dev melebar, wajahnya memucat. Ia menoleh, dibelakang papa Bryan ada Delia sudah berdiri di samping Mama Raisa, menatapnya dengan sorot mata penuh pertanyaan. Dadanya sesak. Ia tak mau ada lagi kesalahpahaman di antara mereka.
"Pa... beri aku waktu untuk bicara dengan Giselle," ucap Dev dengan suara bergetar, mencoba menahan amarah yang bergemuruh di dadanya.
Papa Bryan menajamkan tatapannya, penuh selidik. "Bukti apa yang kamu punya, Giselle?" tanyanya dingin, tak ingin ada dusta di dalam rumah ini.
"Papa, jangan dengarkan dia. Giselle hanya berbohong!" Dev menolak keras, langkahnya maju seolah tak ingin memberi kesempatan untuk Giselle.
Namun Giselle justru tersenyum miring, penuh kemenangan. "Biar video ini yang akan menjawabnya," ucapnya mantap sambil menyerahkan ponselnya ke tangan Papa Bryan.
Ruangan itu hening. Hanya terdengar detak jam dinding dan degup jantung yang berpacu cepat. Mama Raisa memegang erat tangan Delia, takut jika Delia kembali terpukul kalau memang benar apa yang dibicarakan.
Papa Bryan menatap layar ponsel dengan sorot mata tajam. Jempolnya sempat ragu untuk menekan tombol play. Sementara Dev terus gelisah, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.
Delia sendiri menahan napas, wajahnya pucat pasi ketika ikut melihat isi video itu.
"Pa! aku mohon, apapun yang ada didalamnya itu semua sebuah kebohongan yang Giselle buat." ucap Devano mencoba meyakinkan semua orang.
Namun Papa Bryan dengan cepat mengangkat tangannya, rahangnya mengeras.
"Katakan, jika pria di video ini bukan kamu Dev?" tekan papa Bryan sambil menunjukan isi video itu pada Dev yang membuat wajahnya seketika pias.
"Pa.. aku," suaranya tercekat.
Pria itu langsung mendaratkan Tamparan keras ke pipi putranya.
Plak!
banyak pelajaran yg bisa kita ambil dari cerita ini
terutama harus menghargai pasangan hidup kita
terimakasih kak ceritanya bagus banget
akhir yg bahagia tentunya 🤭🤭🤭
cintanya terbalas tunai🤗🤗
sampai terhura aq🤗🤗🤗
selamat buat pernikahan nya ya Dev 🤭
Semoga bahagia selalu ya keluarga kecil DelVa🤗🤗🤗🤗
sabar ya Dev ini masih cobaan buat kamu