Diselingkuhi sedih? Sudah tidak jaman! Angkat kepalamu, gadis, mari kita balas dendam.
Betari diselingkuhi oleh kekasih yang dia pacari selama tiga tahun. Alih-alih menangis, dia merencanakan balas dendam. Mantan pacarnya punya ayah duda yang usianya masih cukup muda. Tampan, mapan, dan kelihatannya lebih bertanggungjawab. Jadi, Betari pikir, kalau dia tidak dapat anaknya, dia akan coba merebut ayahnya.
Namun ditengah misi balas dendamnya, Betari justru dikejutkan oleh semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penghinaan
Waktu berjalan cepat. Beberapa hari yang lalu, pertemuan keluarga Nando dan keluarga Andara telah terlaksana. Hasilnya tak jauh berbeda dari apa yang dikhawatirkan Melvis, meski tidak sepenuhnya sama. Untungnya, persoalan Nando tidak sampai menyerempet ke ranah hukum.
Sesuai rencana, keluarga inti Nando--Melvis, Betari, dan Nando sendiri--datang ke kampung halaman Andara untung melamar secara resmi. Namun, ibunya Andara cukup jeli. Dia segera menangkap keanehan dalam langkah yang terasa terlalu tergesa ini.
Seharusnya Andara memperkenalkan Nando terlebih dahulu kepada keluarganya, kemudian lanjut pertemuan santai keluarga, yang akan diteruskan ke sesi lamaran. Akan tetapi, ini langsung ke lamaran dan nyerempet ke persoalan nikah. Ada apa sebenarnya?
Lantas ibunya Andara melirik ke arah suaminya. Si bapak langsung ngerti kode yang disampaikan sang istri. Tak ada kata yang diucapkan, hanya tatapan yang saling memahami. Namun, keduanya memilih menahan dulu pertanyaan mereka di dalam hati untuk beberapa saat.
Kembali lagi ke suasana hangat. Jamuan minum mulai diseruput, pembicaraan berjalan normal, meski ibunya Andara tampak mengamati dengan lebih saksama. Lalu, tiba-tiba bapak bertanya, suaranya pelan tapi jelas menusuk ke inti persoalan.
"Maaf sebelumnya, Pak Melvis, tapi saya ingin tahu satu hal," katanya sambil menatap ke arah Melvis, lalu Nando, lalu ke Andara. "Kenapa proses ini terasa terlalu cepat? Baru bertemu, tapi langsung bicara soal pernikahan?"
Suasana hening. Betari hampir buka suara, tapi Melvis menahan dengan isyarat halus. Ia tersenyum sopan lalu menjawab dengan tenang, "Saya rasa, akan lebih baik jika pertanyaan ini dijawab langsung oleh Nando dan Andara, Pak."
Semua mata beralih ke pasangan itu. Nando menarik napas panjang, menatap orang tua Andara dengan penuh hormat.
"Pak, Bu… saya tahu langkah kami ini terkesan terburu-buru, dan untuk itu saya mohon maaf. Tapi lebih dari itu… saya juga ingin minta maaf karena telah melanggar kepercayaan yang seharusnya saya jaga. Saya datang ke sini bukan hanya untuk melamar, tapi juga untuk meminta izin dan menunjukkan bahwa saya siap menanggung segala akibat dari perbuatan saya."
Seketika suasana tegang. Kedua orang tua Andara sudah tahu arah pembicaraannya kemana.
Andara meremas ujung bajunya lalu ikut angkat bicara, "Kami tidak berniat menyembunyikan apapun. Aku sedang hamil, Pak."
Melvis menahan napas, Betari stay menyaksikan, dan atmosfer ruangan seketika berubah. Air muka orang tua Andara berubah kecut tanpa bisa di sembunyikan. Mereka kelewat shock, karena Andara sejujurnya anak yang mereka banggakan.
Finalnya, orang tua Andara merestui mereka menikah tapi mereka tidak mau mempersiapkan pernikahan itu sendiri. Semua persiapan dibebankan kepada pihak lelaki, bahkan katanya hanya bapaknya saja yang datang menghadiri.
Begitulah ceritanya.
Dan setelah hari itu, Andara semakin berani mengambil ruang. Ia mengajukan permintaan untuk tinggal di rumah Melvis, berdalih demi menjaga kandungannya yang kadang-kadang suka bikin panik. Sebagai kepala keluarga, Melvis sempat ragu, tetapi akhirnya mengabulkan permintaan itu bukan tanpa pertimbangan. Meski tidak nyaman karena Nando dan Andara belum terikat pernikahan, ia juga tidak tega membiarkan seorang perempuan hamil tinggal sendirian tanpa pendampingan. Apalagi, dalam kandungan itu mengalir darah cucunya.
...****...
Baik Nando maupun Betari, punya kebiasaan serupa jika ada pekerjaan yang membutuhkan effort lebih. Mereka akan keluar kamar, mencari udara segar demi menjernihkan kepala. Dulu, sewaktu mereka masih dalam balutan status pacaran, Nando lah yang sering menarik tangan Betari, mengajaknya bekerja sambil berdiskusi di tempat yang menurut mereka 'ramah pikiran'. Bisa di kafe kecil yang tenang, di taman kota, atau warung kopi pojokan yang tidak terlalu ramai namun cukup hidup.
Tapi kali ini berbeda. Di bawah satu atap yang sama, mereka bekerja sendiri-sendiri, tanpa percakapan, tanpa ajakan. Jarak yang tampak, mulai tumbuh diam-diam. Betari memilih duduk tak jauh dari pot-pot bunga di belakang, membiarkan aroma bunga dan daun basah menyegarkan pikirannya. Sementara Nando, memilih spot di pinggir kolam renang karena ajakan Andara yang memilih di sana. Katanya, sang jabang bayi yang masih berupa gumpalan kepengen bermain riak air.
Andara bilang satu per satu konsep pernikahan mereka. Dari tempat, bunga-bunga yang dipakai, gaun, sampai terkahir Andara membahas souvenir keinginannya berupa lilin aromaterapi berukir nama Nando dan Andara. Wanita hamil itu bilang, souvenirnya bisa mengingatkan terus terhadap moment manis pernikahan Andara dan Nando. Suaranya sengaja dibesar-besarkan oleh Andara supaya Betari mendengar. Padahal tanpa diingatkan kembali pun, Betari tahu impian wedding seorang Andara bagaimana, ketika mereka masih dalam mode sahabat.
Nando yang terus menerus diajak bicara Andara, hanya jawab: iya, terserah kamu, atur aja. Nando menanggapi seadanya, namun sesekali ia menoleh ke arah Betari diam-diam, sekilas. Seperti ingin membaca reaksi, atau Nando merasa kepengen diskusi tapi tidak bisa.
Betari tetap dalam posisi yang sama. Tenang, dengan jari-jarinya yang menari diatas keyboard. Bahkan sempat menyandarkan punggungnya ke kursi, satu tangan menyelipkan rambut ke belakang telinga sebelum kembali fokus ke layar. Tidak satu pun kata yang lolos dari bibirnya, seolah Betari tidak mendengar apapun yang ada disekitarnya.
Dan ketika Andara menyebutkan nominal yang harus dibayarkan, Nando baru tertarik atensinya kepada Andara. Nominalnya cukup besar seukuran Nando yang hanya mengandalkan gaji. Dia tidak mempunyai tabungan pernikahan sebanyak itu.
Di moment kebingungan Nando, Melvis yang entah kapan tibanya langsung menginterupsi.
"Bagus kalau semua sudah dipilih. Tinggal bayar saja, terus santai menunggu hari H."
Nando mendongak, dia tidak bilang iya tidak juga beralasan. Hanya tampang orang kebingungan di tanggung bulan yang nampak dari raut wajah Nando. Melvis membaca itu. Tak hanya Melvis, Betari juga juga menyadarinya dan langsung merapat. Melvis melirik Betari, dan wanita itu langsung mengerti.
"Gimana nak? Sudah tinggal bayar-bayar ya? Sini! Mama lihat total biayanya, biar Mama yang lunasin." Tentunya Betari menggunakan uang Melvis yang sepenuhnya diserahkan kepadanya.
"Kalian jangan pikiran soal biaya ya, Mama Betari akan mengurus semua." Melvis menambahkan.
Seketika Nando merasa harga dirinya sebagai lelaki terjun bebas.
"Oh segini. Ya ampun.. dikit sekali sayang. Padahal Mama udah nyiapin budget dua milyar." Begitu kata Betari setelah melihat rincian yang dibuat Andara.
Andara kesal bukan main melihat betari tersenyum mencemooh. Lihat saja, dia balas kontan saat itu juga atas penghinaannya kali ini.
"Ah iya, Ma. Segitu aja cukup. Andara nggak mau merepotkan. Iya kan, sayang." Melirik Nando, meminta persetujuan.
"Iya. Lagipula nggak usah repot pakai uang Papa. Aku juga punya tabungan." Tatapannya beralih ke Andara, "Apa nggak bisa diganti ke konsep lain, An? Atau kita bisa mundur tanggal pernikahannya?" Andara mengeryit.
"Sudah nggak usah ada yang di ganti. Pakai uang Papa aja, Nando." Melvis berusaha meyakinkan. Betari pun ikut-ikutan. "Iya, nggak usah sungkan, nak. Udah nggak bisa di undur-undur melihat kondisi kehamilan Andara. Mama lunasin aja ya."
Ketambahan wajah Andara yang badmood, Nando dengan berat hati akhirnya mau menerima.
Sementara itu, Andara yang sudah dapat ide buat bales penghinaan Betari, langsung bereaksi.
"Ma, boleh pinjam flashdisk nggak?"
.
.
.
Bersambung.