Laluna: 'Aku mengira jika suamiku benar-benar mencintaiku, tetapi aku salah besar. Yang mengira jika aku adalah wanita satu-satunya yang bertahta di hatinya'.
Jika itu orang lain, mungkin akan memilih menyerah. Namun, berbeda dengan Luna. Dengan polosnya Dia tetap mempertahankan pernikahan palsu itu, dan hidup bertiga dengan mantan muridnya. Berharap semua baik-baik saja, tetapi hatinya tak sekuat baja.
Bak batu diterjang air laut, kuat dan kokoh. Pada akhirnya ia terseret juga dan terbawa oleh ombak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon retnosari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati yang dilema
“Aku tidak menahanmu lagi, lalu pergilah.” Seraya mengusap air matanya Luna berkata.
Ada Aruna serta Arindra, mereka ikut tertawa bahagia karena pada akhirnya Luna menerima perasaan yang sempat ditolaknya, tapi mereka juga tidak tahu seperti apa sesungguhnya hatinya Luna terhadap Aroon.
“Tiketku sudah hangus, jadi bagaimana cara kalian menggantinya?” ucap Aroon dengan menatap satu demi satu orang yang di depannya.
“Kamu bisa mengambilnya untuk kompensasi.” Arindra mendorong Luna ke arah Aroon. Lalu, berpura-pura tidak melihat.
“Dasar brengsek,” umapat Luna kepada Aeindra.
“Bahkan aku tidak peduli.” Jawab Arindra.
Keadaan mulai kembali hening, tiba-tiba saja Luna merasa canggung, Aroon ketinggalan pesawat itu semua karenanya juga.
“Jika kalian terus diam, bagaimana cara mengungkapkannya. Jangan menjadi aku yang dulu,” ucap Arindra karena ingin mengubah suasana menjadi hangat kembali.
Berjalan sedikit maju, lalu menepuk bahu Aroon, membisikkan sesuatu yang hanya bisa didengar oleh mereka saja.
“Jaga dia, Luna adalah wanita hebat yang pernah aku kenal. Hanya aku terlalu bodoh hingga tak mampu mempertahankan,” bisik Arindra kepada Aroon.
“Tentu, bahkan aku akan mengikatnya agar tidak bisa pergi.” Jawab Aroon.
Setelah beberapa saat.
"Laluna, Kekkon Shite Kudasai?"
Aroon pun membuka kotak cincin yang selama ini ia simpan, dengan harapan jika bisa diberikan kepada Luna dan hari ini, di mana hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga.
“Ar, apa kamu lupa antara aku dan Arindra—,”
“Tidak, bahkan aku bersedia menunggu sampai kalian benar-benar tidak ada hubungan. Cincin ini hanyalah simbol jika kamu adalah milikku,” ucap Aroon dengan penuh harap agar Luna mau menerima lamaran itu.
"Hai, Watashi Wo."
Tidak sia-sia, pada akhirnya Aroon mendapatkan cinta dari Luna. Dengan penuh bahagia hingga tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata, Aroon pun memeluk erat sosok wanita yang diinginkan setelah berhasil memasangkan cincin di jari manisnya.
“Arigatou,” ucap Aroon dengan memeluk erat tubuh Luna kembali.
“Aku yang harusnya mengucapkan kalimat itu.” Jawab Luna.
Bagi Luna, masa lalu ada satu hal yang tak perlu diingat. Memilih berdamai agar tak menyimpan dendam atau bahkan sakit hatinya. Pilihannya hanya satu, ingin tetap menjalin hubungan baik dengan orang yang pernah hidup bersamanya. Meski sulit, setidaknya ia berhasil meski ada rasa takut ketika menerima cinta dari Aroon.
Aruna dan Arindra pun tak kalah bahagia. “Sudah-sudah, lebih baik kita pulang. Merayakan ini semua,” ucap Arindra.
“Baik, kalau begitu kita merayakannya di rumah saja.” Jawab Luna.
Kedua orang lainnya setuju untuk merayakan kebahagiaan Luna. Beruntung sekali bukan jika Arindra masih bisa berdamai dengan mantan istrinya, nyata-nyata dialah orang yang telah menyakitinya hingga luka itu merata. Namun, dengan lapang dada Luna memilih menjadi teman, bahkan jika diizinkan akan dia panggil saudara.
Tidak berapa lama kemudian, keempatnya sampai di rumah Aruna, sebuah pilihan yang dibuat oleh Luna karena ia tidak ingin menginjakkan kaki di mana dia pernah ada.
“Lun, aku akan pergi membeli sesuatu dulu!” pamit Arindra.
“Uhm.” Hanya itu jawaban dari Luna.
“Lun, aku akan membantu Arin, kalian persiapkan apa yang dibutuhkan dengan paman.” Begitu juga dengan Aruna, sepertinya dia sengaja meninggalkan Luna bersama dengan Aroon, mereka butuh ungkapan satu sama lain. Mereka butuh berbicara tanpa ada orang disekitarnya.
Pada saat Aroon keluar, ia melihat di taman belakang hanya ada Luna seorang. Netranya mencari ke sana kemari untuk menemukan sang ponakan.
“Ke mana Aruna?” tanya Aroon.
“Membeli sesuatu dengan Aruna.” Jawab Luna.
“Lun, aku hanya memastikan. Apa kamu serius menerima perasaanku ini? Aku tidak mau hanya karena rasa kasihan kamu mencintaiku,” ucap Aroon di mana langsung mengatakan apa yang tertahan di relung hatinya.
“Bukankah ini yang kamu mau? Jadi aku harus bagaimana lagi,” jawab Luna tanpa menoleh.
“Kamu hanya perlu jujur. Kita bukan anak muda lagi, bahkan usiaku sudah 40 tahun!” seru Aroon.
“Apa aku salah ketika memiliki rasa takut itu lagi? Dulu Arindra juga berhasil menyakinkan aku, tapi nyatanya dia sama sekali tidak mencintaiku.” Jawab Luna.
Bahkan Luna tidak sanggup menatap wajah Aroon, rasa takut kian mengganggu. Namun, ketika dia pergi. Ada rasa tak rela dan menginginkan Aroon tetap ada di sampingnya.
“Tatap aku Lun, tatap aku!” ucap Aroon, kedua tangannya menyentuh kepala Luna memintanya untuk melihat ke arahnya.
“Kamu membohongi dirimu sendiri, jika kamu memang benar-benar tidak menginginkan aku, tatap mataku.” Lagi … Aroon berusaha menunjukkan jika Luna sengaja membohongi dirinya sendiri.
Luna hanya bisa menangis, ia terlalu takut untuk mengulang kembali kisah bersama Aroon. Meski sudah bisa berdamai dengan Arindra, bukan berarti dia juga bisa melupakannya dengan mudah karena sebuah ketakutan di masa lalu.
Dia pernah mencintai.
Dia pernah berkorban.
Dia juga pernah menundukkan kepala hanya karena ingin dianggap ada, tetapi semua itu sia-sia karena pemenangnya tetaplah orang di masa lalu. Sampai akhirnya berhenti berharap dan menyudahi semuanya.
“Lun, aku bukan Arindra. Bahkan aku juga tidak memiliki masa lalu, kamu perlu menyakinkan hatimu dan jika ini semua tak nyata, maka kenapa harus menahanku!”
Luna pun hanya bisa terisak, benar yang dikatakan Aroon, jika dirinya perlu menyakinkan sebuah hati di mana kini sedang dilema.
“Aku mencintaimu sejak awal pertemuan kita. Mencoba mendekat, tetapi sayangnya kamu telah bersuami sehingga membuatku mundur. Namun, tahukah kamu ….” Kalimatnya terjeda, menatap Luna dan memegang kepalanya, agar Luna bisa melihatnya tanpa harus berpaling, dan berusaha menyakinkan wanita itu lagi. Bahwa antara dirinya dengan mantan suaminya adalah dua orang yang tak sama.
“Pada saat kamu dan Arindra memiliki masalah. Di situlah aku ingin memperjuangkanmu kembali, karena merasa jika aku memiliki kesempatan untuk itu.”
Mendengarkan Aroon berbicara panjang lebar, membuat Luna semakin terluka. Mulutnya terasa keluh hingga tak mampu berkata-kata. Menutup kedua telinganya karena sudah tidak sanggup mendengarnya.
“Cukup Ar, cukup. Aku tidak mau mendengar lagi!”
“Kamu bohong Lun, kamu sudah membohongi hatimu. Jika tidak, mana mungkin dengan kondisi tubuhmu seperti sekarang mengejarku!”
“Maaf, maafkan aku. Aku hanya takut,” ucap Luna dengan isakannya.
“Aku berjanji tidak akan pernah menyakitimu, aku berjanji.” Aroon pun membawa tubuh Luna ke dalam pelukannya. Memeluknya dengan begitu erat, bahkan ia juga susah payah mengejarnya dan itu kenapa sampai kapan pun tidak akan meninggalkannya.
“Aku tidak membutuhkan janjimu. Kamu hanya perlu membuktikan bahwa tidak akan menyakitiku,”
“Uhm, tentu. Aku bisa melakukannya,” balas Aroon.
“Menangislah sampai air matamu kering. Bahkan aku akan selalu ada untukmu biarpun kamu memintaku menjauh, aku yakin jika sebetulnya kamu mencintaiku juga.”
lagi hamil?
lanjut thor ceritanya