Nathan Hayes adalah bintang di dunia kuliner, seorang chef jenius, tampan, kaya, dan penuh pesona. Restorannya di New York selalu penuh, setiap hidangan yang ia ciptakan menjadi mahakarya, dan setiap wanita ingin berada di sisinya. Namun, hidupnya bukan hanya tentang dapur. Ia hidup untuk adrenalin, mengendarai motor di tepi bahaya, menantang batas yang tak berani disentuh orang lain.
Sampai suatu malam, satu lompatan berani mengubah segalanya.
Sebuah kecelakaan brutal menghancurkan dunianya dalam sekejap. Nathan terbangun di rumah sakit, tak lagi bisa berdiri, apalagi berlari mengejar mimpi-mimpinya. Amarah, kepahitan, dan keputusasaan menguasainya. Ia menolak dunia termasuk semua orang yang mencoba membantunya. Lalu datanglah Olivia Carter.
Seorang perawat yang jauh dari bayangan Nathan tentang "malaikat penyelamat." Olivia bukan wanita cantik yang akan jatuh cinta dengan mudah. Mampukah Olivia bertahan menghadapi perlakuan Nathan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MANIPULASI DATA DAN PENGHASUTAN STAF
Di balik senyum manis dan gaya santainya di kantor pusat restoran milik Nathan, Jason mulai menjalankan rencana liciknya secara sistematis. Ia tahu, untuk menjatuhkan Nathan, tidak cukup hanya dengan menggoyang reputasinya lewat skandal. Ia harus menghancurkan fondasi yang paling penting: bisnis yang Nathan bangun dengan darah dan air mata.
Sebagai orang kepercayaan yang dipercaya menangani manajemen keuangan di salah satu cabang restoran besar, Jason punya akses terhadap laporan pemasukan, pengeluaran, dan pengelolaan bahan baku. Dan di situlah ia mulai memainkan perannya.
Ia memanipulasi data pemasukan, mengelembungkan biaya operasional, serta melakukan mark-up terhadap pembelian bahan-bahan dari supplier yang telah ia ajak bekerja sama secara diam-diam. Keuntungan selisihnya? Masuk ke kantong pribadi.
Namun itu belum cukup baginya. Jason tahu, jika hanya menggerogoti keuangan, Nathan bisa saja segera menyadari ketidakwajaran dan langsung menyelidikinya. Maka ia mulai meracuni para staf restoran terutama yang merasa lelah, kurang diapresiasi, atau punya dendam pribadi karena pernah dimarahi Nathan.
“Sudah berapa lama kalian kerja di sini? Dapat apa selain teguran tiap hari?” bisik Jason sambil merangkul salah satu supervisor dapur.
“Aku yakin, kalau bukan karena sikap Nathan yang keras, restoran ini bisa lebih nyaman buat kita semua.”
“Kalian layak dapat pemimpin baru. Yang benar-benar peduli...”
Sedikit demi sedikit, atmosfer kerja di restoran mulai terasa dingin. Ada yang mulai malas-malasan. Ada pula yang sengaja membiarkan kualitas masakan menurun. Komplain pelanggan meningkat. Dan di saat yang sama, laporan keuangan menunjukkan penurunan profit yang signifikan.
Jason tersenyum puas dalam bayang-bayang. Semua sesuai rencananya.
Erick duduk di ruang kerjanya dengan wajah serius, memandangi deretan laporan digital yang ditampilkan di laptopnya. Matanya menelusuri angka-angka yang menurun drastis, grafik keuntungan di tiga cabang restoran Nathan menunjukkan tren menukik. Dan yang paling mengganggunya adalah tumpukan keluhan dari pelanggan yang masuk dalam dua minggu terakhir.
Ini bukan hanya dampak dari berita skandal, pikir Erick. Ada yang nggak beres di dalam sistem.
Selama ini, meskipun Nathan dikenal temperamental, kualitas makanan dan pelayanan restoran selalu jadi andalan. Komplain? Hampir tidak pernah ada. Namun sejak berita skandal pribadi Nathan menyeruak, seolah badai datang bertubi-tubi. Dari staf yang resign mendadak, bahan baku yang telat datang, hingga rasa masakan yang tidak lagi konsisten.
Erick mengerutkan kening.
“Apa ini hanya efek domino dari reputasi yang terguncang... atau ada tangan lain yang bermain?” gumamnya sendiri.
Dan satu nama muncul di benaknya yaitu Jason.
Sudah lebih dari seminggu Jason tidak memberikan laporan keuangan seperti biasa. Ketika dihubungi via telepon, alasannya selalu klasik, katanya lagi di lapangan, meeting dengan supplier, atau ada urusan internal cabang. Terlalu banyak alasan untuk seseorang yang biasanya disiplin.
Erick memutuskan untuk bertindak.
Ia segera menghubungi sekretarisnya, “Tolong jadwalkan pertemuan dengan Jason. Hari ini, secepatnya. Aku ingin tahu kenapa laporan keuangan belum diserahkan dan kenapa cabang-cabang mulai bermasalah.”
Setelah menutup telepon, Erick bersandar di kursinya. Nalurinya mengatakan ini lebih dari sekadar kelalaian biasa. Ada sesuatu yang tersembunyi. Dan jika benar Jason bermain curang maka waktunya hampir habis.
Erick tiba di kantor cabang utama dengan langkah cepat. Wajahnya tegang, matanya menyapu sekeliling ruangan yang tampak seperti biasa tertata rapi, staf sibuk bekerja, dan suasana tampak tenang. Tapi justru ketenangan itulah yang membuatnya curiga. Ia sudah terlalu lama di dunia bisnis untuk tahu bahwa badai paling besar justru sering datang dalam diam.
Jason keluar dari ruangannya sambil tersenyum santai. “Erick! Wah, tumben banget datang langsung ke sini. Ada yang bisa kubantu?”
Nada suaranya seolah tak ada masalah besar yang sedang terjadi. Sikap ramah dan gaya tenangnya membuat darah Erick naik.
“Aku ke sini bukan untuk ngobrol santai, Jas,” kata Erick dengan suara dingin. “Aku ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi dengan laporan keuangan restoran ini. Profit turun, pelanggan komplain, dan kamu nggak kirim laporan hampir dua minggu. Apa kamu pikir ini hal biasa?”
Jason mengangkat alisnya, masih berusaha tenang. “Ya, aku tahu ada penurunan. Tapi kan kita sedang hadapi situasi berat. Skandal Nathan”
“Jangan lempar kesalahan ke skandal!” potong Erick tajam. “Kalau memang cuma efek reputasi, kenapa hanya cabang yang kamu kelola yang bermasalah? Kenapa cabang lain masih stabil?”
Jason terdiam sejenak, tapi senyumnya masih melekat seolah ingin menutupi sesuatu. “Mungkin karena konsumen di daerah sini lebih sensitif. Aku akan cek lagi. Tapi percayalah, semua masih terkendali.”
Erick tidak menjawab. Ia hanya mengulurkan tangan, menahan amarahnya. “Laporan keuangan. Kirim sekarang juga. Aku ingin data mentahnya, termasuk rincian pemasok, pengeluaran, dan semua transaksi dalam dua bulan terakhir.”
Jason menatap tangan Erick sejenak, lalu mengangguk. “Baiklah. Nanti sore akan aku kirim ke emailmu.”
“Bukan nanti sore. Sekarang,” ucap Erick tegas. “Aku akan menunggu di sini.”
Untuk pertama kalinya, senyum Jason sedikit memudar. Ia berbalik ke ruangannya tanpa banyak bicara. Tapi di balik ekspresinya yang masih tenang, pikirannya mulai kacau.
Dia mencium sesuatu... Aku harus mempercepat rencanaku.
Setelah menerima laporan keuangan dari Jason, Erick tak langsung pulang. Ia duduk sebentar di ruang tunggu, pura-pura membaca laporan, padahal matanya tajam mengamati segala aktivitas di restoran cabang itu.
Suasana Restoran yang Datar dan Sepi
Biasanya, pada jam makan siang, restoran cabang ini ramai dipenuhi pengunjung. Tapi hari ini, suasananya sepi dan hampa. Hanya ada beberapa pelanggan yang tampak makan dengan ekspresi tidak puas. Itu langsung menimbulkan tanda tanya besar dalam benak Erick.
Pelayanan yang Lambat dan Tak Ramah.
Seorang pelayan terlihat berdiri di pojok, memainkan ponsel tanpa memedulikan pelanggan yang sudah mengangkat tangan beberapa kali. Seorang staf lainnya mengantar makanan dengan wajah lesu dan tak ramah, bahkan tanpa sepatah kata pun.
“Ini bukan budaya kerja yang Nathan ajarkan,” batin Erick geram.
Makanan yang Disajikan Tidak Konsisten.
Erick berdiri dan menghampiri salah satu pelanggan yang terlihat tidak puas. Dengan sopan, ia bertanya, “Maaf, apakah makanannya sesuai dengan pesanan Anda?”
Pelanggan itu menggeleng. “Tidak. Rasanya aneh. Saya sering makan di cabang pusat, tapi di sini... rasanya berbeda.”
Erick mencatat itu dalam pikirannya. Resep yang berubah? Atau bahan yang ditukar?
Kebersihan yang Tidak Terjaga.
Di pojok restoran, ada tumpukan piring kotor yang belum dibereskan. Lantai lengket, dan meja beberapa pelanggan tampak masih berminyak. Erick hampir tak percaya ini adalah salah satu restoran milik Nathan, yang dulu sangat menjunjung tinggi standar kebersihan dan pelayanan.
Interaksi Antara Karyawan yang Penuh Ketegangan.
Ia juga menyadari ada bisik-bisik di antara staf dapur dan pelayan. Mereka tampak saling menyalahkan, bekerja tanpa semangat, dan beberapa terlihat curiga satu sama lain. Aura kekompakan yang biasanya kuat kini menghilang.
Erick menghela napas panjang. Saat ia kembali duduk, ia membuka kembali laporan dari Jason.
Angka-angka ini tak masuk akal. Semua pengeluaran naik, tapi kualitas turun. Ada yang disembunyikan.
Ia menyimpan dokumen itu dengan wajah datar, lalu berdiri.
“Terima kasih, Jas,” katanya datar kepada Jason yang keluar dari ruangannya untuk mengantar.
“Tentu, anytime,” jawab Jason dengan senyum kecil yang dibuat-buat.
Saat berjalan keluar dari restoran, Erick sudah tahu ada sesuatu yang jauh lebih besar dari yang terlihat di permukaan. Dan ia akan mencari tahu, sekotor apa sebenarnya permainan Jason.
Olivia hanya anggap erick sekedar tmn dan nathan berusaha mendekatkan erick sm olivia....
Olivia tidak akan bahagia bersama erick cintanya hanya tuk nathan pria sangat dikagumi dan dicintainya...
Lanjut thor💪💪💪💪💪
Jason sangat iri sm erick sangat sipercaya sm nathan ketimbang jason dan nathan pasti tahu mana yg jujur dan tidak....
Tunggu aja sampai bukti2 kuat terkumpul pasti tamat riwayatmu jason dan nathan tidak akan mengampuni seorang pengkhianat...
tp nathan merasa tidak pantas buat olivia krn lumpuh olivia mencintai nathan sangat tulus gimanapun keadaan nathan...
lanjut thor💪💪💪💪💪
Semenjak kehadiran olivia nathan kembali semangat lagi dan hidupnya penuh warna...
Tp nathan memendam rasa cintanya kpd olivia dan merasa tidak pantas buat olivia krn lumpuh....
lanjut thor...
semangat selalu💪💪💪💪💪
Ada mom carrolotte dan olivia sll kasih dukungan dan semangatnya.....
lanjut thor💪💪💪💪💪
Nathan sangat merasa minder/tidak pantas buat olivia dan ungkapan aja nathan perasaannya pd olivia....
krn olivia jg merawat nathan dangat tulus dan ikhlas nathan bisa bangkit dr keterpurukan hrs berusaha tuk sembuh dengan terapi pasti bisa jalan lagi....
lanjut thor....
semangat selalu...
sehat selalu.....